Puisi-puisi M. Dirgantara
Kamis, 17 Januari 2013 | 23:45 WIB
Melihatmu Melihat Matahari
Ada
yang meluntur oleh keringat di bawah matamu.
Tidak ada
yang bisa dilunturkan di bawah mataku.
2012
Pohon Lipa
Kuingat kita menanamnya dengan menggebu.
Bakal rumput kita siram pestisida, agar ia kokoh sendiri.
Beberapa biji kembang mawar mungkin pernah di sana juga.
"Ia akan tumbuh setinggi menara di sana," katamu.
"Dia akan menjamin napas kita," jawabku.
Sepertinya kemarin kulihat sepintas, pohon itu meranggas.
Tanpa belukar, mawar, atau duri tak berarti.
Sendiri.
Pinrang, 2012
Rumah
Untukmu,
kusediakan rumah sebisaku.
Tanpa pintu.
2012
Maghrib
Suasana sore sederhana
di tengah bulan puasa.
Dua masjid yang mengapit
rumahku tidak sahut-menyahut.
Segelas air tetap diam di depanku,
memantulkan bimbang yang berenang.
Pinrang, 2012
Ruangan
Di ruangan itu. Hanya ada saya dan Tuhan.
Ia, Tuhan, membeku di tengah ruangan. Diam seperti matahari.
Saya bergerak. Seperti bumi.
Pinrang, 2012
Menutup Jendela
Malam tadi kami sekeluarga berdoa.
Kakek, tante, dan saya.
Tetangga duduk santai di beranda.
Di samping kami sebuah jendela
dibiarkan terbuka begitu saja
biar tidak terlalu penat udara.
Doa dipimpin kakek yang
besok akan dipimpin pula.
Dalam pikiran saya,
tetangga sedang bertanya
tentang apa yang
kami lakukan sekarang.
Saya mau sekejap berhenti berdoa,
lalu menutup jendela.
Pinrang, 2012
Kandang Burung
Kamu benci dengan pemandangan burung tetanggaku.
"Bukankah burung selamanya di dalam kandang?"
Di bumi dan di dalam celana.
Pinrang, 2012
M. Dirgantara, lahir 31 Agustus 1995 di Pinrang. Pembaca. Pelajar tahun terakhir di SMA 1 Pinrang. Ia salah satu kontributor kumpulan puisi Merentang Pelukan.
Anda sedang membaca artikel tentang
Puisi-puisi M. Dirgantara
Dengan url
http://oaseseo.blogspot.com/2013/01/puisi-puisi-m-dirgantara.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Puisi-puisi M. Dirgantara
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar