Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Semarang Rayakan Tahun Baru di Simpanglima

Written By Unknown on Senin, 31 Desember 2012 | 12.40

SEMARANG, KOMPAS.com--Pemerintah Kota Semarang akan merayakan malam Tahun Baru 2013 dengan pentas hiburan dan pesta kembang api di tiga titik di antaranya di Lapangan Simpanglima.

Kepala Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang Nurjanah di Semarang, Jumat, menyebutkan tiga titik pentas hiburan dan pesta kembang api selain Lapangan Simpanglima adalah di kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) dan di Taman Menteri Supeno atau yang dikenal Taman Keluarga Berencana (KB).

"Di TBRS ada Festival Gong Tugu Muda dan di Taman KB ada Panggung Ekspresi total rock. Untuk doa akhir tahun oleh Plt Wali Kota Semarang direncanakan di Lapangan Simpanglima," katanya.

Kepala Bidang Kesenian Disbudpar Kota Semarang Taufan Yuristian menambahkan bahwa untuk acara di Gong Tugu Muda di TBRS acara dimulai 10.00 WIB hingga pukul 00.30 WIB, acara di Taman KB dimulai pukul 22.00 WIB, di Lapangan Simpanglima dimulai acara sekitar pukul 15.00 WIB.

"Tahun ini di Kota Semarang, totalnya ada 26 acara untuk menyambut Tahun Baru 2013. Jadi jumlah tersebut selain diselenggarakan oleh Pemkot Semarang, Pemprov Jateng, juga oleh pelaku wisata lain seperti hotel serta restoran," katanya.

Acara menyambut Tahun Baru 2013 yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jateng berupa Semarak Pesta Bintang Malam Tahun Baru di PRPP Jawa Tengah dan ada juga Pagelaran Wayang Kulit di Museum Ronggowarsito.

Sementara untuk Gong Tugu Muda di TBRS akan dimeriahkan dengan kesenian tradisional kuda lumping, Reog, Barongsai, Tari Warak Ngendok, Metal dan Keroncong on stage, Semarang Rockstar, serta pesta kembang api.

Adanya sejumlah rencana di malam penghujung 2012 tersebut, menjadi sejumlah ruas jalan akan ditutup mulai pukul 18.00 WIB di sejumlah ruas jalan menuju Lapangan Simpanglima seperti Jalan Pandanaran (depan Toko Buku Merbabu), Jalan Gajahmada (samping Ciputra), Jalan KH. Ahmad Dahlan (bawah jembatan penghubung Ciputra Mall dan Matahari Simpang Lima).

Kemudian Jalan A. Yani (depan SPBU), Jalan Imam Bardjo (samping toko roti Brilliant),  Jalan Imam Bardjo (depan patung kuda Undip), Jalan Pahlawan (pertigaan Jalan Kusumawardhani), Jalan Menteri Supeno (samping Taman KB), Jalan Tri Lomba Juang dan Jalan Pandanaran II.

Sementara Jalan Setyabudi atau Gombel (kawasan Taman Tabanas) tidak ada penutupan jalan, pengaturan di kawasan ini dilakukan secara situasional. Arus lalu lintas dari kawasan Semarang atas menuju pusat kota diarahkan melewati Jalan Gombel Lama.


12.40 | 0 komentar | Read More

Uji Sepeda Motor Hibrid Bandung-Bali

JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan bermotor berbahan bakar hibrid , yaitu menggunakan bensin dan gas petroleum cair atau elpiji - diuji kinerjanya untuk menempuh perjalanan dari Bandung hingga Bali, yang berjarak sekitar 1.100 km.

Pudji Untoro, pembina Eiche - perkumpulan peneliti teknologi bahan bakar gas - melaporkan tiga sepeda motor yang masing-masing berkapasitas 110 cc,125 cc, dan 180 cc bertolak dari Cibiru Bandung, Sabtu (29/12/2012) sekitar pukul 08.00 WIB, dan saat ini masih berada di Yogyakarta.

Sepeda motor tersebut semula berbahan bakar bensin kemudian dimodifikasi tim perekayasa dari Eiche yaitu Didim Prihadi dan Arbi Dimyati, sehingga menjadi sistem hibrid. Mereka memasang tabung gas elpiji berkapasitas 3 kg dan dihubungkan pada kit konverter yang terpasang di mesin motor.

Dengan tambahan komponen tersebut kendaraan ini dapat menggunakan bahan bakar gas atau elpiji selain bensin. Kit konverter terdiri dari regulator yang berfungsi untuk penstabil tekanan gas dan pengatur debit atau volume gas LPG yang mengalir ke komponen penyampur atau karburator. Gas kemudian meneruskan ke ruang bakar pada mesin sepeda motor.

"Dengan menggunakan regulator, tekanan gas yang keluar bisa stabil walaupun kondisi suhu di luar tabung berubah-ubah," urai Didim, yang juga Ketua Tim Motor Hibrid dan Eiche. Motor hibrid ini dikembangkan sebagai solusi antara dalam menggantikan BBM sepenuhnya dengan BBG (Bahan Bakar Gas).

"Saat ini pada tahap transisi karena belum banyak SPBU yang menjual BBG. Sehingga dengan konsep hibrid kesulitan pengisian BBG dapat diatasi dengan bahan bakar bensin yang diisi di tangki motor," urai Pudji yang masih sebagai peneliti senior di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Dengan bahan bakar elpiji pada tabung 3 kg itu sepeda motor dapat menempuh jarak sekitar 250 km. Karena sistem pengapian BBG sempurna, maka jarak yang ditempuh kendaraan ini 30 persen lebih jauh dibandingkan bensin dengan kapasitas ekuivalen. "Pengunaan energinya juga lebih efisien 30 persen," papar Puji, yang kini menjadi Kepala Pusat Inovasi dan Sertifikasi Center for Innovation and Certification (CIC) Sure Indonesia.

Uji lapangan sepeda motor hibrid ini merupakan bagian dari proses pengujian dan sertifikasi hasil inovasi konverter dan sistem hibrid tersebut. "Dengan adanya sertifikat karya inovasi dapat diimplementasikan di industri dan masyarakat. Sehingga Indonesia tidak lagi tergantung dari inovasi negara lain," urai Puji.

Tim dari Eiche dalam rangka ujicoba tur sepeda motor hibrid Bandung-Bali tengah beristirahat di Banyumas Jawa Tengah sekitar pukul 15.00 WIB, pada Sabtu (29/12) Sumber: Eiche


12.40 | 0 komentar | Read More

Romo: Perdamaian di Batas Negara

Written By Unknown on Minggu, 30 Desember 2012 | 12.40

ATAMBUA, KOMPAS.com--Perdamaian dan keamanan di wilayah perbatasan RI-Negara Timor Leste hadir, jika damai itu datang dari hati setiap warga penghuni batas masing-masing, kata RD Maksi Alo Bria saat memberikan renungan dalam misa kudus, perayaan Natal Perdamaian Perbatasan di Mota'ain, Jumat.

Dia mengatakan, hati yang damai yang lahir di setiap orang itu, harus bisa dibagikan kepada sesama lainnya, dalam kehidupan sosial nyata, baik untuk sesama di wilayah RI, wilayah RDTL maupun antardua negara yang ada.

Yesus Kristus, lanjut Pastor Paroki Atapupu Kesukupan Atambua itu, hadir ke dunia untuk mewujudkan janji Allah, memberikan damai, ketenangan, keamanan dan penebusan bagi setiap orang yang percaya pada Tuhan.

"Yesus Kristus hadir ke dunia untuk merasakan kehidupan nyata umatnya di dunia," kata Romo Maksi.

Reinkarnasi Allah dalam diri Yesus Kristus, yang dilahirkan di Kota Daud, Betlehem itu, menunjukan betapa cintanya Allah kepada umat manusia.

Cinta Tuhan kepada manusia, lanjut Romo Maksi, menjadi teladan kepada setiap orang untuk saling mengasihi dengan penuh cinta.

"Dalam semangat cinta Tuhan itulah, kedamaian dan keamanan bisa tercipta," kata Romo Maksi.

Persaudaraan dalam hubungan antarsesama warga di dua negara RI dan Timor Leste, harus menjadi kebutuhan nyata dalam setiap aktivitas kehidupan masing-masing.

"Dan semua itu hanya bisa tercapai jika cinta kasih yang ada dilakukan nyata dan tidak hanya kata-kata," kata Romo Maksi.

Misa Natal Perdamaian di Perbatasan RI-RDTL, yang digagas Satuan Tugas Pengaman Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-RDTL, Yonif 312/Kala Hitam itu, juga menghadirkan warga dari Districo Bobonaro serta Polisi Penjaga Perbatasan Timor Leste dan umat lainnya dari Kabupaten Belu.

Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan, RI-RDTL Yonif 312/Kala Hitam Siliwangi, Mayor Inf FX Hengki Yuda Setiawan usai misa mengatakan, gagasan menggelar Natal bersama Damai Perbatasan itu, untuk tetap mempererat hubungan kekerabatan warga dua negara, yang secara budaya dan darah masih berada dalam satu garis keturunan yang sama.

Hal ini, lanjut dia, agar kondisi damai dan aman, akan tetap terpelihara dan terjalin di dua negara yang telah berpisah 10 tahun silam itu.

"Perdamaian harus tetap dipupuk, sehingga kondisi kehidupan masyarakat dua negara itu bisa stabil untuk melaksanakan segala aktivitasnya menata kehidupannya untuk kesejahteraannya," kata Hengki.


12.40 | 0 komentar | Read More

Semarang Rayakan Tahun Baru di Simpanglima

SEMARANG, KOMPAS.com--Pemerintah Kota Semarang akan merayakan malam Tahun Baru 2013 dengan pentas hiburan dan pesta kembang api di tiga titik di antaranya di Lapangan Simpanglima.

Kepala Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang Nurjanah di Semarang, Jumat, menyebutkan tiga titik pentas hiburan dan pesta kembang api selain Lapangan Simpanglima adalah di kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) dan di Taman Menteri Supeno atau yang dikenal Taman Keluarga Berencana (KB).

"Di TBRS ada Festival Gong Tugu Muda dan di Taman KB ada Panggung Ekspresi total rock. Untuk doa akhir tahun oleh Plt Wali Kota Semarang direncanakan di Lapangan Simpanglima," katanya.

Kepala Bidang Kesenian Disbudpar Kota Semarang Taufan Yuristian menambahkan bahwa untuk acara di Gong Tugu Muda di TBRS acara dimulai 10.00 WIB hingga pukul 00.30 WIB, acara di Taman KB dimulai pukul 22.00 WIB, di Lapangan Simpanglima dimulai acara sekitar pukul 15.00 WIB.

"Tahun ini di Kota Semarang, totalnya ada 26 acara untuk menyambut Tahun Baru 2013. Jadi jumlah tersebut selain diselenggarakan oleh Pemkot Semarang, Pemprov Jateng, juga oleh pelaku wisata lain seperti hotel serta restoran," katanya.

Acara menyambut Tahun Baru 2013 yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jateng berupa Semarak Pesta Bintang Malam Tahun Baru di PRPP Jawa Tengah dan ada juga Pagelaran Wayang Kulit di Museum Ronggowarsito.

Sementara untuk Gong Tugu Muda di TBRS akan dimeriahkan dengan kesenian tradisional kuda lumping, Reog, Barongsai, Tari Warak Ngendok, Metal dan Keroncong on stage, Semarang Rockstar, serta pesta kembang api.

Adanya sejumlah rencana di malam penghujung 2012 tersebut, menjadi sejumlah ruas jalan akan ditutup mulai pukul 18.00 WIB di sejumlah ruas jalan menuju Lapangan Simpanglima seperti Jalan Pandanaran (depan Toko Buku Merbabu), Jalan Gajahmada (samping Ciputra), Jalan KH. Ahmad Dahlan (bawah jembatan penghubung Ciputra Mall dan Matahari Simpang Lima).

Kemudian Jalan A. Yani (depan SPBU), Jalan Imam Bardjo (samping toko roti Brilliant),  Jalan Imam Bardjo (depan patung kuda Undip), Jalan Pahlawan (pertigaan Jalan Kusumawardhani), Jalan Menteri Supeno (samping Taman KB), Jalan Tri Lomba Juang dan Jalan Pandanaran II.

Sementara Jalan Setyabudi atau Gombel (kawasan Taman Tabanas) tidak ada penutupan jalan, pengaturan di kawasan ini dilakukan secara situasional. Arus lalu lintas dari kawasan Semarang atas menuju pusat kota diarahkan melewati Jalan Gombel Lama.


12.40 | 0 komentar | Read More

Batik Terpanjang Pecahkan Rekor Muri

Written By Unknown on Sabtu, 29 Desember 2012 | 12.40

Batik Terpanjang Pecahkan Rekor Muri

Sabtu, 29 Desember 2012 | 00:16 WIB

KOMPAS.COM/FELICITAS HARMANDINI

ilustrasi.

MAKASSAR, KOMPAS.com — PT Pelabuhan Indonesia IV membuat gebrakan dengan menggelar batik terpanjang di Indonesia yang ukurannya mencapai 3.050 meter atau tiga kilometer sehingga memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri).

"Ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap kekayaan budaya Indonesia dengan menggelar batik terpanjang di Indonesia, bahkan di dunia," ujar Direktur Utama PT Pelindo IV Harry Sutanto di Makassar, Jumat (28/12/2012).

Dalam pemecahan rekor Muri itu, PT Pelindo membentangkan 3.050 meter kain batik di sepanjang Jalan Nusantara, Makassar, dengan mengambil garis awal atau starting point di Kantor Pelindo IV dan disaksikan oleh semua pemangku kepentingan baik dari instansi pemerintahan maupun para mitra kerja dan pengguna jasa Pelindo IV.

Para pemangku kepentingan ini sengaja diundang untuk memeriahkan acara tersebut. Selain itu, pembentangan ini juga mengikutsertakan pegawai Pelindo IV beserta keluarganya yang akan berpartisipasi memegang kain batik tersebut hingga sepanjang 3.050 meter.

Diungkapkannya, motif batik yang terdapat pada batik printing terpanjang itu merupakan hasil rancangan khusus, di mana motifnya mewakili ciri khas motif batik dari wilayah Indonesia timur yang merupakan wilayah operasional Pelindo IV.

Adapun motif batik yang dibentangkan dan menjadi pusat perhatian dari pengguna jalan serta warga setempat itu meliputi motif batik dari Kalimantan Timur atau suku Dayak, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

"Batik adalah mahakarya seni tertinggi Indonesia yang telah diakui sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity oleh organisasi dunia UNESCO. Maka dari itu, kami ingin melestarikan budaya Indonesia tidak di Indonesia, tetapi di dunia," jelasnya.

Hary menambahkan, batik yang dibentangkan ini akan menjadi milik PT Pelindo IV dan dipakai semua karyawan Pelindo IV yang tersebar di 11 provinsi di Indonesia.

Sementara itu, menurut Direktur Personalia dan Umum Pelindo IV Pasoran Herman Harianja, kegiatan ini sebagai bagian dari mempertahankan kebudayaan milik bangsa sekaligus dalam Visit South Sulawesi 2012.

Kegiatan ini juga sebagai dukungan untuk menghadirkan lebih banyak turis mancanegara dan domestik untuk berkunjung ke Sulawesi Selatan dalam mendukung program pemerintah.


12.40 | 0 komentar | Read More

160 Lumbung Pangan NTB Akan Diperbaiki

MATARAM, KOMPAS.com--Badan Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat akan memperbaiki 160 unit lumbung pangan tradisional yang tersebar di 10 kabupaten/kota sebagai upaya melestarikan kearifan lokal terkait dengan ketahanan pangan.

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Husnanidiaty Nurdin, di Mataram, Jumat, mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan dana sebesar Rp500 juta untuk progam perbaikan lumbung pangan tradisional tersebut.

"Kami masih melakukan identifikasi lumbung-lumbung pangan yang akan diperbaiki. Upaya itu kami lakukan bersama kabupaten/kota. Kalau sudah ada datanya, baru kami bisa pastikan berapa nominal untuk masing-masing lumbung," ujarnya.

Ia mengatakan, lumbung pangan tradisional yang akan menjadi sasaran perbaikan adalah yang dimanfaatkan secara berkelompok oleh masyarakat kurang mampu untuk menyimpan cadangan pangan berupa gabah.

Pihaknya sangat berkepentingan terhadap upaya perbaikan lumbung pangan tradisional yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat perdesaan.

Upaya memperbaiki lumbung pangan tradisional tersebut, kata dia,  juga untuk menghidupkan kembali kearifan lokal dalam hal ketahanan pangan, di samping sebagai obyek wisata tradisional.

"Lumbung pangan tradisional yang ada sejak jaman nenek moyang kita sekarang  terancam punah, sehingga perlu dihidupkan kembali. Lumbung pangan tradisional itu punya nilai estetika dan budaya, sehingga bisa menjadi aset pariwisata yang bisa dipromosikan kepada wisatawan," ujarnya.

Selain memperbaiki lumbung pangan tradisional, kata dia, pihaknya juga akan membangun 100 lumbung pangan modern pada 2013 di beberapa kabupaten untuk mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah perdesaan.

Anggaran yang sudah disiapkan untuk program tersebut sebesar Rp500 juta. Masing-masing lumbung pangan dialokasikan sebesar Rp50 juta, yang terdiri atas biaya pembangunan fisik gedung sebesar Rp30 juta dan untuk membeli gabah atau beras yang akan dijadikan cadangan pangan sebesar Rp20 juta.

Lumbung pangan modern tersebut dikelola oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan), bahkan kelompok wanita tani.

Proses seleksi Gapoktan pengelola lumbung pangan yang berkinerja baik dilakukan oleh masing-masing kabupaten/kota.

"Setiap tahun kami selalu menganggarkan dana untuk pembangunan lumbung pangan modern. Kalau untuk perbaikan lumbung pangan tradisional baru tahun ini," ujarnya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Lelaki Berlongyi Biru - 9

Written By Unknown on Jumat, 28 Desember 2012 | 12.40

Cerber Endah Raharjo

Bagian 7

Kepala berambut gondrong lurus itu menghadap layar laptop. Kudengar ketukan ritmis dan cepat pada keyboard, menandakan si pemilik kepala sedang asyik bekerja. Aku berdiri di belakangnya, di bukaan partisi, semacam pintu menuju ruangannya. Meja panjang diletakkan mepet dinding, berbatasan dengan jendela kaca. Di atas meja itu segala rupa peralatan berserakan.

Di pojok ada printer lawas, setumpuk kertas HVS teronggok di atasnya. Tiga kardus penuh dokumen dijejer di kolong meja, menyisakan sedikit ruang untuk kakinya yang panjang. Sebagian ujung longyi birunya menjuntai menyentuh lantai. Punggungnya lebar, dibingkai sepasang lengan yang kuat.
"Hai," sapaku dengan suara rendah, nyaris berbisik.
Ia menoleh.
"Hai."
Mata kami beradu. Selama beberapa detik aku tidak bisa bicara, menikmati tatapan mata almonnya.
"Maaf atas kejadian tadi pagi."
"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku seharusnya memberi tahu kalau Soe Phyu mungkin akan berselisih paham denganmu. Aku hanya tidak mengira terjadi begini cepat. Aku berencana memberi tahu hari ini, setelah kamu bertemu Thiri dan selesai rapat dengan Nanda." Ia menunduk. Baru kali ini aku melihat matanya dibuang ke lantai. "Apakah kamu sudah jadi bertemu Thiri?"
"Sudah. Sekarang aku kaya," aku mencoba bercanda. Aku tahu yang ia maksudkan adalah mengambil jatah uang saku. "Biar forum yang mengelola dana kegiatanku."
"Kamu tahu itu hakmu. Boleh kamu gunakan untuk semua hal yang mendukung kegiatanmu."
"Ah. Soe Phyu benar, aku belum mengerti apapun. Aku hanya bertugas membantu. Lagi pula aku tidak membutuhkan dana untuk kegiatanku. Semua perlengkapan sudah disediakan kantor. Aku...."
"Sebaiknya kita bicara di sana," Kyaw memotong, tangannya menunjuk ruang rapat kecil.
Kami berjalan beriringan. Kurasakan beberapa pasang mata mengikuti kami berdua. Kyaw menutup pintu setelah menyilakan aku duduk duluan.
"Ya? Ada yang perlu kuketahui di balik drama tadi pagi?"
"Sebenarnya sejak kemarin aku sudah merasa kalau Soe Phyu tidak menyukaiku. Ia menyindirku karena aku tinggal di hotel, sementara ia sering tidur di kantor. Aku sempat terganggu dengan kata-kata pedasnya itu, namun kuabaikan, kuanggap ia hanya capek atau semacam itu. Apakah teman-teman di sini tahu bahwa aku tidak begitu saja ada di sini? Aku terpilih dari puluhan pelamar dan panitia seleksi bukan orang-orang sembarangan. Mereka berasal dari beberapa negara dengan pengalaman puluhan tahun. Kalau mereka telah salah memilih, itu bukan persoalanku. Kalau aku berbuat salah di sini, selama dua hari ini, baru aku bersedia ditegur..."
"Bree...."
"Aku belum selesai."
"Okay."
"Kamu harus tahu bahwa selain hotel, uang saku yang kuterima tidak seberapa, aku tidak digaji."
"Aku tahu semua itu."
"Tunggu dulu," sergahku, "aku tinggal di hotel untuk alasan keamanan dan ini program jangka pendek. Apa orang-orang di sini tahu itu? Apa Soe Phyu tahu? Kalau kedatanganku di sini hanya menambah beban, mulai besok aku akan berhenti. Aku bukan orang tolol yang membiarkan diri dilecehkan hanya karena…."
"Please, Bree. Stop."
Aku senang Kyaw menghentikanku karena aku mulai marah. Aku bisa bicara keras dan kasar bila harga diriku direndahkan.
"Semua tahu mengenai alasan keberadaanmu di sini. Semua setuju kami perlu pendamping yang bisa mempercepat pekerjaan kami. Bukan hanya kamu dan Stephanie yang jadi relawan ahli, ada lima lainnya yang tidak berkantor di sini. Soe Phyu tahu semuanya. Dia bukan anak kemarin sore." Kyaw menghentikan kata-katanya seperti ada sesuatu yang menahannya.
"Lalu mengapa ia bersikap seperti itu?"
"Aku akan memintanya menemuimu. Besok pagi. Tidak sekarang. Dia sedang di kantornya sendiri."
Semua pengurus forum, kecuali May dan Thiri, punya kantor tempat mereka bekerja full time. Di forum ini mereka menjadi pengurus inti, ditunjuk oleh semua LSM yang menjadi anggota.
"Jadi? Aku bisa kembali bekerja?" Kulihat arloji, pukul lima kurang seperempat.
Kyaw menghela nafas. Matanya menyorot lembut, membuatku ingin menunduk, menyembunyikan perasaanku.

Namun aku setengah mati bertahan menegakkan kepala. Aku tidak ingin terlihat lemah di depannya, meskipun aku menipu diri kalau kukatakan aku tidak ingin merebahkan kepalaku di dadanya. Aku merutuki diri, mengapa perasaan romantis semacam ini, perasaan yang lama kutunggu-tunggu, justru muncul di saat yang tidak tepat.
"Ada yang kamu perlu tahu, Bree. Ayah Soe Phyu meninggal akibat TBC, saat ia masih balita. Dua kakak lelakinya, ditangkap militer dan dibawa entah ke mana, untuk dieksekusi, bersama pelajar lainnya saat Uprising 8888. Ibunya jadi gila. Ia baru 10 tahun." Suara Kyaw datar tanpa emosi.
Tadi di kedai kopi Stephanie tidak menceritakan hal itu. Mungkin ia tidak tahu. "Ya. Waktu itu kakimu tertembak juga," kataku sambil berdiri.
"Bree? Kamu tahu dari mana?"
"Stephanie sudah cerita."
"Apa saja katanya?"
"Banyak."
"Bree?" Lengan kekarnya terulur, tangannya memegang lenganku, langkahku menuju pintu jadi tertahan, "apa saja katanya?"
"Aku harus menyelesaikan pekerjaanku," tubuhku sedikit mundur, memberi isyarat agar ia melepaskan pegangannya pada lenganku. "Aku bukan hantu. Semoga kamu tahu itu."
"Bree!" Matanya membelalak. Bukan amarah yang kulihat, melainkan luka dan rasa terkejut menjadi satu. Ia tidak mencegahku berlalu. Kurasakan tatapannya menembus tengkukku. Aku sangat menyesal telah mengatakan hal semacam itu.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Hanna Yohana

Roman Picisan

Menjelang hadirmu
aku adalah keluasan jagad raya
isi dunia adalah darah yang mengaliri jantungku
mendekap nadimu adalah keniscayaan
yang mendekatkan segala jarak di ujung dunia

meluruhkan cinta di hatimu
aku merasa alam begitu hangat dan enggan kaki tuk melangkah
dulu telaga ini sunyi
dan hembus angin menjadi nyanyian jiwa dikala resah
seucap kata menjadi matahari yang menerangi cakrawala hati

dulu bukit ini begitu dingin
hadirmu menghangatkan huma ditengah padang ilalang
sentuhan cintamu menjadi tungku yang memijar dilelah hariku
kaulah keindahan yang utuh ditengah perjalananku
mahligai cinta penuh warna ditengah huma
ambillah hatiku duhai cinta
kaulah kenyataan hidup yang terindah dari angan kelamku

Hongkong, 13 Desember 2011

Rezim Kekacauan

Rezim kencing di meja rakyat
tercium pesing hingga ke awan
kaki seakan terseok di bumi
dengan tangan terbogol

jidat-jidat licin bergaya
menjadi saksi para durjana
para pendosa dunia
terhidang setiap senja di podium pendakwah

kita bertanya
kenapa rusuh tak juga reda
kenapa kekacauan bagai tiang
susah dikuburkan

rezim akan terkubur usai memperkosa tahta
dan senjata-senjata ditodongkan
ribuan kata membanjir seluas samudra
dan pantat para pecundang pun bergelimpangan
tak sempat menjawab pertanyaan

tokek nyaring bersendawa
seperti pidato protes para mahasiswa
menumbangkan kebijakan dan menawarkan kebajikan

tetapi pertanyaan kita mereda
tentang rezim yang mampu membalikkan fakta
dimana esok?
rezim kencing membentuk soda
melahirkan pemimpin berwajah anak TK
habis terkikis, astaga....!
rezim kekacauan

Hongkong, 23 September 2011

Hangus Terbakar Kata

satu kata tlah menghanguskan tirai sutra di taman musim semi ini
taman-taman nirwana menghitam berjelaga
tanpa sepucuk tunaspun yang tersisa
puing-puing berserakan tak menyisakan jejak
langkah dan senyum hangat berserakan
seperti kelopak melati

dan kita harus berjauhan agar tak melukai hati lagi
tak semestinya keindahan ini sirna kalau kau mau mengerti
tak semestinya kita koyak rajutan ini
kalau kau memahami sedikit kegelisahanku

harusnya setiap pagi menjelang ada senyum manis
dan sapa santun dari bibir kita
tapi kau memercikkan api disela kegersangan hati kualami
mulut kita tlah membakar taman nirwana ini
semua tlah hangus menjadi serpihan yang tak ingin kuingat lagi

dan sekarang namamupun aku lupa
semua tlah berakhir di dalam hati kita yang terbakar
hanya seperti ini panen yang kita punya
dan esok aku tak berharap akan ada serumpun rumputpun yang tersentuh oleh hatimu

Hongkong, 16 Juli 2012

Untukmu Sang Puja

Merilis gurat terpatri
di semenanjung titian surgawi
Sungguh warna itu tak mungkin terlupa
begitu mempesona melebihi indahnya surga

ritme itu menghentak kalbu
membuaiku diputaran waktu
kala dekapmu menyelimutiku
biru beludru sesungguhnya itu

sungguh
tak ada kebaikan dalam hidupku
sungguh
tak pernah ada kasih yang menjeratku
sungguh
tak ada belai nyata dalam hidupku
selain dirimu wahai puja hatiku

kau
hadirmu redam kasih bunda yang kurindu
kau
hadirmu adalah curahan kasih dari Tuhanku
kau
dimanakah keberadaanmu....?

dalam lelah pasti
kutiti benang surgawi
namun yang kudapati
sepi terpenggal mentari

Hongkong, 27 Oktober 2011

Untuk Kekasih

Selamat datang kekasih
dipertapaan rinduku
kubawa segelas madu untuk hidangan
diatas restuNya tersulam ikatan
menuju anjungan cintaNya di taman surga
kan kujadikan kau permata dipentas hidupku
pintaku padamu kekasih hati
temanilah aku menyelam rinduNya
itulah destinasi percintaan ini
pada kau yang bergelar suami
kuhadiahkan sekarung rindu ilahi
kubimbing bersama langkahmu
dan kaupun sama
jika kau tertelan hempedu
akulah penawarmu
jika kutertusuk duri kaulah penawarku
kekasih, kekallah bersamaku
langit telah menuliskan didedaun rindu
takdirmu merawat pohon cinta bersamaku

Hongkong, 05 Mei 2012

Hanna Yohana
Kontributor di Tabloid Apakabar Hong Kong, Harian Suara Warta Jabar dan Indofakta.com, puisinya tergabung di antologi : Senyawa Kata Kita, KARTINI 2012, Indonesian Poets DIVERSE, Indonesian Poets Flow In the Sink Into the Gutter, Suara Perempuan Migran, Negeri Sembilan Matahari, Indonesian Poems Among The Continent, Pinangan, Antologi dari negeri Poci 4 " Negeri Abal-Abal ". Kumpulan puisi tunggalnya : Senandung Perempuan Migran. Tulisannya yang berupa Artikel, puisi dan Opini tersebar di beberapa media cetak maupun online Indonesia dan Hong Kong.


12.40 | 0 komentar | Read More

Mamik Ambar, Kesahajaan Seniman Cepung Lombok

Written By Unknown on Kamis, 27 Desember 2012 | 12.40

Khaerul Anwar

Masyarakat etnis Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, sudah akrab dengan kesenian Cepung. Apalagi kesenian Cepung lahir, tumbuh, dan berkembang di tanah Lombok. Naskah Lontar Monyeh, sumber cerita seni teater tutur itu, ada yang beraksara Sasak Jejawan (turunan Hanacaraka) berbahasa Sasak, Bali, dan Jawa. Lontar gubahan Mamik Mihram itu kemudian dibawa dan dipelajari seniman Bali, hingga melahirkan kesenian tersebut.

Popularitas kesenian Cepung tidak bisa dilepaskan dari peran Lalu Ambare alias Mamik Ambar yang sekarang berusia 90 tahun. Warga Jalan Jaya Sena, Mayura, Cakranegara, Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu selama tujuh dekade telah menekuni teater tutur ini.

Ambar, panggilannya, ngamen di berbagai tempat, dari pentas resmi sampai ke berbagai pelosok desa guna meramaikan acara pernikahan, khitanan, dan hajatan lainnya.

Ambar seolah mewakili liku-liku kesahajaan hidup seniman tradisi. Demi mempertahankan kesenian Cepung, dia rela berjalan kaki sampai separuh hari, menuju tempatnya berpentas. "Itu perkara biasa," ujarnya.

Sering kali pula Ambar menginap semalam di rumah kenalannya yang berdekatan dengan tempat dia akan manggung. Ia kemudian baru melanjutkan perjalanan esok harinya. Itu bukan soal bagi Ambar. Demi sampai ke tujuan, ibaratnya berenang menyeberangi sungai yang airnya melimpah saat musim hujan pun akan dia lakoni.

Penatnya dalam perjalanan itu terbayar dengan kemeriahan sambutan khalayak penonton. Apalagi Ambar pun memiliki kemampuan menghibur. Aksi panggung Ambar, antara lain, menirukan suara gamelan dengan mulut disertai gerakan tubuh dan mimik yang bisa membuat penontonnya terhibur.

Awak kesenian Cepung ini meliputi pemain suling, redep (rebab dalam gambang kromong, Betawi), pemakhitanaos (pembaca naskah lontar), penyokong (pendukung), dan punggawa (penerjemah).

Dalam seni teater tutur ini, Ambar bertugas sebagai pemakhitanaos. Selain membaca naskah cerita, dia juga sering kali ikut menjadi penyokong.

Ambar menembang bersahut-sahutan dengan personel lainnya. Mereka menirukan lirik lagu dengan bunyi instrumen gamelan memakai mulutnya. Di sini ada fonem dang, ding, dung, diucapkan pada akhir kata. Misalnya dalam kata doang (berarti hanya), fonemnya menjadi dung.

Trio maestro

Kesenian Cepung menjadi "hidup" di tangan Ambar dan dua rekannya, almarhum Ketut Bagiada (penerjemah) dan almarhum Ridin (pemain redep). Tak heran kalangan seniman menyebut mereka sebagai Trio Maestro Cepung. Meskipun terkadang ada pemain lain yang membantu mereka saat berpentas, trio ini tetap tidak terpisahkan.

"Ya, kami sudah spel (kompak)," kata Ambar memberi alasan sambil meringis.

"Sudah dua bulan saya cuma duduk dan tidur, dari sini ke sini saja. Saya merasa lemas," kata dia sambil menunjuk bagian paha dan kakinya yang terserang stroke sejak akhir 2005. Sebelumnya Ambar menjalani operasi hernia atas biaya pemerintah lewat fasilitas jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).

Secara fisik, Ambar tampak lemah. Dia berbaring dalam ruangan berdinding gedek seluas sekitar 2,5 meter x 4 meter. Dipannya berkasur lusuh. Untuk makan dan minum, harus ada orang yang menyuapi dia. Shalat dan berwudu pun dilakukan Ambar di kamarnya.

Rumah di atas tanah 1 are (100 meter persegi) yang ditempati Ambar bersama anak tertua, menantu, dan cucu-cucunya itu adalah pemberian warga. Penerangan di rumahnya berasal dari listrik tetangganya. Seluruh biaya hidup Ambar ditanggung dua anak dan cucu-cucunya. Adapun cicitnya bertugas melayani keperluan makan-minumnya. Kedua istri Ambar sudah meninggal.

Namun, energi Ambar muncul seketika saat berbicara tentang Cepung. Suaranya yang semula lirih berubah lantang, posisi duduknya menjadi tegak. Ia pun bisa bercanda, dan memelesetkan namanya menjadi Ngambar (berkeliling), atau keluyuran menghibur masyarakat.

Sejurus kemudian Ambar nembang, istilah dalam seni membaca naskah lontar. Ia mengutip prolog naskah Lontar Monyeh dalam bahasa Sasak.

"Tabik pade warga sanak, wayah, mamik, bini-laki, te coba ngarang, penyelemor ngantih nasi…. porok sang ne inik isi ate jari oat bingung, sak ngadu kesemelan, apek diri jeneng ririh, mule tetentu sa ngadu lelakon doang." Artinya, tabik saudaraku, bapak-ibu, saya belajar mengarang (lagu) sambil menunggu nasi (matang), iseng-iseng sebagai pelipur hati yang bingung, saya mungkin ceroboh tetapi sejatinya ini semua sekadar cerita.

Lontar Monyeh mengisahkan seorang putri raja yang disisihkan delapan saudaranya. Bahkan, ia diusir oleh sang ayah dari istana karena fitnah saudara-saudaranya. Sang putri lalu melukis wajah dan sketsa nasib yang menimpanya. Hasil gambarnya itu diterbangkan angin, dan jatuh di istana kerajaan tetangga.

Putra kerajaan tetangga yang menemukan gambar itu lalu menyamar menjadi monyet (monyeh). Sang pangeran kemudian menemui dan menemani sang putri dalam pengembaraan. Sampai suatu saat sang putra raja mengubah diri menjadi manusia. Keduanya pun menikah dan hidup bahagia.

Sejak kecil

Perkenalan Ambar dengan Cepung dimulai sejak masih duduk di sekolah rakyat (SR, setingkat SD). Di lingkungan tempat tinggalnya nyaris setiap hari ada pentas Cepung. Bahasa dan aksara dalam naskah lontar (bahasa Sasak dan Jawa, beraksara Jejawan) bukan halangan bagi Ambar.

"Semua itu menjadi mata pelajaran di sekolah saya," kata Ambar. Setiap siang ada acara memaos, dan dia selalu menyimak teknik nembang berikut cengkoknya. Lambat laun ia menjadi fasih, dan sering kali diminta menjadi pembaca naskah Lontar Monyeh.

Lalu, dia juga menjadi tempat bertanya para seniman dan narasumber peneliti dari dalam dan luar negeri. Ambar yang putus sekolah saat duduk di kelas 4 SR juga membagi ilmunya kepada anak muda dan dewasa yang mau belajar kesenian Cepung.

"Saya suka sedih kalau ada orang yang pengetahuannya tentang kesenian (Cepung) masih terbatas, tetapi malah mengklaim diri sebagai pakar. Itu namanya 'beloan kentok dait tanggek' (merasa lebih panjang daun telinganya dibandingkan tanduk hewan)," katanya.

Ambar memilih bersikap seperti padi yang kian berisi kian merunduk. Dia suka menertawakan diri sendiri karena "kelemahannya" itu. Ketika dia berpentas di Jakarta, misalnya, Ambar merasa seperti "katak di bawah tempurung" melihat hiruk-pikuk suasana Ibu Kota.


12.40 | 0 komentar | Read More

Ke Mana Arah Kebudayaan Kita

Dunia internasional sebenarnya mengakui hebatnya Indonesia, baik dari segi warisan alam, situs, maupun budaya. Berbagai pengakuan diberikan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Sedikitnya ada 13 warisan milik Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia (The World Heritage). Ke-13 warisan itu dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu warisan alam, situs, dan warisan budaya tak benda.

Perihal warisan alam, UNESCO pada 1991 mengakui keunikan dan kehebatan Taman Nasional Ujung Kulon di Banten serta Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur. Tahun 1999 UNESCO mengakui Taman Nasional Lorentz di Papua serta pada 2004 mengakui hutan tropis Sumatera yang mencakup Taman Nasional Gunung Leuser, Kerinci Seblat, dan Bukit Barisan.

Pengakuan dunia tidak berhenti di situ. UNESCO tahun 1991 juga mengakui Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai Warisan Budaya Dunia. Tahun 2004, Situs Manusia Purba Sangiran di sekitar perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur juga diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia dan Subak (2012) di Bali.

UNESCO juga mengakui beberapa warisan budaya tak benda milik Indonesia seperti wayang yang diakui tahun 2003, keris (2005), batik (2009), angklung (2010), dan tari saman (2011).

Pengakuan ini jadi modal promosi ke tataran internasional, sedangkan ke dalam negeri menjadi tantangan untuk melestarikan dan mengembangkannya.

Namun, di sinilah persoalannya. Pengakuan dunia terhadap wayang, keris, batik, angklung, dan tari saman sebatas pengakuan. Pemerintah terkesan hanya puas terhadap pengakuan dunia. Setelah itu, nyaris tak ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkannya.

Kalaupun pemerintah mengklaim sudah banyak melakukan langkah, hingga kini publik tak banyak tahu apa program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang akan dilakukan pemerintah untuk mengembangkan wayang, batik, keris, dan tari saman?

Publik tak tahu target yang akan dicapai dalam pengembangan wayang, batik, keris, dan tari saman untuk 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun ke depan. Tidak ada langkah konkret, misalnya membuat 100.000 unit angklung dan disebarkan ke sekolah-sekolah untuk diajarkan kepada siswa. Kabar yang muncul justru Korea Selatan memesan 1.000 unit angklung buat dikembangkan di negeri ginseng itu.

Meski program yang akan dilakukan tak jelas, pemerintah masih getol mencari pengakuan dunia terhadap warisan budaya tak benda seperti kain noken, tenun, dan berbagai warisan budaya tak benda lainnya.

Pandai mengemas

Indonesia bukan cuma tak pandai memanfaatkan potensi, melainkan juga tak pandai mengemas keluhuran budayanya. Itulah sebabnya di kawasan Asia Tenggara yang diperhitungkan dalam pengembangan budaya adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Ketiga negara itu kini gencar mempromosikan dirinya sebagai zamrud di Asia Tenggara melalui bidang kebudayaannya.

Meski di dalam negeri perhatian pemerintah terhadap bidang kebudayaan sangat minim, dengan dalih anggaran bidang kebudayaan hanya sekitar Rp 2 triliun per tahun, pemerintah tetap gencar membangun citra ke dunia internasional. Tahun depan, misalnya, Indonesia menjadi tuan rumah World Culture Forum (WCF) di Bali.

WCF menjadi salah satu alat bagi pemerintah untuk menaikkan citra Indonesia sebagai negara yang "berbudaya" di mata internasional.

Padahal, tanpa forum semecam itu pun pemerintah sebenarnya bisa mengembangkan keluhuran budaya bangsa dengan langkah-langkah yang lebih cerdas dan elegan. Korsel, misalnya, selama puluhan tahun merintis seni budaya baru K-Pop yang kini mendunia. Musik yang menggabungkan tarian kontemporer, musik elektronik, hip hop, rock, dan R&B ini dengan jeli dimanfaatkan Korsel sebagai alat diplomasi budaya.

Melalui film, Pemerintah Korsel juga mempromosikan budaya bangsanya ke seluruh dunia. Gelombang seni budaya yang digencarkan Pemerintah Korsel dan didukung sektor industrinya terbukti mampu memberi kontribusi ekonomi bagi negara itu.

Lalu, ke mana arah kebudayaan kita? Kebudayaan sejatinya bukan sekadar seni pertunjukan, film, ataupun musik. Kesenian hanyalah salah satu unsur kebudayaan. Yang lainnya masih ada sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, sistem komunikasi, sistem organisasi sosial, dan masih banyak lagi. Namun, hingga kini arah pengembangannya juga tak jelas.

Jadi, mau dibawa ke mana arah kebudayaan kita?(Lusiana Indriasari)


12.40 | 0 komentar | Read More

Nelayan Tasikmalaya Gelar Sedekah Laut

Written By Unknown on Rabu, 26 Desember 2012 | 12.40

Nelayan Tasikmalaya Gelar Sedekah Laut

Rabu, 26 Desember 2012 | 12:08 WIB

TASIKMALAYA, KOMPAS.com--Nelayan pantai selatan Tasikmalaya menggelar upacara tradisi Syukur Laut di pantai wisata Pamayangsari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa.

Ketua Panitia Acara, Dedi Mulyadi, mengatakan Syukur Laut merupakan pesta para nelayan Tasikmalaya yang rutin dilaksankan setiap akhir tahun.

Tradisi masyarakat nelayan itu, kata Dedi, sebagai tanda ungkapan syukur nelayan dengan rezeki yang telah diberikan oleh Tuhan Sang Maha Pencipta Alam.

"Syukur laut ini tanda syukur kami para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dengan rezeki berlimpah yang kami dapatkan," kata Dedi juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tasikmalaya.

Kegiatan Syukur Laut diawali dengan ritual doa bersama oleh para nelayan, masyarakat sekitar pantai, serta dihadiri Bupati Tasikmalaya, Uu Ruzhanul Ulum dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

Rangkaian upacara tradisi itu menampilkan berbagai kesenian musik dan tari sebagai acara hiburan dalam memeriahkan prosesi upacara Syukur Laut.

Selanjutnya nelayan dan Gubernur membawa jempana kosong atau tanpa makanan untuk dibawa ke tengah lautan sebagai puncak kegiatan Syukur Laut.

"Syukur laut tahun ini sangat meriah karena pertama kalinya dihadiri Gubernur sejak tahun 1975, alhamdulilah Gubernur bisa datang," kata Dedi.

Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, mengungkapkan kebanggaannya kepada para nelayan Tasikmalaya dengan menunjukan rasa syukur kepada Tuhan dengan menggelar kegiatan tersebut.

"Ini hanya simbol saja sebagai rasa syukur para nelayan yang sudah diberi kekayaan laut yang melimpah," kata Heryawan.


12.40 | 0 komentar | Read More

Festival Rebana IPB untuk Media Syiar

BOGOR, KOMPAS.com--Pembina Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Dr Ifan Haryanto mengemukakan Festival Rebana se-Bogor Raya dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 2012 di kampus perguruan tinggi tersebut merupakan terobosan baru media syiar.

"Ini juga sekaligus memperkenalkan kesenian Islam (rebana) di IPB," katanya di Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Festival Rebana se-Bogor Raya dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW itu puncaknya dilaksanakan pada Minggu (23/12) dengan mengusung tema "Gebyar Shalawat Cinta Rasul untuk Melestarikan Tradisi Rebana dan Meningkatkan Ukhuwah Islamiyah".

KMNU IPB berhasil melangsungkan acara Festival Rebana yang pertama kali sepanjang sejarah IPB.

Ifan Haryanto mengaku sangat mengapresiasi KMNU IPB karena telah menyelenggarakan acara ini dengan sukses.

Ia juga berharap indahnya alunan musik tersebut akan membawa perubahan yang lebih baik, dan bisa menular ke kampus lain.

Sementara itu, Direktur Kemahasiswaan IPB Dr Rimbawan menilai, Festival Rebana itu suasananya berbeda dengan lomba yang lain. "Karena lomba ini juga merupakan syi`ar," katanya.

Pihaknya menyampaikan terima kasih dan selamat kepada panitia yang telah sukses menyelenggarakan acara itu.

"IPB sangat mendukung minat dan bakat mahasiswanya. Alangkah senangnya, apabila minat dan bakat di bidang seni yang membawa kehalusan budi dapat meningkatkan daya ingat untuk selalu mensyukuri nikmat," kata Rimbawan.

Dalam festival itu, juara 1 diraih oleh tim An-Nur dengan total nilai 880, dan berhak atas piala, sertifikat dan hadiah berupa uang senilai Rp2 juta yang diserahkan oleh perwakilan dari Robithoh Al-Alawiyah Indonesia.

Juara 2 diraih oleh tim Nurul Iman dengan total nilai 850, meraih piala, sertifikat serta hadiah uang senilai Rp1,5 juta, diserahkan oleh Direktur Kemahasiswaan IPB.

Sedangkan juara 3 diraih oleh Al-Khidmah IPB dengan total nilai 810, meraih piala, sertifikat dan uang senilai Rp1 juta yang diserahkan oleh pembina KMNU yaitu Dr Aji Hermawan.

Di samping itu, juara favorit diraih oleh tim En-Ha dengan total nilai 800, mendapat piala, sertifikat dan uang senilai Rp750.000, yang diserahkan oleh ketua KMNU Aldy Khusnul Khuluq.

Usai penganugerahan juara festival, acara dilanjutkan dengan pembacaan "Asmaul Husna" dipimpin oleh Al-Habib Hasan bin Abdul Qodir Al-Athas.

Ia mengatakan sungguh di luar dugaan IPB menyelenggarakan kegiatan seperti ini. Usai membaca "Asmaul Husna", Al-Habib Hasan bin Abdul Qodir Al-Athas beserta tim hadrah membacakan Simtud Duror.


12.40 | 0 komentar | Read More

Parade Budaya Peringati HUT Desa Batuan

Written By Unknown on Selasa, 25 Desember 2012 | 12.40

Parade Budaya Peringati HUT Desa Batuan

Senin, 24 Desember 2012 | 21:45 WIB

GIANYAR, KOMPAS.com--Ratusan seniman, baik penari dan penabuh  dari sembilan banjar (dusun) ikut ambil bagian dalam parade budaya memeriahkan peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-990 desa adat (Pekraman) Batuan, Gianyar, Bali.

Bupati Gianyar, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati membuka parade budaya tersebut di Jaba Pura Desa Batuan yang disaksikan ribuan masyarakat setempat, Minggu sore.

Ketua panitia kegiatan tersebut  I Made Suamba melaporkan, meskipun HUT desa adat Batuan merupakan yang ke-990, namun perayaannya baru pertama kali dilakukan masyarakat setempat.

Peringatan itu berdasarkan Prasasti Batuan, Desa Batuan dibentuk pada tahun caka 938-948. Parade Budaya yang menampilkan potensi seni dari masing-masing Banjar diharapkan mampu mendorong peranserta masyarakat dalam mengembangkan seni budaya Bali.

Penampilan yang mendapat perhatian besar masyarakat diawali dari Banjar Dlodtunon menuguhkan fragmentary yang berjudul "Bukit Buwung". Tarian tersebut mengisahkan mitos tentang terbentuknya sebuah bukit dan tempat pemandian di wilayah banjar Dlodtunduh.

Bukit tersebut berasal dari sebuah gunung buatan pada masa pemerintahan Ki Mekel Luglugan. Karena gunung tersebut menyamai ketinggian Gunung Agung Besakih maka para Dewa Murka karena menganggap Ki Mekel Luglugan ingin menyami kekuatan Dewa.      Akhirnya turunlah Dewa Wisnu ke Bumi dengan wujud babi hutan ganas. Sosok Babi Hutan tersebut berhasil menghancurkan Gunung dan hanya menyisakan sebentuk bukit yang kemudian bernama 'Bukit Buwung'.Tarian apik ini dibawah arahan Wayan Purnawan dan Sang Ayu Alit Puspa Dewi dengan penata tabuh Ketut Bren Sukaja dan Putu Arya Sumarsika serta dibawakan oleh STT Tunas Sari.

Penampilan kedua mempertunjukkan Tari "Wiradaning Kartika" yang menceritakan tentang awal keberadaan Dewa Ganesa yang diciptakan oleh Dewi Parwati. Dengan penata tabuh I Kadek Adi Santana dan Penata Tari I Kadek Oktarianto tarian ini berhasil Ksatria Mahutama merupakan fragmen tari ketiga yang dibawakan Tempekan Semeton. Tarian ini membawakan cerita tentang perebutan kerajaan Kiskenda oleh Subali dengan Sugriwa.


12.40 | 0 komentar | Read More

Penyair Se-Asia Tenggara Baca Puisi di Muarojambi

JAMBI, KOMPAS.com--Panitia Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi sebagai penyelenggara pertemuan penyair se-Asia Tenggara akan menggelar acara baca puisi oleh para peserta di kawasan Candi Muarojambi.

"Salah satu agenda penting kita adalah Internasional Poets Gathering, yang tidak saja diikuti para penyair Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Singapura, Kamboja, dan Brunei Darussalam sebagai peserta PPN VI, tetapi juga penyair perwakilan dari Korea Selatan dan Perancis, di Candi Muarojambi," kata Direktur PPN VI Jambi Ramayani di Jambi, Senin.

Ia mengatakan Candi Muarojambi adalah salah satu khasanah budaya klasik teramat penting di Jambi merupakan peninggalan kerajaan Melayu Jambi pada abad ke-11, khasanah tersebut telah ditetapkan presiden SBY sebagai kawasan wisata terpadu pada 2010 dan telah diusulkan ke Unesco untuk masuk daftar warisan dunia.

Di salah satu candi terpenting dan terbesar panitia PPN VI akan membangun panggung khusus tempat pembacaan puisi oleh para penyair dunia dan nusantara yang menyatu dengan pelataran candi.

"Penyair peserta akan diboyong berwisata ke aset wisata andalan Jambi tersebut dan di tempat yang dituju telah disiapkan panggung pembacaan puisi selain sebagai agenda acara juga secara langsung menjadi salah satu wahana komunikasi, edukasi dan hiburan langsung bagi para wisatawan dan masyarakat di tempat tersebut," ujarnya.

Selain itu, tambah Ramayani, selama berada di objek wisata sejarah yang amat penting bagi peradaban nusantara tersebut para penyair juga diharapkan untuk melakukan satu proses trnasformasi ide menjadi karya puisi atau tulisan lainnya.

Selanjutnya nanti akan diterbitkan pula dalam bentuk buku oleh panitia guna ditransformasikan kepada pulbik luas yang ingin mengenal candi Muarojambi lebih mendalam dengan cara unik  dari sudut pandang penyair.

"Sebenarnya panggung baca puisi di candi yang akan digelar pada 30 Desember tersebut bukanlah satu-satu panggung ekspresi bagi penyair dan tontonan bagi publik, namun juga telah dibangun dan disediakan panggung pertunjukan lainnya di arena acara Seminar PPN yakni di Hotel Shang Ratu," ujar dia.

Panitia, kata dia, juga telah membangun panggung atau pentas di atas air di tengah-tengah kolam renang Tepiang Ratu di hotel Shang Ratu tempat penyelenggaraan seminar internasional sastra nusantara selama tiga hari dari 29 hingga 31 Desember nya.

Selain itu, selama perjalanan wisata menyusuri sungai Batanghari menuju komplek candi panitia juga telah mengagendakan pembacaan puisi di atas ketek wisata yang disiapkan panitia.

"Jadi selama perjalanan menyusuri sungai Batanghari pun para penyair peserta PPN VI pun sudah langsung dapat berekspresi membaca puisi di atas ketek wisata tersebut karena panitia sudah menyiapkan pula pentas sederhana di atas perahu itu, ini pastinya akan menjadi pengalaman dan performance art yang sangat menarik serta unikbagi penyair peserta," katanya.

Helatan PPN VI akan berlangsung dari 29 hingga 31 Desember di Hotel Shang Ratu, dengan materi utama seminar nasional, nusantara dan internasional mengenai perpuisian nunsantara, namunpara peserta diperkirakan sudah mulai hadir di Jambi semenjak 27 dan 28 Desember.

"Kita hanya ingin menjadikan helatan PPN VI yang kebetulan berteatan dengan momentum pergantian tahun ini bisa berkesan dan menjadi kado tahun baru yang indah bagi para pekerja sastra khususnya penyair nusantara dan dunia yang hadir di Jambi saat itu, bahwa Jambi juga memiliki tradisi sastra dan tentang sejarah kesastraan yangg patut diperbicangkan di semua level kehidupan baik nasional, regional juga internasional," kata Ramayani.


12.40 | 0 komentar | Read More

Juru Gambar

Written By Unknown on Senin, 24 Desember 2012 | 12.40

 G Budi Subanar

Aku bukan seorang pelukis terkenal. Hanya, setiap kali aku harus melakukannya untuk menyambung hidup. Ajaib, ada saja orang yang berminat memiliki goresan tanganku. Memajangnya di dinding-dinding rumahnya.  

Kamu itu, setiap kali membuat gambar selalu saja dimulai dengan membuat bulatan. Lingkaran macam apa itu? Ada yang bulat, ada dua sejajar seperti buah kenari. Kali ini apa lagi? Aneh-aneh saja kamu ini," komentar istriku yang melongok dari balik punggungku.

Aku menoleh ke arahnya, dan menyerianginya pasrah. Aku tidak sadar bahwa dia sedang mengamatiku. Jadi, aku diam tak menyahut. Tak mau berbantah dengannya.

Memang, selalu saja aku memulai gambarku dengan mata. Itu yang dimaksudkan istriku dengan bulatan itu. Entah mata kayu, untuk mulai menggambar pohon. Dua bola mata, kalau mau menggambar wajah orang. Atau, bulatan matahari untuk mulai menggambar alam. Dari situ semua yang lain ditempatkan. Macam-macam benda, makhluk, atau manusia, semua kutempatkan seturut imajinasiku. Entah dari mana aku mempelajarinya. Aku tak ingat. Mungkin dari kedudukanku sebagai juru gambar waktu bekerja sebagai awak kapal. Setiap kali, aku bertugas menggoreskan titik-titik dan garis sesuai dengan arah-arah yang diperoleh dari petunjuk bintang. Setelah menjadi pelukis, bulatan itu selalu yang mengawalinya. Bukannya titik, atau garis. Menggambar mata, selalu saja dorongannya demikian.

Dari mata itu, tanganku bergerak mengikuti imajinasi yang menuntun untuk melengkapinya di atas kanvas. Melengkapi dengan bermacam-macam figur dan benda. Banyak tempat yang pernah kusinggahi saat menjadi awak kapal, hadir sebagai imajinasi yang kutuang pada kanvas berbagai ukuran. Orang-orang dari Benggala, sampai Ceylon, dan pantai Malabar di India. Atau suasana pelabuhan di Bantam, pemandangan di Andanam. Semua pernah kutuang pada kanvas, dan kuulangi berkali-kali. Kulakukan itu dengan menggunakan pena dari bulu elang laut yang ujungnya dilengkapi dengan buluh bambu. Kanvas itu kuwarnai dengan pewarna yang dipakai mencelup benang-benang kain tenun. Merah, coklat tua, hitam, hijau, kuning, biru dan kesumba. Itu warna-warna dari berbagai daun, akar, atau umbi kunyit. Dikentalkan dengan campuran getah, menjadi warna-warna yang terhampar di kanvasku. Kuoleskan pakai kuas yang dibuat secara khusus, atau dari sabut-sabut kelapa sederhana. Dari sana aku menggantungkan hidupku sebagai juru gambar.

Sudah tiga hari ini, dua mata itu tidak mendapat kelengkapan apa pun. Berlama-lama aku di sana. Hari pertama, berlalu. Tak ada tambahan benda atau figur apa pun. Bahkan, satu garis pun tidak. Pada akhir hari, kanvas itu kusembunyikan dan kututupi menggunakan kain bekas. Hari kedua, kembali lagi seharian di depan kanvas itu. Tangan ini tidak juga menambahkan hal apa pun. Hari ketiga pun sama. Sampai istriku memergokinya, dan mengomentariku.

Aku berhenti dengan dua lingkaran buah kenari. Dua kenari oval arahnya horizontal. Kuarahkan ke kanan dan ke kiri. Ini memang tidak seperti biasanya. Dua benda oval yang tidak mengarah vertikal. Biasanya, aku selalu menempatkan bentuk kenari dengan kedua ujungnya ke atas bawah. Layaknya buah kenari di pohon-pohon tinggi menjulang. Kali ini, tidak. Barangkali itu yang membuat berhentinya dua mata itu.

Aneh, rasanya. Aku sendiri tak mengerti. Padahal, sudah sejak sebelum aku menyediakan kanvas, mata jiwaku sudah menata lengkap semua imajinasi yang akan kugelar di atas kanvas. Dua lingkaran kenari di kiri bawah, akan menjadi mata seseorang. Dan semua benda yang lain berjajar menutupi seluruh permukaan kanvas. Setelah garis pantai, mendatar ke arah kanan, perahu layar besar yang siap menuju samudera. Di atasnya, ada gugusan bintang yang akan menuntunnya ke utara. Gugusan bintang beruang besar. Komposisi tiga bagian itu sudah terbayang rapi dalam imajinasiku. Dan untuk memulainya, kutempatkan dua mata itu ke arah mukaku. Bukan sejalan kearah kapal yang akan berlayar, atau searah gugusan bintang yang akan menuntunnya.

Tidak, aku tak akan mengarahkan dua mata itu mengikuti ke mana kapal berlayar, dan ke mana bintang beruang besar berjajar-jajar menunjuk arah utara. Mata itu tetap kuarahkan padaku. Ujung penaku sudah menggoreskannya demikian. Aku tak mau mengganti dengan kanvas lain, dan mengarahkan dua mata mengikuti arah kapal yang akan berlayar dan arah gugusan bintang yang berjajar-jajar.

Aku bertahan sampai seminggu.

Istriku tak bertanya lagi sampai di mana gambarku. Memang adat kebiasaannya tidak pernah berbuat demikian. Aku sendiri yang jadi menunduk tiap kali berdua makan berhadapan di atas tikar, atau berjajar di bangku. Ada keengganan untuk bicara. Beruntung, dia memahami keadaanku.

Pada hari ketujuh, aku mencelupkan ibu jariku pada cairan hitam, dan membubuhkan secara perlahan-lahan dan penuh kehati-hatian lima sidik jari berjajar-jajar ke kanan. Imajinasi kapal layar dan bintang-bintang tak jadi kugoreskan di kanvas.

Aku pernah menemuinya di wilayah Madras sana, sebuah gambar berwarna keemasan, dengan figur seorang perempuan dan seorang anak kecil dalam gendongannya. Ikon, aku pernah mendengar sebutan itu. Tertempel di tempat ibadat yang menjadi tempatku berteduh di pelabuhan wilayah Madras. Waktu itu uangku ludes karena lengah. Tak kukira seorang pencopet telah berhasil menggaet kantong uangku. Entah di mana.

Seperti biasa, sebagai awak kapal, kami turun berombongan. Mencari tempat minum-minum, entah aku lupa namanya di kota pelabuhan itu. Tatkala beranjak pindah ke panti pijat, kantong uangku tak ada lagi. Aku tak mau merepotkan teman-teman pelautku. Terpaksa, aku diam-diam menyelinap memisahkan diri dari tengah-tengah mereka. Sampai akhirnya, aku menemukan tempat ibadat yang bisa untuk membaringkan tubuh sampai seminggu lamanya. Sampai saatnya, kapal bertolak kembali.

Di tempat itu, aku mengalami hidup tidak seperti biasanya. Makan dan minum dari pemberian orang yang datang ke ke tempat ibadat itu. Dan, waktu-waktu berikutnya, aku mendengarkan penjaga tempat ibadat itu berkisah tentang ikon yang kukagumi itu.

"Lihat, gambar itu. Mandylion, bukan yang digambar oleh tangan manusia. Terpapar pada sebuah kain wajah penuh kelembutan pada orang yang berhadapan denganNya." Kata penjaga tempat ibadat itu menjelaskan. "Di sebelahnya, hoditigria, Ibu dan Anak, yang ilahi sekaligus manusiawi sekaligus menyatu," katanya lagi.

Menurut kisahnya, beberapa benda itu hadiah dari mereka yang datang dari pedalaman belahan lain di seberang benua besar. Entah dari Konstantinopel atau dari pelabuhan-pelabuhan di jazirah seberang yang aku belum pernah ke sana. Ikon itu ditempatkan di beberapa sudut. Ada yang di dekat mimbar-mimbar, ada yang di samping kanan kiri. Menjadi semacam tembok tempat ibadat itu.

Tempat ibadat itu selalu beraroma. Dengan kemenyan, gaharu, dan damar semacam mur yang datang bersama kapal yang kuawaki. Kuceritakan kepada penjaga tempat ibadat, tempat asal dari wewangian yang mereka gunakan itu. Penjaga tempat ibadat mengangguk-angguk paham. Jadi aku diberinya tempat untuk bisa meminta sedekah. Dan, malamnya aku bisa membaringkan badan, sambil mengagumi bermacam gambar itu di tengah keremangan cahaya yang ada.

Saat, tubuhku tak lagi mampu ikut berlayar, aku turun kapal untuk selamanya. Tidak lagi menjadi pelaut yang berpetualang ke sana ke mari. Jadi, kualihkan keahlianku sebagai juru gambar di kapal, menjadi pelukis berbagai macam obyek dan pemandangan.

Sepekan setelah kuletakkan kanvas yang kububuhi sidik ibu jariku, aku mulai menggunakan kanvas kayu. Aku memajang bilah-bilah kayu yang disambung-sambung sebagai kanvas baru. Aku sudah mengusahakan dan mempersiapkannya dengan seksama. Papan itu kuperoleh dari tukang kayu kenalanku. Permukaannya digosok sangat halus, pori-porinya rapat. Layak untuk menjadi sebuah kanvas. Bahan pewarnanya sebagian dengan bahan baru yang kuperoleh dari orang-orang yang pulang berdagang dari India.

Aku mulai menggoreskan gambar seorang perempuan dengan anak laki-laki di gendongannya itu. Lagi-lagi, aku memulainya dengan menggambarkan mata. Kali ini, dua pasang mata. Mata perempuan itu, dan mata anak lelaki yang ada di gendongannya. Sejak saat itu, aku menjadi pelukis ikon di pinggiran kota Fansur, wilayah pelabuhan Barus, tanah kelahiranku.

ikon: lukisan dari tradisi Gereja Katolik Ortodoks Ritus Timur di Byzantium dengan pusatnya di Konstantinopel mandylion: wajah Kristus pada selembar kain hoditigria: gambar Maria dan Kanak-kanak Yesus Fansur: nama lain dari Barus, kota kuno di wilayah Pantai Barat Sumatera, Sumatera Utara. 

Yogyakarta, 2012


12.40 | 0 komentar | Read More

Republik Seni Lukis Batuan

Oleh Wayan Kun Adnyana

Batuan, sebuah desa internasional, ruang di mana arus konsumsi modern bercampur luruh dengan cecap tradisi pedesaan. Tidak berapa jauh di selatan, ada pasar seni Sukawati, tempat aneka barang kerajinan dan suvenir dijajakan. Begitu pula di utara, ada barisan art shop dan galeri seni, membentang sampai ke Desa Mas, hingga Ubud.

Di balik alur jalan raya berpintu gerai dan toko seni itu, berliku jalan sempit saling menyapa; nyaris setiap pekarangan rumah berarsitektur Bali, dengan pola bagi ruang berdasar tutur leluhur. Tembok pekarangan tidak memotong pandang, malah memperindah wajah pedesaan dengan beragam ritual dan aktivitas seni. Sangat banyak seniman hebat lahir dari ruang-ruang bersahaja ini.

Sejak antropolog Gregory Bateson dan Margaret Mead mengeja laku kreatif pelukis Batuan di tahun 1936-1938, dalam tulisannya tentang psikologis manusia Bali, dan juga mulai mengoleksi karya seni lukis berkarakter magis ini, gelombang apresiasi tak pelak mulai menelisik riwayat tangan terampil desa ini. Sebelumnya pelukis I Ngendon dan I Patera telah bergaul dalam praktik seni lukis Ubud, yang ketika itu tengah berlangsung arena baru melibatkan pelukis negeri manca: Rudolf Bonnet dan Walter Spies. Bahkan pelukis I Made Djata dipilih sebagai guru pada lembaga Pita Maha (1936-1942); lembaga seni rupa beranggotakan 125-an pelukis, pematung, dan perajin dari desa seputaran Ubud, Mas, Nyuh Kuning, Pengosekan, Batuan, Denpasar, dan juga Kamasan. Seiring publisitas Pita Maha yang menggema, beberapa pelukis berbakat dari Batuan juga terangkat, seperti Ida Bagus Widja, Ida Bagus Made Jatasura, Dewa Kompiang Kandel Ruka, Ida Bagus Ketut Togog, dan lain-lain.

Sesungguhnya yang menarik dalam sirkuit kreatif pelukis pedesaan Bali adalah menjadikan keluarga dan lingkungan desa sebagai republik seni yang merdeka; setiap pelukis senior yang telah diakui namanya, berserah untuk berbagi bakat dan ilmu pada garis keluarga dan lingkungan desa. Kehadiran mereka menjadi pertanggungjawaban publik; galib ketokohan yang lahir dari rahim masyarakat. Di sinilah kecakapan pribadi yang melembaga dan berbau wangi menjadi spora penyubur bakat generatif yang terpendam, seakan membangun daya tanding dengan desa lain. Sebagaimana dari I Ngendon lahir guru berwibawa seperti I Ketut Tombelos, I Ketut Kicen, I Wayan Taweng, dan lain-lain, kemudian mewariskan kepada murid-murid yang dalam dua dasawarsa belakangan begitu populer, sebut I Made Budi, I Wayan Bendi, maupun I Ketut Sadia.

Sistem pewarisan ini, dengan penuh pesona diwartakan film dokumenter produksi National Geografic, Bali Masterpiece of The Gods, (1990), produser Tim Kelly dan Thomas Skinner. Film ini meliput secara cermat bagaimana garis generasi seni Batuan tumbuh, diwakili seorang tokoh serba bisa, I Wayan Kantor, beserta anak-anaknya, yang selain piawai menari topeng juga gambuh dari didikan sang ayah, I Wayan Kakul, juga biasa melukis. Begitu pula, mereka hidup dalam alur lingkaran prosesi ritual dan praktik agraris. Pun menjadi bagian kegelisahan masyarakat desa yang semakin dikepung arus turisme.

Arena yang meluas

Sebuah pameran besar seni lukis Batuan, bertajuk sama dengan buku karya Bruce Granquist yang diluncurkan pada saat pembukaan yakni, Inventing Art The Paintings of Batuan Bali di Agung Rai Museum of Arts (ARMA), Ubud, berlangsung Sabtu (15/12) hingga 15 Januari 2013, menawarkan temuan kembali Batuan yang hidup dalam arena republik kreatif pedesaan. Batuan yang semakin dikepung pariwisata, juga ingar-bingar laku konsumsi kota, tetap menyisakan kemerdekaan untuk bersama menggurat garis sakti warisan tetua, dan juga menawarkan kecakapan pribadi.

I Made Cekeg, Gde Widyatara, Wayan Eka Mahardika, Made Griyawan, dan lain-lain, adalah bagian dari nama-nama baru pelukis Batuan yang mengetengahkan tema karya penuh daya kritisisme; menoreh batas kekaguman sekaligus riwayat penuh tanya dan selidik; mewarta tanpa kehilangan selera tertawa. Menjadi berbeda dengan seni lukis Batuan di era 1930-an yang membentang kisah penuh citra magis dan seram, kini semakin riang penuh warna.

Sebagai catatan, meskipun daulat estetika kolektif menjadi karakter jualan dalam republik seni lukis Batuan, sudah semestinya pribadi-pribadi pelukis tetap mengejar genial bahasa visual dan konsep ungkap. Tidak bisa dipungkiri memang, bahwa daya pukau dari artistik seni lukis Bali yang njelimet, rumit, memenuhi bidang gambar, tetap memesona khalayak pencinta seni. Namun, pergulatan kreativitas baru hendaknya selalu menggema dalam arena yang lebih luas, yang membutuhkan daya magis anyar untuk selalu memenangi pertarungan. Kabar gembira, sejak medio 1990-an, karya Wayan Bendi misalnya, telah disama kasta dan derajat dengan karya-karya kontemporer Asia pada umumnya. Semestinya banyak generasi kini desa Batuan berkompetisi mencari hal baru sambil mempertanyakan yang mapan. Semoga Komunitas Pelukis Baturulangun Batuan yang kini mewadahi praktik seni pelukis Batuan eksis sebagai arena pergulatan kreatif.

Wayan Kun Adnyana, Mahasiswa Program Doktor Pengkajian Seni Rupa ISI Yogyakarta.


12.40 | 0 komentar | Read More

Duh.. Perajin Songket di Pekanbaru Mulai Langka

Written By Unknown on Minggu, 23 Desember 2012 | 12.40

Duh.. Perajin Songket di Pekanbaru Mulai Langka

PEKANBARU, KOMPAS.com--Wali Kota Pekanbaru Firdaus mengakui perajin songket di daerahnya kini mulai langka dan kondisi ini telah mengakibatkan harganya mahal.

"Karena mahal dan sulit dicari maka songket tersebut hanya dipakai oleh kalangan tertentu saja," katanya dalam keterangannya di Pekanbaru, Provinsi Riau, Jumat.

Ia mengatakan itu juga terkait penilaian sejumlah pemerhati songket bahwa kebanggaan Orang Melayu terhadap kemolekan kain songket berbagai hasil budaya hampir tinggal menjadi "kebanggaan semu".

Menurut Firdaus, keberadaan Yayasan Maharatu dengan Anjungan Puan Sri Julang Songket diharapkan dapat mengembalikan kebanggaan atas songket Melayu itu antara lain meningkatkan jumlah perajin.

Songket Melayu, katanya, perlu dilestarikan, karena songket sebagai alat melestarikan budaya Melayu di tengah masyarakat.

"Masyarakat Melayu khususnya masyarakat Kota Pekanbaru memiliki kekayaan khasanah kebudayaan, di antaranya  tenun songket, bordir, sulaman tekad, rajut, kayu sungkai serta berbagai makanan khas Melayu yang cukup lezat dan menarik," katanya.

Berbagai hasil budaya tersebut, katanya lagi, telah menyiratkan masa keemasan Kesultanan Melayu pada masa lampau sangat gemilang. Kegemilangan tersebut juga terlihat dari berbagai hasil budaya yang bernilai tinggi yang sangat indah dan menarik, seperti terlihat dalam tampilan motif dan corak tenun songket Melayu Pekanbaru itu.

Ia menjelaskan bahwa salah satu ajaran budi pekerti Melayu khususnya Melayu Pekanbaru, menyatakan bahwa kesempuranaan seorang perempuan Melayu ditandai oleh kemahirannya dalam bertenun, bertekad, bersuji, dan bersulam.

"Dengan dasar tersebut maka seorong ibu Melayu berupaya mengajarkan dan mendidik anak perempuannya menguasai kemahiran bertenun yang diiringi falsafah dan niali budaya yang dilambangkan dengan corak motif dan ragi/desainnya," katanya.

Karena itu perlu terus disosialisasikan songket ke masyarakat, sebab jika sosialisasi sudah baik maka optimistis songket Pekanbaru akan makin berkembang pelestarian budaya Melayu, dan dalam bidang ekonomi.

Songket bisa dijadikan salah satu produk andalan dan cenderamata bagi pengunjung, dan perajin songket akan termotivasi dan berkarya terus mengembang songket ini.

"Keberadaan Yayasan Maharatu sekaligus diharapkan bisa mengupayakan  peluang pasar yang bagus dan pengembangan pasar ini dapat menciptakan lapangan kerja baru," katanya.


12.40 | 0 komentar | Read More

55 Musisi Ramaikan Sabang Jazz

BANDA ACEH, KOMPAS.com--Sebanyak 55 musisi dalam negeri dan luar negeri akan meramaikan Sabang Jazz Festival yang pertama digelar di Kota Sabang, Provinsi Aceh, 22 Desember 2012.

"Kebangaaan bagi kami bisa tampil di Aceh untuk menghibur masyarakat khususnya penikmat musik jazz  melalui kegiatan bertaraf internasional ini," kata musisi Jazz Dwiki Dharmawan di Banda Aceh, Jumat.

Dikatakannya, musisi Sabang Jazz Festival itu akan berkolaborasi dengan "rapai" yang merupakan salah satu alat musik tradisional Aceh, dan musisi lokal Rafli Kande.

Menurut Dwiki Dharmawan, pada Sabang Jazz Festival 2012 tersebut juga akan tampil Farid RM, Ita Purnama Sari, serta sejumlah nama lainnya yang cukup terkanal seperti  Steve Thornton, Ron Reeves, dan Naseem Nahid (mantan anggota grup musik Debu).

Keikutsertaan musisi lokal seperti Rafli Kande dengan alat musik tradisional rapai itu bertujuan salah satu upaya mengangkat musisi lokal sekaligus  memperkenalkan potensi daerah ke mancanegara, kata Dwiki Dharmawan.

"Kami berharap mungkin nanti di Aceh akan lahir RapaiJazz. Kami juga telah melakukan kegiatan serupa di sejumlah provinsi di Tanah Air yang berkolaborasi dengan musik/musisi tradisional," kata dia menambahkan.

Sementara itu bidang promosi pariwisata wilayah Sumatera pada Dirjen Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Raseno Aria, tujuan dari Sabang Jazz festival 2012 ini sebagai upaya pemerintah mengembangkan ekonomi kreatif selain juga promosi potensi wisata.

"Sisi lain yang terpenting dari festival ini adalah mengangkat kekayaan alam dan kearifan budaya lokal khususnya di Aceh. Kami mengharapkan dukungan semua pihak untuk menyukseskan kegiatan ini," kata dia menambahkan.

Menurut dia, potensi pariwisata Kota Sabang dengan keindahan eksotis alamnya dimasa mendatang diharapkan menjadi salah satu tujuan utama wisatawan mancanegara.

Karena itu, Raseno menjelaskan Kementeriaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perlu menggagas sebuah event yang pertama kali digelar ke Sabang, dengan harapan dimasa mendatang bisa menjadi agenda tahunan dalam upaya promosi potensi wisata wilayah ini.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh Raza Pahlevi, mengatakan pihaknya siap mengkampanyekan Sabang Jazz festival yang berkolaborasi dengan musisi lokal Rafli Kande dan alat masik tradisional Aceh Rapai.

"Kami meyakini banyak pecinta musik Jazz di Aceh karena musik ini lebih mendidik, apalagi tidak mustahil berkolaborasi dengan musisi lokal Rafli Kande dan alat musik tradisional rapai," kata Reza menambahkan.


12.40 | 0 komentar | Read More

Lelaki Berlongyi Biru - 8

Written By Unknown on Sabtu, 22 Desember 2012 | 12.40

Cerber Endah Raharjo

Bagian 6

Rapat bersama divisi advokasi yang dikoordinir Nanda berjalan cepat dan efektif. Kami langsung membahas program dan kegiatan. Salah satu wakil LSM yang hadir sudah menyiapkan banyak informasi, termasuk satuan-satuan biaya dan tarip, tinggal dimasukkan ke dalam rencana anggaran oleh Stephanie.
Dalam rapat sepanjang 2 jam itu aku bersikap serius. Tidak berusaha bercanda seperti kemarin. Ketika mereka membuat lelucon aku pura-pura tidak mendengar, berlagak mencatat sesuatu dengan iPad. Kalau semua rencana berjalan mulus seperti ini, mungkin dalam dua minggu pekerjaanku bisa kelar. Insiden pagi tadi membuatku ingin cepat pulang.
"Bree?" Stephanie menyentuh pundakku. Aku sedang memasukkan barang-barangku ke dalam ransel. Hanya tinggal Stephanie dan diriku di ruang rapat. Nanda dan tiga orang wakil LSM sudah pindah ke ruang yang lebih kecil. Masih ada hal-hal teknis yang harus mereka bahas.
"Ya?" aku tidak menoleh, pura-pura menata isi ransel.
"Kamu baik-baik saja?"
"I've had better days."
"Yeah..."
"Sebenarnya kemarin aku sudah melihat tanda-tanda kalau Soe Phyu tidak suka sama aku," kataku.
"Soe Phyu memang begitu. Jangan diambil hati. Tapi di luar itu, sebenarnya ada sesuatu yang – mungkin – kamu harus tahu," ada jeda beberapa detik dari kata 'mungkin' dan 'kamu harus tahu'. Mata abu-abu Stephanie lekat ke mataku.
"Ruang rapat akan dipakai," Yan Naing melongokkan kepalanya di ambang pintu.
"Oke!" Aku dan Stephanie bangkit bersamaan. 
"Kita teruskan di ruanganku? Atau..." Stephanie minta pertimbangan. Ia melihat sekeliling. Ada beberapa tamu yang hendak rapat bersama Yan Naing. Apapun yang hendak kami bicarakan sebaiknya tidak didengar orang lain. Sekilas kulirik ruangan Kyaw di sudut. Tak kulihat bagian atas kepalanya. Ia belum kembali. Mungkin ia berada di kantornya di lantai enam, atau bisa di mana saja meredakan amarahnya.
"Aku tidak ada acara sampai jam 3 nanti." Kulihat arlojiku. Pukul 12.30. Saatnya makan siang.
"Kita ke Network?"
"Boleh. Aku ambil dokumen dulu." Kudekati Thiri yang sedang duduk di meja bundar, makan mi Burma, semacam mi ayam berkuah santan. Kutanyakan dokumen yang tadi dikopi untukku. Katanya ada di mejanya, di dalam map merah, ia memintaku mengambil sendiri. Aku ucapkan terima kasih, memberi tahu kalau aku dan Stephanie akan keluar makan siang. Aku tak perlu minta ijin atau lapor siapapun soal jam istirahatku, namun aku ingin ada yang bisa menjawab kalau-kalau Kyaw muncul dan menanyakan keberadaanku.

Tak sampai lima menit kami sampai di kedai kopi Network. Hanya ada satu meja kosong, itupun di dekat pintu menuju toilet. Aku mengangkat bahu ketika Stephanie minta pendapatku. Di sebelah Network ada juga kedai kopi, namun tanpa AC dan tidak tersedia akses internet.
"Aku tidak butuh online. Kamu?" Stephanie berdiri di ambang pintu, memandang meja di dekat toilet itu.
"Aku juga tidak."

Kami menuju kedai kopi di sebelah. Lebih kecil, sederhana, bergaya lokal, mirip warung-warung soto di Jogja. Bedanya di atas meja tidak ada kaleng kerupuk. Hanya ada dua orang yang duduk di situ, keduanya bule, di meja terpisah, asyik dengan laptop masing-masing. Dua belas meja lainnya kosong. Kami memilih yang paling dekat jendela. Stephanie ingin merokok.

"Kamu tidak akan lama di sini. Hanya tiga minggu. Jadi sebaiknya kamu segera tahu," perempuan bertubuh langsing itu menyulut rokoknya. Kuamati raut wajahnya. Di pinggir pipinya, di dekat telinga, ke bawah hingga ke dagunya ditumbuhi bulu-bulu lembut warna terang. Sepasang alis matanya tebal, lebih terang dibanding rambutnya yang berwarna chesnut. Ia sudah setahun berada di Myanmar namun kulitnya masih pucat.
"Soe Phyu tadi menyebut nama Labya." Ia mengangkat mata dari rokoknya.
"Labya itu nama orang?"
"Ya. Labya. Nama seorang perempuan. Kekasih Kyaw Win. Labya Roi San. Perempuan Kachin."
"Was a Kachin woman?" kuuulangi kata-katanya, dengan penekanan pada 'was'.
"Ya. Sudah meninggal."
"Oh!"
"Wajahnya mirip kamu. Sangat mirip. Hanya ia lebih kurus dan rambutnya lurus. Kalian pantas menjadi kakak-adik," ia menghisap rokoknya kuat-kuat, sampai aku kuatir seluruh batangnya akan tersedot masuk ke paru-parunya. "Tragis."
"Kenapa memangnya?"
"Labya itu mata-mata KIA. Ia menyamar, menjadi pacar seorang letnan militer Burma. Selain itu, sesekali ia ikut menyelundupkan opium ke wilayah Yunnan, mencari tambahan dana untuk biaya operasional. Membeli senjata, suplai, apa saja," Stephanie mematikan rokoknya yang masih lebih separuh. Ia lalu meraih cangkir kopi, menyeruput pelan-pelan, memandang ke luar jendela.

Langit Yangon sudah tak sejernih pagi tadi. Tampak gumpalan awan berserakan, mengambang.
"Ia perempuan pemberani dan keras. Ketika mulai pacaran, kabarnya Kyaw Win tidak tahu kalau Labya itu mata-mata. Kyaw Win jatuh hati pada perempuan itu. Ia menyukai perempuan berkarakter kuat. Ia baru tahu setelah Labya dibunuh oleh militer, ketahuan sebagai mata-mata. Ia disiksa, diperkosa beramai-ramai berhari-hari, sampai mati. Ia ditelanjangi, tubuhnya diikat di batang pohon yang dirobohkan, kambiumnya dibacok begitu rupa, setiap kali ada lelaki menindihnya kulit punggungnya tergores..."
"Cukup!" Aku merinding sampai bintil-bintil di kulitku menyerupai kulit kodok.
"Aku tahu sebulan setelah bekerja di sini. Seorang anggota KIA yang bercerita, teman baik Zau Bawk."
"Apakah banyak yang tahu?"
"Sudah tentu. Orang saling bicara tentang orang lain. Dimana-mana begitu. Tapi satu-satunya orang kantor yang tahu persis hanya Soe Phyu. Sejak itu Kyaw Win selalu sembunyi-sembunyi kalau ke Kachin."
"Dia takut?"
"Lelaki seperti dia?" Stephanie mendengus keras. "Bukan takut. Ia tidak ingin mati konyol. Ia punya misi besar dan ia tidak ingin gagal hanya karena salah perhitungan. Ia memilih menolong lewat jalan damai."
"Kasihan Labya."
"Tidak. Ia sadar kalau menjadi mata-mata berarti menyabung nyawa. Keluarganya bangga, percaya ia tidak mati sia-sia. Ia mati untuk memperjuangkan perdamaian, merebut hak kaumnya dari cengkeraman Burma. Keluarganya sekarang entah di mana. Mungkin di Thailand. Yang pasti tidak di China."
"Mengapa kamu menceritakan hal ini?"
"Karena peristiwa tadi pagi. Karena aku tidak ingin ada hal buruk terjadi padamu."
"Mengapa ada hal buruk mengancamku?"
"Mungkin tidak ada. Tapi kamu perlu waspada. Lihatlah cara Soe Phyu menyerangmu tadi."
"Apakah ada mata-mata di tubuh forum?"
"Aku tidak tahu, tapi kemungkinan selalu ada. Mungkin tidak di dalam tim pengurus inti, mungkin staf LSM anggota."
"Untuk apa? Bukannya kegiatan kalian fokus pada bantuan kemanusiaan."
"Ah! apa kamu senaif itu?"
"Mungkin saja aku naif kalau sudah sampai pada urusan politis begini."
"Kamu tahu mengapa bantuan kemanusiaan dipersulit masuk ke wilayah konflik? Banyak petinggi militer, konglomerat dan elit pemerintah yang tidak ingin kelompok etnis minoritas berdaya"
"Ya. Tentu saja. Tapi apa hubunganku dengan Soe Phyu. Mengapa ia menyerangku?"
"Ia sudah lama berteman dengan Kyaw Win. Mereka menjadi aktivis sejak masih remaja. Kyaw Win tertembak kakinya dalam tragedi 1988. Usianya saat itu baru 10 tahun." Jadi usia Kyaw sekarang 34 tahun, pikirku. Aku sudah membaca dokumen tentang pemberontakan di Myanmar yang dikenal dengan the Uprising 8888 itu. "Soe Phyu kenal baik dengan Labya. Katanya dulu dia sudah memberi tahu kalau Labya itu mata-mata KIA, namun Kyaw Win tidak peduli." Stephanie meletakkan siku kanan di atas meja, menopang dagunya. "Labya mati sangat muda. Dua tahun lalu, usianya kira-kira baru 23 tahun," Stephanie menarik nafas, "Soe Phyu sejak awal menuduh Kyaw Win memilih kamu karena kemiripanmu dengan Labya. Kalau rambutmu lurus dan diponi begini, kalian orang yang sama," dengan gerakan lima jari tangan Stephanie membuat poni di depan keningnya.

Stephanie menarik sebatang rokok dari kotaknya. Kali ini ia tidak menyulutnya, hanya mempermainkan dengan jemarinya. Tiba-tiba rasa laparku hilang.
Aku datang ke negeri ini atas keinginanku sendiri. Meskipun hanya menjadi semacam sekrup, aku ingin ikut andil dalam menggelindingkan roda keadilan dan menegakkan fondasi demokrasi di negeri yang lama dilupakan orang ini. Aku tiba-tiba merasa kecil, tidak berguna, asing, dan sendiri.
Aku jadi kangen sahabatku, Riana, akuntan di sebuah perusahaan internasional ternama di Surabaya. Sebagai sesama jomlo, kami sering menghabiskan akhir pekan bersama. Sebelum aku berangkat ke Yangon, kami pergi ke Bali, menginap dua malam di rumah sahabat kami, Tristi, yang menikahi lelaki Australia dan punya homestay di Gianyar.

Waktu itu Riana dan Tristi meledekku, mengapa aku begitu getol hendak menyelematkan dunia. Tentu saja mereka melebih-lebihkan. Aku hanya ingin bisa memberikan keahlianku pada orang-orang yang menurutku berhak menerima. Sebagai arsitek aku bisa bekerja pada konsultan atau kontraktor bangunan di Jakarta atau di kota-kota besar lain.

Mas Okto pernah mengenalkanku pada teman baiknya, orang Jerman yang punya biro arsitek di Singapura. Waktu itu ia menawariku magang di kantornya, kalau kinerjaku baik, setelah enam bulan aku akan diangkat menjadi staf. Namun aku menolak. Mungkin saja aku akan banyak uang karenanya, namun ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa diukur dengan uang, salah satunya kusebut kemanusiaan.

Aku yakin, konflik di muka bumi ini terjadi akibat dilecehkannya kemanusiaan. Orang lebih menghargai barang-barang, benda-benda. Demi memiliki segala benda yang ia ciptakan sendiri, manusia rela menyingkirkan, melukai, bahkan membunuh sesamanya; lupa bahwa barang-barang itu semestinya hanya sekedar alat bantu, bukan tujuan.

Aku pertama kali mengenal dunia LSM sehabis terjadi gempa bumi di Jogja pada Mei 2006. Saat itu aku hampir lulus sarjana. Aku menjadi relawan di sebuah LSM lokal. Selain bertugas membantu masyarakat mendirikan temporary shelter – yang sering disingkat T-shelter lalu dibakukan jadi huntara, dari hunian sementara – aku juga ditugasi membantu manajer program menyusun proposal, karena kemahiranku berbahasa Inggris dan Jerman.

Aku cepat belajar. Setelah wisuda, beberapa bulan kemudian, aku direkrut oleh sebuah LSM internasional yang punya field office di Jogja. Aku bekerja di lembaga itu sampai akhir 2009, saat program penanganan pasca-gempa yang mereka kelola berakhir. Aku dinilai pintar menyusun proposal – kata atasanku proposalku sangat realistis dan mudah dipahami serta diterapkan oleh masyarakat awam. Aku lalu direkrut oleh lembaga donor. Tugasku mengevaluasi dan menyelia semua proposal yang diajukan oleh para mitra. Aku pernah ditugaskan di Manila, Thailand dan India.
"Bree? Are you still with me?" Suara Stephanie sayup-sayup membangunkanku dari lamunan.
"Kita sebaiknya kembali ke kantor. Sore ini juga aku harus menyelesaikan bagian proposal yang tadi kita sepakati," kataku.
"Kita tidak jadi makan."
"Aku tidak lapar," kuhabiskan minumanku.
"Biar aku yang bayar."
"Hey! Aku akan bayar sendiri. Aku juga akan membeli roti itu. Sepertinya enak," mataku meneliti etalase kecil di samping meja kasir.
"Aku juga mau satu."
"Mungkin sebaiknya aku beli dua."
"Kamu sudah menerima uang saku?" Stephanie melihat dompetku.
"Belum. Tapi aku punya cukup uang. Tidak apa-apa. Aku kaya." Aku tertawa. Mas Okto memberiku 20 lembar Uncle Ben, begitu caranya menyebut uang pecahan seratus dolar.
"Soal dana kegiatanmu itu?"
"Jangan khawatir. Aku hanya akan menerima uang saku. Biar saja dana itu dikelola forum. Soe Phyu benar, meskipun dia kasar. Aku tidak begitu paham tata cara di sini, kalau forum yang mengatur, pasti lebih tepat sasaran."

Stephanie menatapku penuh rasa terima kasih. Aku merasa tidak berhak menerima tatapan semacam itu. Aku datang ke Yangon bukan untuk uang. Aku yakin Stephanie juga bukan orang yang mementingkan uang. Kalau itu yang kami cari, kami jelas telah salah memilih cara dan lembaga.


12.40 | 0 komentar | Read More

20 Tokoh Seni Jabar Akan Terima Penghargaan

BANDUNG, KOMPAS.com--Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan  akan menyerahkan penghargaan kepada 20 tokoh seni budaya dan pariwisata di Kota Bandung, Minggu (23/12).

"Ke-20 tokoh tersebut di antaranya empat penerima Penghargaan Khusus, 11 Penghargaan Bidang Seni dan Budaya, lima Penghargaan Pariwisata," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Nunung Sobari di Bandung, Jumat.

Nunung menjelaskan tim penilai ke-20 tokoh tersebut diketuai oleh Prof Dr Hj Nina H Lubis, Afryanto S Kar MM, Prof Iyus Rusliana SST, Herry Dim, Soni Farid Maulana, Drs Gustaff Iskandar SSn, Dr H Moh Liga Suryadana, H Herman Muchtar dan Khoirul Fajri SE MM.

"Melalui waktu yang cukup panjang, hasil penilaian berdasarkan evaluasi sejak tahun lalu. Tidak hanya berdasarkan data yang sudah ada serta usulan dari kabupaten/kota saja, melainkan juga berdasarkan penilaian dari tim juri, dengan melakukan survei ke kabupaten/kota, ke calon-calon penerima penghargaan," katanya.

Tujuan diselenggarakannya acara ini,  lanjut Nunung, sebagai bentuk apresiasi pemerintah provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, kepada tokoh/pelaku/komunitas seni budaya dan pariwisata yang telah berkiprah di bidangnya dan berhasil mengharumkan nama Jawa Barat, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

"Selain itu, pemberian penghargaan ini sebagai upaya menstimulus generasi muda supaya terpacu untuk lebih banyak berkarya," katanya.

Ia mengatakan, hal ini juga untuk lebih memperkenalkan kepada generasi muda tentang keberhasilan di bidang seni budaya dan pariwisata ini bahwa terdapat tokoh-tokoh yang patut untuk diteladani.

"Para tokoh dan komunitas ini  patut untuk diteladani, agar generasi muda bias berkarya seperti mereka, bahkan bisa lebih banyak berkarya di bandingkan dengan mereka," katanya.

Dikatakannya, sebagai bentuk penghargaan kepada ke-20 tokoh seni budaya dan pariwisata ini, pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberikan uang kadeudeuh dan piagam penghargaan.

"Uang yang akan diserahkan nanti, tidak sebanding dengan apa yang telah para tokoh/komunitas/pelaku lakukan kepada pengembangan kesenian, kebudayaan dan pariwisata di Jawa Barat," katanya.

Ia mengatakan pada 2009, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat memberikan penghargaan kepada ke-19 pelaku seni, budaya, kepariwisataan dan hiburan.

Kemudian pada 2010 Pemprov Jawa Barat memberikan penghargaan kepada 20 tokoh seni, budaya, dan pariwisata.


12.40 | 0 komentar | Read More

Operasi bin Laden "Code Name: Geronimo"

Written By Unknown on Jumat, 21 Desember 2012 | 12.40

JAKARTA, KOMPAS.com--Enam tentara yang tergabung dalam Sea, Air, Land Teams atau yang biasa disebut U.S Navy SEALs tidak pernah menyangka mereka akan terlibat dalam penangkapan orang nomor satu di Al-Qaeda, Osama bin Laden.

Stunner (Cam Gigandet), Cherry (Anson Mount), Trench (Freddy Rodriguez), Mule (Xzibit), dan Sauce (Kenneth Miller) kala itu bertugas di perbatasan Pakistan. Setelah baku tembak dengan penduduk setempat yang menewaskan rekan mereka, D-Punch (Tait Fletcher), mereka ditarik kembali ke Amerika Serikat.

Mereka diminta untuk bergabung dengan Skipper (Robert Knepper) untuk bergabung dalam misi khusus, penggerebekan seorang tokoh yang oleh CIA dijuluki The Pacer. Petinggi CIA yang diperankan oleh William Fichtner menjelaskan target adalah seorang pria dengan tinggi badan 190 centimeter. Mereka memberi kode pada target dengan nama "Geronimo".

Sutradara John Stockwell menceritakan misi penggerebekan Osama bin Laden ini secara kronologis. Ia memilih membuka film dengan interogasi seorang kurir Al-Qaeda yang membuat mereka menemukan orang-orang yang terkait dengan jaringan tersebut.

Cerita bergulir ke tahapan-tahapan yang dilalui para agen CIA dalam misi ini. Vivian Hollins (Kathleen Robertson) begitu yakin bin Laden masih hidup dan bersembunyi di sebuah kompleks tertutup di Abbottabad, Pakistan.

Sementara itu rekannya Christian terus meyakinkan atasannya bahwa bin Laden sudah tidak ada. Ia beralasan telah lama tidak ada serangan dari pimpinan Al-Qaeda itu. Ia juga berpendapat isu mengenai bin Laden belakangan ini hanya permainan politik belaka.

Agar tidak terlalu melebar, Stockwell membatasi kronologis penangkapan mulai dari Januari tahun 2011, saat CIA menemui titik terang lokasi bin Laden hingga penggerebegan yang terjadi pada 2 Mei pukul 01.00 dini hari.

Stockwell juga memasukkan unsur humanis para tentara yang sedang bertugas dalam misi khusus itu. Disela latihan, mereka menyempatkan diri menghubungi keluarga mereka yang berada di AS melalui panggilan video.

Sisi lembut para tentara khusus itu terbangun karena Stockwell menyajikan adegan tersebut bergantian dengan latihan yang mereka jalani menjelang misi khusus, seperti menembak dan mengenali target.

"Kami tidak bisa membahas pekerjaan di sini. Nanti segera pulang," janji Mule yang ketika itu sedang menghubungi sang ayah.

Kerinduan Stunner dan kawan-kawan juga ditunjukkan ketika sebelum pergi tidur, mereka memandangi foto anak-anak mereka atau menyempatkan diri berkirim kabar melalui ponsel.

Stockwell juga menggambarkan rintangan yang mereka hadapi untuk menjalankan misi ini. Hollins sempat mendapa penolakan mentah-mentah dari staf kepresidenan mengenai rencana penggerebekan ini.

"Kalau kau gagal, tidak ada yang tahu namamu," kata Leon Panetta, staf presiden AS.

Stockwell yang juga pernah bermain dalam "Top Gun" sebagai Cougar menyoroti upaya penangkapan bin Laden melalui tiga aspek: kantor CIA yang berada di AS, dua agen lokal CIAA di Pakistan yang ditugasi unutk mencari lokasi bin Laden, dan enam tentara Navy SEALs.

Sayangnya, sulit untuk menentukan siapa yang menajdi fokus utama dalam penggerebekan di Abbottabad ini. Stockwell memberi porsi yang sama kepada tiga aspek itu untuk menunjukkan peran mereka masing-masing dalam penggerebekan yang menyebabkan tewasnya pemimpin Al-Qaeda itu.

Stockwell tak lupa memasukkan pidato Presiden Barack Obama yang menyiarkan kematian Osama bin Laden dalam operasi militer mereka dan mengapresiasi kerja para pihak yang terlibat dalam penangkapan itu.


12.40 | 0 komentar | Read More

Lelaki Berlongyi Biru - 7

Cerber Endah Raharjo

Bagian 5


Longyi berlatar hitam bermotif garis-garis hijau di ujung bawah yang dikenakan Thiri membuatku iri. Aku harus membeli yang semacam itu untuk kubawa pulang ke Jogja, seruku dalam hati. Aku harus mengajaknya ke pasar akhir pekan nanti.
"Bree?" Thiri memiringkan kepala ke kiri, mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya mencoba mencari-cari mataku yang mengagumi longyinya. "Ada yang bisa kubantu?" ia duduk sambil berkecak pinggang. Perempuan tengah baya bertubuh ramping ini memang lucu. Sejak kemarin kuperhatikan ia suka sekali menggunakan bahasa tubuh untuk menunjukkan pikirannya.
"Longyimu cantik sekali."
"Aaah. Ini di pasar Bogyoke banyaaak. Muraaah." Tawanya menghidupkan ruangan yang masih sepi.
Sekilas tadi kulihat Stephanie sudah duduk di depan laptopnya. Yan Naing sudah tak terlihat di meja bundar. Kantor forum LSM ini baru mulai sibuk sekitar pukul 10. Kira-kira 15 menit lagi aku akan rapat dengan Nanda dan tiga wakil LSM yang bergabung di forum ini, yang bertanggungjawab untuk urusan advokasi.
"Kyaw memintaku menemuimu," aku duduk di kursi di depan mejanya.
"Ya. Uang saku dan dana kegiatanmu sudah kami terima."
"Dana kegiatanku?"
"Ya. The White Dove memberimu dana kegiatan juga. Kamu tidak tahu?"
Aku menggeleng. "Untuk apa? Bukannya semua sudah dibiayai forum? Lagi pula aku tidak akan membuat kegiatan sendiri."
"Kamu tidak menerima ini?" Thiri membuka map hijau, mengeluarkan dokumen tipis, seperti sebuah surat dengan beberapa lembar lampiran. "Kemarin sudah kutaruh di atas mejamu."
"Itu bukan haknya!" Suara ketus kudengar dari belakangku. Suara Soe Phyu. "Itu hak lembaga. Dia tidak berhak mengelola dana."
Aku menengok cepat, seperti ada sesuatu menyengat leherku dari belakang.
"Tidak begitu. Aku tahu pasti, Bree berhak mengelola dana itu untuk kegiatannya, bukan..."
"Dia cuma diperbantukan. Lagi pula dia tahu apa? Bahasa Burma saja dia tidak bisa."
Ada sesuatu, entah apa, mungkin rasa dengki, yang membuat tatapannya serupa malam, gelap dan mengancam. Kakiku seperti terpaku, jantungku berdebar-debar. Aku tidak bisa memutuskan antara membela diri atau menunggu Thiri bicara atas namaku.
"Kita perlu dia. Kita yang mengajukan bantuan dan mereka berbaik hati mengirimnya ke sini.  Kita sama sekali tidak keluar biaya. Kecuali uang sakunya, dia tidak tahu kalau ada dana lain. Tapi aku wajib memberi tahu. Bisa saja dana itu ia serahkan untuk dikelola forum atau dia akan merancang sendiri penggunannya. Terserah dia."

Soe Phyu menjawab Thiri dengan bahasa Burma. Mereka beradu mulut tentang diriku, dengan bahasa yang tak kumengerti, seolah aku tidak ada di dekat mereka.
"Jadi kamu yang mengambil dokumen itu dari mejanya." Thiri kembali berbahasa Inggris.
Namun Soe Phyu tetap menjawab dengan bahasa Burma. Ia sengaja mempermalukanku, membuatku jadi cecunguk. Suara mereka makin keras. Aku yakin semua yang ada di kantor bisa mendengar, termasuk Stephanie dan Nanda yang tadi kulihat masuk ke ruang rapat. Aku seharusnya bergabung dengan mereka.
"Cukup!" Kyaw keluar dari ruangannya. "Kalian mempertengkarkan sesuatu yang tidak penting."
Soe Phyu membantah dalam bahasa Burma. Matanya mencereng di balik kacamatanya.
"English, please! Respect yourself by respecting others! Do you want to be treated the way you're treating her?"
"Oh! Sekarang kamu membela orang asing!"
"Ini bukan urusan bela-membela. Ini urusan Thiri memberi tahu Bree kalau ada dana yang bisa dipakai untuk kegiatannya. Tapi kamu mencampuri urusan mereka."
"Aku punya hak untuk tahu semua urusan forum. Aku tidak setuju orang asing mendapat hak mengelola dana."
"Ini bukan uang kita. Ini uang The White Dove yang dititipkan kita untuk kegiatan Bree."
"Bree! You named her as if she's your pet!" Soe Phyu mencibir ke arahku, matanya setajam belati, mengoyak harga diriku. "Bree atau Labya?" Lelaki kurus itu mengangkat tinggi dagunya, nafasnya memburu, dua lengannya sedikit membuka, seakan siap menerkam Kyaw.
Aku tidak tahu apa itu 'labya' yang diucapkan Soe Phyu dengan sinis. Suasana hening. Dengan ekor mata kulihat Stephanie membuka pintu ruang rapat, menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu.
"Kamu keluar, atau aku?" Suara Kyaw rendah, sangat rendah hingga menyerupai geraman. Ia memang menggeram, seperti binatang terluka.
Soe Phyu menuding Kyaw tanpa kata-kata, mengibaskan longyi coklatnya, kemudian bergegas pergi. Diriku seakan keluar dari tubuhku, melayang-layang. Selama hidup aku belum pernah berada dalam situasi semacam ini. Dijadikan obyek perdebatan seolah aku tak ada. Aku kesulitan kembali memasuki ragaku, sampai Thiri menyentuh pundakku.
"Duduk, Bree," katanya, menarik kursi. Aku menuruti kata-katanya.
"Jelaskan pada Bree semua yang ia perlu tahu." Kyaw memandangku dan Thiri bergantian. "Maaf, Bree. Seharusnya ini tidak terjadi. Ini salahku." Ia berbalik, melangkah ke luar. "Kalian rapat tanpa aku. Aku butuh udara segar," katanya melewati Stephanie. 

Aku membeku seperti manekin, lidahku lengket di dalam mulut, namun mataku masih bisa berkedip- kedip, memandang punggung lelaki itu. Aku merasa terkucil, tidak berarti, disepelekan. Mungkin seperti inilah perasaan seorang ibu tiri. Aku pernah melihat staf LSM di Jogja bersikap sinis terhadap relawan ahli yang diperbantukan dalam programnya. Ia juga berulah mirip Soe Phyu. Ia merasa lebih berpengalaman dan lebih mengenal berbagai situasi di wilayah kerjanya; merasa lebih berhak atas semua urusan di dalam lembaganya.

Ia tak ingin otoritasnya diganggu orang asing yang tiba-tiba datang – dari awang-awang – membawa segala macam ilmu dari tempat lain; bersikap seakan serba tahu.
Aku merasa tidak bersikap sok jago di kandang orang seperti itu. Atau jangan-jangan tanpa kusadari aku memang demikian? Siapa yang bisa melihat kurap di hidung sendiri? Aku harus mencari cermin.

Harus kutanyakan pada seseorang di sini kalau-kalau aku telah berlaku arogan sejak pertama datang, sampai-sampai ada yang merasa terganggu.
"Bree." Thiri mengusap-usap tangan kananku yang terkulai di atas mejanya, "kamu baik-baik saja?"

Suaranya khawatir.
"Ya. Tidak apa-apa," kataku, mencoba mengumpulkan diriku ke dalam ragaku. "Katakan, Thiri, apakah aku telah berbuat keliru? Jujurlah. Aku tidak ingin menjadi semacam kerikil dalam sepatu."
"Soe Phyu memang keras dan sedikit tinggi hati. Dia selalu bersikap begitu terhadap orang asing.

Stephanie juga pernah merasakannya. Soe Phyu beranggapan orang asing tidak mengerti persoalan kami, tidak berhak ikut campur urusan kami. Kamu sabar saja. Nanti lama-lama dia berubah kalau sudah melihat hasil kerjamu."
"Aku tidak akan lama di sini. Hanya tiga minggu." 
"Kalau begitu, tak perlu buang waktu membahas soal ini. Mereka sudah menunggumu," Thiri menoleh ke arah Stephanie. Perempuan Inggris itu masih menyenderkan tubuhnya ke kusen pintu, matanya tak berkedip memandangku. Nanda tetap duduk di ruang rapat, hanya bagian atas kepalanya saja yang bisa kulihat. Aku yakin Yan Naing dan entah siapa lagi yang berada di dalam kantor pasti mendengar dan elihat drama yang tak selesai itu.
"Bree?" Thiri mengguncang lenganku.
"Ya. Kita bicarakan nanti saja."
"Akan kubuatkan kopinya." Thiri menepuk-nepuk dokumen keuangan yang tadi hendak ia tunjukkan adaku, yang salinannya ternyata diambil Soe Phyu dari atas mejaku.
"Oke. Ce-zu naw," kataku. Thiri tersenyum indah sekali, berusaha membuatku tenang. Perempuan itu idak hanya piawai memilih longyi, ia juga pintar membuat orang merasa nyaman.
"Longyimu. Kamu harus mengantarku membeli yang seperti itu." Sekali lagi kupuji longyinya, untuk encairkan suasana.
Aku memasuki ruang rapat bersamaan dengan masuknya tiga orang wakil LSM anggota forum. Untung ereka sedikit terlambat, kalau tidak, penonton drama satu babak tadi pasti bertambah banyak.

***


12.40 | 0 komentar | Read More

Buku Sejarah Bogor Diluncurkan

Written By Unknown on Kamis, 20 Desember 2012 | 12.40

BOGOR, KOMPAS.com--Buku sejarah Bogor yang mengisahkan perjalanan Bogor dari periode ke periode mulai dari tahun 130 hingga 2011 diluncurkan.

"Buku 'Bogor dari Periode ke Periode 130-2011' ini mengisahkan perjalanan dan perkembangan Bogor mulai zaman Kerajaan Salaka hingga pemerintahan wali kota dan bupati Bogor saat ini," kata R Hilman Hafiz, selaku pengarah buku, di Bogor, Rabu.

Hilman mengatakan, buku karangannya tersebut memiliki tebal 490 halaman, diluncurkan secara resmi pada Senin (17/12) kemarin.

Ketertarikannya menulis buku tentang sejarah Bogor dari periode ke periode tersebut sebagai upaya mengabadikan sejarah Bogor dalam sebuah buku yang bisa dinikmati semua orang.

Rencananya, lanjut Hilman, buku "Bogor dari Periode ke Periode" tersebut akan segera dipasarkan.

"Dalam waktu dekat, buku akan dipasarkan ke masyarakat luas seharga Rp300.000 per eksemplar," kata Hilman yang merupakan budayawan dari Gelar Seni Balai Seni Sekar Pakuan Bogor.

Kehadiran buku "Bogor dari Periode ke Periode" disambut baik Kepala Badan Koordinator Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah (BKPP) I, Anang Sudarna.

Menurut dia, kehadiran buku tersebut mengungkap fakta-fakta sejarah yang merupakan jawaban terhadap rumor  beredar  yang menyatakan  kerajaan-kerajaan di Tatar Pasundan hanya mitos belaka.

"Adanya prasasti Ciaruteun, Batutulis, Kawali serta sejumlah peninggalan lainnya, menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan tersebut memang ada. Dengan mengakui peradaban yang pernah ada, menjadikan kita bangsa yang besar serta menghargai para pejuang kita," katanya.

Sementara itu, Asisten Umum Sekretariat Daerah Kota Bogor Arief M. Budiyanto menyambut baik kesuksesan tim penulis dalam membukukan perjalanan sejarah perkembangan Bogor dari satu masa ke masa lainnya.

"Diharapkan dengan diluncurkannya buku tersebut, akan saling melengkapi dengan buku-buku sejarah yang telah diterbitkan sebelumnya, serta memperkaya data dan informasi yang bisa dikaji dan dipelajari  oleh masyarakat sebagai pembaca," ujarnya.

Menurut Arief, sejarah bukanlah sekedar cerita atau dongeng masa lalu, namun merupakan catatan penting bagi setiap orang untuk belajar dan mengambil pengalaman tentang sesuatu yang terjadi di masa lalu.

"Mereka yang alpa mengambil pengalaman sejarah akan dipaksa oleh sejarah untuk mengulangi kekeliruan-kekeliruan dengan harga yang sangat tinggi," kata Arief. 

Sedangkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Rudi Gunawan, mengharapkan  kehadiran buku tersebut akan semakin memperkaya khazanah sejarah dan budaya Bogor serta berhasil meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai sejarah sebagai sarana pembelajaran untuk hidup lebih arif, bijaksana dan berkualitas.

"Kuatnya ikatan sejarah dengan masa lampau, tidak berarti menjadikan masyarakat terjebak di masa lalu, melainkan untuk memperkaya nilai-nilai filosofi dan kearifan lokal yang dimiliki agar lebih memahami masa kini dan masa yang akan datang," katanya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Jakarta Gelar 121 Acara Sambut Tahun Baru

JAKARTA, KOMPAS.com--Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta menyatakan terdapat sebanyak 121 acara yang akan berlangsung pada malam pergantian tahun di ibukota.

"Sampai 18 Desember 2012, sudah ada sebanyak 121 acara malam tahun baru yang kami izinkan untuk digelar di berbagai penjuru Jakarta," kata Kepala Disparbud DKI Jakarta Arie Budhiman di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu.

Sebanyak 121 acara tersebut, sambung Arie, berlangsung di 85 lokasi tempat usaha hiburan, seperti bar, diskotik, hotel, klub malam, pub, kafe, taman atau kawasan rekreasi, restoran serta pusat-pusat perbelanjaan atau mal.

"Di Jakarta Pusat ada 63 acara hiburan di 34 tempat usaha, Jakarta Utara ada 11 acara di 8 tempat usaha, Jakarta Barat ada 14 acara di 14 lokasi, Jakarta Selatan ada 26 acara di 26 lokasi dan Jakarta Timur ada lima acara di tiga lokasi," ujar Arie.

Menurut Arie, jenis-jenis acara hiburan yang disajikan dalam rangka menyambut tahun baru 2013 itu, antara lain pertunjukan kesenian, musik, film dan hiburan lainnya.

Acara-acara tersebut, kata dia, akan berlangsung pada tanggal 31 Desember 2012 mulai pukul 19.00 WIB malam hingga 1 Januari 2013 pukul 04.00 WIB dinihari.

"Kami memperkirakan jumlah pertunjukan yang akan digelar pada malam tahun baru akan terus meningkat hingga H-2 menjelang malam puncak pergantian tahun," kata Arie.

Terkait pengawasan pada malam tahun baru, lanjut Arie, akan dilakukan secara terpadu oleh sejumlah 420 personil yang tergabung dalam tim pengawasan terpadu malam tahun baru 2012/2013.

"Tim pengawasan terpadu ini berasal dari berbagai macam unsur, antara lain  Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebanyak 250 personil, kemudian Disparbud dan Dinas Pelayanan Pajak masing-masing sebanyak 20 personil," tutur Arie.

Selain itu, Arie menambahkan masih ada personil dari Inspektorat, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Biro Hukum dan Asisten Kesejahteraan Masyarakat masing-
masing 10 personil, Polda Metro Jaya sebanyak 30 personil, unsur asosiasi terkait sebanyak 10 orang dan unsur wilayah sejumlah 50 orang.


12.40 | 0 komentar | Read More

Pelaku Pembakaran Honai Harus Dihukum!

Written By Unknown on Rabu, 19 Desember 2012 | 12.40

Pelaku Pembakaran Honai Harus Dihukum!

Selasa, 18 Desember 2012 | 22:07 WIB

WAMENA, KOMPAS.com--Ratusan warga yang berasal dari berbagai suku di Lembah Baliem, Wamena, Papua, meminta aparat kepolisian menangkap dan memproses hukum para pelaku pembakaran honai adat yang mereka duga melibatkan oknum-oknum polisi.

"Honai adat merupakan tempat yang sakral karena di tempat itulah masyarakat melakukan musyawarah bila menghadapi sesuatu serta tempat menyimpan benda benda yang berhubungan dengan adat istiadat," kata salah satu kepala suku Melianus Wamo di hadapan Wakapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw di Wamena, Selasa.

Dalam pertemuan itu, Wakapolda didampingi Bupati Jayawijaya Wempi Wetipo dan sejumlah pejabat di lingkungan TNI dan Polri di Wamena.

Honai adat yang berlokasi di Jalan Trikora, Wamena itu dibakar orang tak dikenal Minggu (16/12) malam sekitar pukul 23.30 WIT, sesaat setelah terbakarnya pos polisi Wouma yang berjarak hanya sekitar 500 meter.

Dikatakannya, hukuman seharusnya tidak saja dijatuhkan kepada pelaku tetapi juga yang memberikan perintah karena tidak mungkin mereka melakukan pembakaran tanpa adanya perintah.

Selain meminta para pelaku pembakaran segera ditangkap dan dijatuhi sanksi, masyarakat yang membawa panah dan busur serta tombak itu juga meminta agar penangkapan yang saat ini dilakukan polisi terhadap warga sipil segera dihentikan karena umat Kristiani sedang menyambut Natal.

"Polisi untuk sementara tidak melakukan penangkapan karena masyarakat sedang siap siap menyambut datangnya natal sehingga suasana sukacita dapat dirasakan semua warga," harap Wamo.

Mendengar permintaan tersebut, Wakapolda Papua mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan guna mengungkap siapa pelaku pembakaran honai adat termasuk juga pelaku pembakaran pos polisi Wouma.

Menurut Waterpauw, saat ini Propam Polda Papua sedang meminta keterangan dari anggota yang bertugas guna memastikan ada atau tidaknya anggota yang terlibat.

Wakapolda Papua juga menyampaikan permintaan maaf atas insiden tersebut, walaupun belum tentu pelakunya adalah anggota Polri.

"Saya pada kesempatan ini meminta maaf atas terjadinya insiden pembakaran honai adat dan berupaya mengungkap siapa pelakunya," kata  Waterpauw.

Pertemuan yang berlangsung sekitar lima jam itu berlangsung aman dan tertib .


12.40 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger