Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Puisi-puisi M. Nurcholis

Written By Unknown on Kamis, 09 Mei 2013 | 12.40

Puisi-puisi M. Nurcholis

Dosa Pertama

aku masih ingat, ketika musim tidak ada dingin
kami berjalan dalam taman seluas semesta:
tanpa busana, tanpa kecemasan meski sebesar  udara.
betapa hidup adalah kenikmatan semata
kami memiliki kenyataan-kenyataan yang mimpi
kami ingin hidup dalam kenyataan.

sampai suatu ketika, seekor ular menyapa
desisnya begitu manis
melebihi sungai susu di ujung sana
"maukah kau hidup dalam kenyataan?", tanyanya.
kami terkesima, betapa kini kenyataan akan menjadi mimpi
dan mata ini begitu berbinar, tak hiraukan segala larangan.
sejurus kemudian, kami merasakan kenikmatan.

dan semuanya raib,
di atas rerumput taman,
tergeletak apel rumpang
yang menangis sesenggukan.

2012

Kehilangan
: interpretasi bebas dari lukisan "Burning Giraffe and Telephones" – Salvador Dali

Langit karamel abu-abu
Gurun pasir serupa daki
pada tengkuk para pasasir
Kau masih menunggu
sebuah suara
pada ujung gagang telepon tua.

Tubuhmu adalah kerinduan
yang  meminta sebuah penebusan
Tubuhmu hanya ingin bersintuhan
dengan mata sendu yang meruntuhkan
sebuah hati batu berkepanjangan.

Kau mendengar langkah kaki mulai berdebam
di kejauhan
Beberapa jerapah tunggang langgang
membawa api dan sakramen penyucian

Tapi kau masih saja keluar masuk gagang telepon
Mencoba bercinta dengan kekasihmu di sana
Sedang dirimu mulai menjelma
menjadi gelombang suara
"Aku tidak akan meninggalkanmu."
Bunyi suara di telepon yang menjerat tubuhmu
tapi kau adalah orang yang percaya
bahwa jarak, perlahan, akan membebaskan cinta.

2012

3 Sonet Tentang Iman, Cinta dan Pengorbanan

Sonet 1: Arius

Suatu petang di Nicaea akan tetap kita kenang
bahwa keinginan manusia telah merubah dunia.
Dan pemahaman iman bisa saja hilang
tergerus akal dan peradaban manusia.

Burung-burung berpulang, menembus senja
dengan riang. Di sisi bukit, segagang petunia biru
baru saja mekar. Sejenak melupakan peperangan kata
mendinginkannya seperti nyala putih salju.

Tapi keputusan telah ditetapkan.
Dan harapan telah digantungkan setinggi bubungan Yeremia.
Seorang Presbiter menyeka keringat yang melelahkan:
"Tuhan, di manakah Engkau? Aku membutuhkan mata."

Iman itu, Arius, barangkali intrusi.
Yang dirembeskan Tuhan ke dalam geletar nadi.

Sonet 2: Narcissus

Di taman itu, Ekho telah mengamatimu dalam-dalam.
Namun engkau memilih diam, sebab apa yang dibutuhkan
dari seorang wanita, jika mereka telah menyerahkan malam
kepada senyummu dan hangat pelukan?

Barangkali ketampanan adalah kutukan
yang menyebabkan seseorang menjadi lupa
bahwa ia adalah manusia ciptaan
yang kapan saja bisa menjadi tiada.

Seorang wanita tadi, adalah putri Nemesis
ia memohon agar cinta harus menjadi hukuman
bagi Pemuda di taman yang berwajah manis
namun menolak cintanya tanpa alasan.

"Bercerminlah, Narcissus, di dalamnya
akan kau temukan cinta sejati selamanya."

Sonet 3: Ikarus

Dunia ini adalah sebatas yang ada dalam pikiran
dan masa depan hanyalah sebuah tebakan takdir.
Angkasa itu, Daedalus, adalah sebuah jalan
bagimu keluar dari orang-orang pandir.

Di sebuah labirin yang dijaga Minotaurus,
seorang ksatria terkurung, menunggu harapan:
seorang pejuang Athena jenius
dan mempunyai tekad setinggi gemintang.

Kau mulai menyiapkan sayap. Katamu, langit
adalah petualangan bagi manusia berpengetahuan.
Anakmu mengangguk, di matanya terbayang perjalanan sengit
dan jalan untuk keluar dari dunia yang membosankan.

Sejengkal lagi, Ikarus, sayapmu menyentuh Matahari.
Barangkali kau memilih kebadian dengan jalan mati.

Kalibata, 2012


12.40 | 0 komentar | Read More

Ketua UNESCO Kunjungi Situs

Ketua UNESCO Kunjungi Situs

Rabu, 8 Mei 2013 | 21:05 WIB

google.com

Ilustrasi: Gunung Pompeii

Joya De Ceren, El Salvador, KOMPAS.com--Ketua UNESCO pada Selasa mengunjungi satu-satunya warisan budaya dunia di El Savador, Joya de Ceren, masyarakat pertanian pra-Kolumbia, yang tertimbun di bawah letusan gunung berapi.

Irina Buková berkeliling di situs tersebut, yang terletak di baratlaut ibukota sibuk negara Amerika Tengah itu, yang terkubur oleh letusan gunung berapi 1.400 tahun lalu.

"Kunjungan ini penting," kata Direktur Warisan Budaya Salvador  Gustavo Milan.

"Kami butuh bantuan, karena situs ini memerlukan pemeliharaan preventif yang rutin," kata Milan.

Buková meninjau keajaiban dari taman arkeologi, tempat etnis Maya tinggal, belajar tentang situs pemandian umum atau "temazcal", serta tempat dukun melatih keterampilan mereka.

"Dia pulang dengan pemahaman yang kuat tentang pentingnya situs ini," kata Roberto Gallardo, dan arkeolog yang mendampinginya dalam  kunjungan ke lokasi yang ditetapkan sebagai situs budaya dunia oleh UNESCO pada 1993.


12.40 | 0 komentar | Read More

Jaka Tarub Gaul: Pergolakan dan Konflik Budaya

Written By Unknown on Rabu, 08 Mei 2013 | 12.40

JAKARTA, KOMPAS.com--Jaka Tarub mengendap-endap di antara semak belukar untuk mengintip tujuh bidadari dari khayangan yang sedang mandi di sebuah telaga. Tanpa sepengetahuan mereka, pemburu dari Desa Tarub di lereng Gunung Keramat ini mengambil selembar selendang milik salah satu bidadari. Ketika acara berbasuh di telaga usai, satu persatu bidadari kembali ke khayangan. Tinggallah satu bidadari yang tersisa karena selendang miliknya tak ditemukan. Ia bingung ke mana harus mencari selendang yang membuatnya bisa kembali ke alamnya.

Jaka Tarub datang mengulurkan bantuan hingga akhirnya mereka menjadi sepasang suami isteri dengan seorang bayi sebagai buah cintanya. Segala kesaktian Nawang Wulan, bidadari naas yang kehilangan selendang itu, membuat Jaka Tarub makin cinta. Pantangan tidak  membuka penanak nasi ia langgar yang membuat Nawang Wulan harus menanak sejumput beras, bukan sebutir padi seperti saat kesaktian masih melekat pada dirinya.

Tapi, jangan bayangkan Jaka Tarub yang satu ini layaknya seorang pemburu dari desa yang terpencil. Jangan pula bayangkan Nawang Wulan berkebaya atau berjarik. Jaka Tarub dalam pementasan teater berjudul "Jaka Tarub" ini tak ubahnya anak punk zaman sekarang. Sepatu boot, kuping beranting, potongan rambut ala Mohawk dan ikat pinggang berantai adalah identitas terbaru Jaka Tarub dalam pementasan ini. Pun Nawang Wulan yang berdandan ala lady rocker masa kini dengan busana serba ketat.

Lakon Jaka Tarub Gaul ini dipentaskan berdasarkan naskah drama berjudul Jaka Tarub yang memenangi sayembara penulisan naskah drama versi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1974. Kisah ini memang berbeda dibandingkan dengan kisah Jaka Tarub yang dituturkan dalam tradisi lisan masyarakat Jawa. "Kita memang berangkat dari naskah Akhudiat dengan pendekatan kekinian," kata Musalam Firman, sutradara pentas Jaka Tarub yang dimainkan oleh Komunitas Sastra Ranggon. Lakon ini dimainkan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, 30 April 2013.

Sebagaimana naskah Akhudiat, banyak kekonyolan dalam lakon Jaka Tarub Gaul ini seperti Nawang Wulan memperkosa Jaka Tarub bersama enam bidadari yang lain. Di babak kedua, ada tokoh Macan yang mengenalkan Nawang Wulan dengan produser  film mata keranjang yang terpincut oleh kemolekan bodi Nawang Wulan. Dia sukses menjadi artis dengan film-film laris setelah tidur bersama sang produser. Sosoknya menjadi santapan empuk tayangan gosip infotainment soal keintimannya dengan sang produser.

Berbeda dengan pementasan Akhudiat, lakon yang dimainkan Komunitas Sastra Ranggon ini mengusung konsep terbaru yang memadukan teater dan multimedia. Sukses Nawang Wulan menjadi artis dan segala gosip yang membelitnya ditampilkan dalam tayangan slide di bagian belakang panggung. Kejaran para awak infotainment dalam wawancara dengan Nawang Wulan ditampilkan utuh layaknya tayangan gosip di televisi masa kini. Nawang Wulan pun menjelma dari seorang bidadari khayangan menjadi bidadari industri hiburan.

Namun, pementasan ini tetap berpegang pada pakem yang ditulis Akhudiat yakni dengan menggunakan dalang sebagai pemandu alur cerita. Dalang yang membangunkan Jaka Tarub dan Nawang Wulan dari museum tetap memegang kendali pementasan dari awal hingga lakon ini berakhir. Di sinilah konflik dan benturan budaya yang harus dipertahankan oleh sang Dalang dengan budaya baru yang ngepop yang menjadi gaya hidup Jaka Tarub dan Nawang Wulan di masa kini.

Firman Musalam, sutradara Jaka Tarub cukup lihai meramu perpaduan antara permainan teater murni dan multimedia. Begitu juga dengan Jaka Tarub (Restu) dan Nawang Wulang (Irma) yang cukup menghayati peran sebagai artis masa kini. Pementasan ini diadakan untuk memperingatai ulang tahun keempat Komunitas Sastra Ranggon yang digerakkan oleh para mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.  Pementasan teater ini melibatkan 35 orang pemain dengan rata-rata usia 20-an tahun. Sebuah potensi besar di dunia teater Indonesia telah lahir. *)


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Nur Aida Maulidia

Keluarga Fai
/I/
Fai, aku mau sepatu yang kuning..
yang tinggal sebelah itu loh... tak apalah tinggal sebelah, itu tanda bahwa ia berani dengan langkahnya sendiri. bukan anti sosial, Fai..
Ia mandiri. Fai, beri aku sepatu kuningnya ya?, nanti aku gambari kumbang di sepatunya. biar bisa terbang, Fai.. ya, biar bisa terbang. nanti bolehlah kau ikut bersamaku dengan sepatu kuning itu. berselancar kemana pun yang kamu mau. Menemui Tuhan muangkin...
/II/
yaah.. kau ini bagaimana Fai... kau sendiri yang menyisakan sepatu kuning itu untukku. siap-siap ya,sebentar lagi kita akan membangunkan naga itu..
setelah itu aku akan menyusup pula dalam seratus sepatu kuningmu yang menyusupi rak di kepalamu. yaa...aku saling menyusupi. tak usah heran jika aku akan selalu berputar-putar memenuhi tubuhmu. perlu kau tau aku penyusup, Fai...
/III /
kalau aku tak sibuk, kata-kata tengah sibuk. maka kami harus menunggu waktu yg juga tak sibuk. dan nyatanya kata-kata pun tak mau aku seriusi. Ia lebih senang jadi mainanku. biarlah ia jadi mainan yang aku seriusi. ssstt...jangan bilang kata-kata ya kalau sebenarnya aku serius... sebab jika ia tau,ia tak akan mau lagi bermain denganku...
/IV/

jangan kejar aku,waktu. kau boleh ikuti aku tapi jangan kejar aku. sebab aku pun ingin mengejarmu.ayolah, beri aku kesempatan mengejarmu. apa kau tak ingin mencoba melewati satu per satu jalan yang bercabang itu ? seperti yang aku lakukan sekarang?
jangan kejar aku,waktu. biar aku yang mengejarmu.

M i n o r
/1/
Panggil saja minor, ya! Namanya minor. Wanita yang berpayungkan bianglala itu sedikit berbeda dari biasanya. Menjadi lebih apatis dan tidak peduli dengan lingkungannya. Minor seperti hidup dengan imajinya sendiri. Dengan segala teka-teki yang kemudian dipecahkannya sendiri. Ada kasak kusuk yang menyebutkan bahwa minor adalah seorang introvert. Dan minor tidak pernah peduli. Sebab lingkungannya pun juga begitu. Tidak ada yang tau minor adalah cucu nini anteh keturunan kerajaan bulan. Ya,nini anteh yang tinggal di bulan bersama kucing hitamnya. Dan tahukah kau? Pagi tadi nini anteh meninggal tertusuk.jarum saat tengah menyulam. Jenazah nini anteh terjebak di bulan. Dalam dimensi waktu yang berbeda,si hitam kucing nini anteh menelepon minor mengabari kabar duka yang tengah terjadi. Minor bingung,lalu menangis sekencang-kencangnya,dan seperti biasa,tak ada yang peduli. Minor masih menggenggam bianglalanya itu,ia berputar,terus berputar,terus berputar,Haaaaap! Ia sampai di bulan. Melihat nini anteh yang layu juga si hitam yang terus mengeong sedih. Minor pergi dari bumi. Tak yang tau,sebab tak ada yang peduli. Apatisatau apalah namanya. Setidaknya kali ini ia tidak lagi hidup berdua bersama imajinya,tetapi juga si hitam yang ia harap masih peduli padanya. Ya,minor,itulah minor,wanita yang berpayungkan bianglala       19 maret 2013
/2/
Dan minor tak pernah merasa dirangkul. Minor, minor, kasihan sekali kau. Untunglah sekarang kau menemukan kebangkitanmu yang baru. Biarkan saja mereka yang kerjanya ngomel tak karuan merasa paling benar,merasa sudah merangkul kau,tapi kau yg introvert. Biarkan saja minor, kau sudah dewasa,pilihan di tanganmu,dan apatis memang benar-benar perlu saat kau merasa ada benalu yang menempeli tubuhmu.

Dan minor pun tertawa sekencangnya, sebab ada seperdelapan sayap kupu-kupu yang menempeli tubuhnya. Minor membatin," hai kepompong, selamat tinggal. Maaf kita akan berbeda dimensi. Aku telah menemukan kebangkitanku, selamat tinggal kepompong,ya sebentar lagi aku akan meninggalkanmu, sebab kau pun tak peduli"
Fai, ini masih tentang minor. minor ingin ganti nama. dan ia meminta bantuanku untuk memilih nama yang tepat untuknya. kalau aku beri nama rahasita bagaimana? ya rahasita saja biar namanya mirip dengan kucing hitam nini anteh, rahasima.

Fai, gawat!! rahasima tak mau namanya sama dengan minor. rahasima dan rahasita bertengkar,Fai. dan sayang sekali,payung bianglala rahasita tertinggal di bumi. ya, payung ajaib itu tertinggal.
Fai, Rahasita mati!! ya Mati Fai. bagaimana ini? Rahasita terjebak di bulan. atau mungkin aku suruh rahasima mencakar buan hingga sobek dan melempar rahasita ke bumi? ahhh... kasian rahasita Fai. Ingat ini rahasia kita berdua fai tentang kematian rahasita. aku masih berpikir keras untuk mengeluarkan rahasita dari bulan.

-selesai-

Kebun Angka
/1/
dan ini benar-benar terjadi. ya terjadi. kemarin. iya, kemarin. saat quiz Kalkulus II, saat aku tengah bergelut dengan angka, yang benar-benar tak pasti nilainya. aku mencoba menerka, 5 jariku yang menari bersama sang pena. menerka ya walau tak pasti hasilnya. bilangan natural, tak hingga, L'Hopital, atau entah apalah itu namanya yang sepertinya juga tak peduli padaku.
Lalu aku karang semua hasilnya, dan tiba-tiba, kau tau? 3 jari kananku hilang, tinggal ibu jari dan telunjuk yang masih menari degan pena itu. aku bingung, 3 jariku masuk ke dalam lembar jawaban. bagaimana ini? aku tengok lembar jawaban untuk mengorek ketiga jariku. tapi yang terjadi malah kepalaku juga masuk ke dalam lembar jawaban. ahh, menyebalkan! kalau begini caranya, bagaimana aku bisa mengumpukan lembar jawaban ini?
lalu perlahan aku lenggokkan tubuhku di atas lembar jawaban untuk menarik kepala dan ketiga jari kananku, tapi... Ahh sial !! tubuhku juga tertarik ke dalam lembar jawaban. hanya kedua jari kanan dan penaku yang tetap menari.
dalam lembar jawaban aku terperangkap di kebun angka, angka yang aku karang tadi. dan ini lucu sekali. aku bertemu dengan makhluk setengah angka. yang berbadan manusia dan berkepala angka. ada ikan yang berekor tak hingga dan bebas berenang di udara. dan yang mengagetkan adalah aku bertemu rahasita. iya! yang sudah mati itu. dia berkepala payung bianglala, berkumis seperti rahasima dan bermotif angka. entah aku harus tertawa atau mungkin harus menangis sampai di kebun angka ini. rahasita berbahasa angka. aku tak mengerti. aku ingin kembali, untuk mengumpulkan lembar jawaban tadi,tak mungkin hanya 2 jariku yang mengumpulkannya. Ahh sial, aku terjebak !!
/2/
aku benci terjebak, sebab ada misi bersama kehidupan yang belum aku selesaikan. Kau ingin tau misinya? Maaf ini rahasia. Hidupku penuh kerahasiaan,aku tak mau ada yang tau biar aku,kehidupan,dan Pengintai saja yang tau. Begitu pun jawaban quiz kalkulus tadi, rahasia!! Aku masih di kebun angka. Ada pohon-pohon yang bisa mengintegralkan apa saja. Ya, apa saja. Aku juga bisa diintegralkan. Tapi aku tak mau, sebab aku masih ingin kembali ke duniaku. Sekali lagi aku tak suka terjebak.

Lalu aku duduk di pinggir sungai, yang didalamnya berenang macan bermotif kotak-kotak warna hijau berkepala koala, dan berkaki seperti angka dua. Lucu sekali, sedikit menyeramkan memang. Ia berbicara tak karuan,dan aku sedikit enggan mendengarkannya. Perlahan aku mendengar kata-kata yang semburat dari mulutnya. Hah? Ia bilang didalam darahku ada 4 integral dan 4 fungsi yang tersangkut ingin keluar. Lalu mengalir juga dengan deras kata-kata aneh yang macan itu sendiri tidak mengerti. Ia akan membantuku mengeluarkan integral itu. Macan itu pintar sekali.
Kami berkenalan. Ya, aku bersalaman dengan kakinya yang berangka dua itu. "namaku Aihara, Tsuya Faihara, aku dari tempat yang jauh sekali dan aku yakin kau tak tau tempatnya, rumahku berbahan kata-kata yang padat sekali beratap segi banyak dan pelana tanpa kuda-kuda. Ya, pelana tanpa kuda-kuda. Sebab kuda-kudanya lari entah kemana meninggalkan pelananya",kataku. "namaku thedore, diferensial thedore. Rumahku di sungai ini. Dan asal kau tau, di sungai ini banyak kaki berbentuk angka, banyak kepala yang berenang. Sehingga aku bisa mengganti kaki dan kepala kapan pun aku mau," katanya. Aku tertegun, ya, ia bisa berganti kepala dan kaki kapan pun ia mau. Lalu kenapa aku tidak bisa? Aku ingin berkepala kata-kata dan berkaki seperti tanda seru atau mungkin tanda Tanya. Bagaimana menurutmu, keadaan?

Biodata:
Nur Aida Maulidia, kelahiran Sampang 27 Agustus 1994.  menulis puisi sejak bangku Sekolah Dasar. Juara I Loba Cipta Puisi se Jatim – Universitas Islam Malang (2011). Bergiat di Rumah Tulis Baca "Na' Bangsa" . Saat ini menjadi mahasiswa Teknologi Lingkungan  di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Alamat Rumah:  Jalan Dewi Sartika IX/12 Bumi Sumekar Asri – Sumenep 69417.


12.40 | 0 komentar | Read More

Jaka Tarub Gaul: Pergolakan dan Konflik Budaya

Written By Unknown on Selasa, 07 Mei 2013 | 12.40

JAKARTA, KOMPAS.com--Jaka Tarub mengendap-endap di antara semak belukar untuk mengintip tujuh bidadari dari khayangan yang sedang mandi di sebuah telaga. Tanpa sepengetahuan mereka, pemburu dari Desa Tarub di lereng Gunung Keramat ini mengambil selembar selendang milik salah satu bidadari. Ketika acara berbasuh di telaga usai, satu persatu bidadari kembali ke khayangan. Tinggallah satu bidadari yang tersisa karena selendang miliknya tak ditemukan. Ia bingung ke mana harus mencari selendang yang membuatnya bisa kembali ke alamnya.

Jaka Tarub datang mengulurkan bantuan hingga akhirnya mereka menjadi sepasang suami isteri dengan seorang bayi sebagai buah cintanya. Segala kesaktian Nawang Wulan, bidadari naas yang kehilangan selendang itu, membuat Jaka Tarub makin cinta. Pantangan tidak  membuka penanak nasi ia langgar yang membuat Nawang Wulan harus menanak sejumput beras, bukan sebutir padi seperti saat kesaktian masih melekat pada dirinya.

Tapi, jangan bayangkan Jaka Tarub yang satu ini layaknya seorang pemburu dari desa yang terpencil. Jangan pula bayangkan Nawang Wulan berkebaya atau berjarik. Jaka Tarub dalam pementasan teater berjudul "Jaka Tarub" ini tak ubahnya anak punk zaman sekarang. Sepatu boot, kuping beranting, potongan rambut ala Mohawk dan ikat pinggang berantai adalah identitas terbaru Jaka Tarub dalam pementasan ini. Pun Nawang Wulan yang berdandan ala lady rocker masa kini dengan busana serba ketat.

Lakon Jaka Tarub Gaul ini dipentaskan berdasarkan naskah drama berjudul Jaka Tarub yang memenangi sayembara penulisan naskah drama versi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1974. Kisah ini memang berbeda dibandingkan dengan kisah Jaka Tarub yang dituturkan dalam tradisi lisan masyarakat Jawa. "Kita memang berangkat dari naskah Akhudiat dengan pendekatan kekinian," kata Musalam Firman, sutradara pentas Jaka Tarub yang dimainkan oleh Komunitas Sastra Ranggon. Lakon ini dimainkan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, 30 April 2013.

Sebagaimana naskah Akhudiat, banyak kekonyolan dalam lakon Jaka Tarub Gaul ini seperti Nawang Wulan memperkosa Jaka Tarub bersama enam bidadari yang lain. Di babak kedua, ada tokoh Macan yang mengenalkan Nawang Wulan dengan produser  film mata keranjang yang terpincut oleh kemolekan bodi Nawang Wulan. Dia sukses menjadi artis dengan film-film laris setelah tidur bersama sang produser. Sosoknya menjadi santapan empuk tayangan gosip infotainment soal keintimannya dengan sang produser.

Berbeda dengan pementasan Akhudiat, lakon yang dimainkan Komunitas Sastra Ranggon ini mengusung konsep terbaru yang memadukan teater dan multimedia. Sukses Nawang Wulan menjadi artis dan segala gosip yang membelitnya ditampilkan dalam tayangan slide di bagian belakang panggung. Kejaran para awak infotainment dalam wawancara dengan Nawang Wulan ditampilkan utuh layaknya tayangan gosip di televisi masa kini. Nawang Wulan pun menjelma dari seorang bidadari khayangan menjadi bidadari industri hiburan.

Namun, pementasan ini tetap berpegang pada pakem yang ditulis Akhudiat yakni dengan menggunakan dalang sebagai pemandu alur cerita. Dalang yang membangunkan Jaka Tarub dan Nawang Wulan dari museum tetap memegang kendali pementasan dari awal hingga lakon ini berakhir. Di sinilah konflik dan benturan budaya yang harus dipertahankan oleh sang Dalang dengan budaya baru yang ngepop yang menjadi gaya hidup Jaka Tarub dan Nawang Wulan di masa kini.

Firman Musalam, sutradara Jaka Tarub cukup lihai meramu perpaduan antara permainan teater murni dan multimedia. Begitu juga dengan Jaka Tarub (Restu) dan Nawang Wulang (Irma) yang cukup menghayati peran sebagai artis masa kini. Pementasan ini diadakan untuk memperingatai ulang tahun keempat Komunitas Sastra Ranggon yang digerakkan oleh para mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.  Pementasan teater ini melibatkan 35 orang pemain dengan rata-rata usia 20-an tahun. Sebuah potensi besar di dunia teater Indonesia telah lahir. *)


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Nur Aida Maulidia

Keluarga Fai
/I/
Fai, aku mau sepatu yang kuning..
yang tinggal sebelah itu loh... tak apalah tinggal sebelah, itu tanda bahwa ia berani dengan langkahnya sendiri. bukan anti sosial, Fai..
Ia mandiri. Fai, beri aku sepatu kuningnya ya?, nanti aku gambari kumbang di sepatunya. biar bisa terbang, Fai.. ya, biar bisa terbang. nanti bolehlah kau ikut bersamaku dengan sepatu kuning itu. berselancar kemana pun yang kamu mau. Menemui Tuhan muangkin...
/II/
yaah.. kau ini bagaimana Fai... kau sendiri yang menyisakan sepatu kuning itu untukku. siap-siap ya,sebentar lagi kita akan membangunkan naga itu..
setelah itu aku akan menyusup pula dalam seratus sepatu kuningmu yang menyusupi rak di kepalamu. yaa...aku saling menyusupi. tak usah heran jika aku akan selalu berputar-putar memenuhi tubuhmu. perlu kau tau aku penyusup, Fai...
/III /
kalau aku tak sibuk, kata-kata tengah sibuk. maka kami harus menunggu waktu yg juga tak sibuk. dan nyatanya kata-kata pun tak mau aku seriusi. Ia lebih senang jadi mainanku. biarlah ia jadi mainan yang aku seriusi. ssstt...jangan bilang kata-kata ya kalau sebenarnya aku serius... sebab jika ia tau,ia tak akan mau lagi bermain denganku...
/IV/

jangan kejar aku,waktu. kau boleh ikuti aku tapi jangan kejar aku. sebab aku pun ingin mengejarmu.ayolah, beri aku kesempatan mengejarmu. apa kau tak ingin mencoba melewati satu per satu jalan yang bercabang itu ? seperti yang aku lakukan sekarang?
jangan kejar aku,waktu. biar aku yang mengejarmu.

M i n o r
/1/
Panggil saja minor, ya! Namanya minor. Wanita yang berpayungkan bianglala itu sedikit berbeda dari biasanya. Menjadi lebih apatis dan tidak peduli dengan lingkungannya. Minor seperti hidup dengan imajinya sendiri. Dengan segala teka-teki yang kemudian dipecahkannya sendiri. Ada kasak kusuk yang menyebutkan bahwa minor adalah seorang introvert. Dan minor tidak pernah peduli. Sebab lingkungannya pun juga begitu. Tidak ada yang tau minor adalah cucu nini anteh keturunan kerajaan bulan. Ya,nini anteh yang tinggal di bulan bersama kucing hitamnya. Dan tahukah kau? Pagi tadi nini anteh meninggal tertusuk.jarum saat tengah menyulam. Jenazah nini anteh terjebak di bulan. Dalam dimensi waktu yang berbeda,si hitam kucing nini anteh menelepon minor mengabari kabar duka yang tengah terjadi. Minor bingung,lalu menangis sekencang-kencangnya,dan seperti biasa,tak ada yang peduli. Minor masih menggenggam bianglalanya itu,ia berputar,terus berputar,terus berputar,Haaaaap! Ia sampai di bulan. Melihat nini anteh yang layu juga si hitam yang terus mengeong sedih. Minor pergi dari bumi. Tak yang tau,sebab tak ada yang peduli. Apatisatau apalah namanya. Setidaknya kali ini ia tidak lagi hidup berdua bersama imajinya,tetapi juga si hitam yang ia harap masih peduli padanya. Ya,minor,itulah minor,wanita yang berpayungkan bianglala       19 maret 2013
/2/
Dan minor tak pernah merasa dirangkul. Minor, minor, kasihan sekali kau. Untunglah sekarang kau menemukan kebangkitanmu yang baru. Biarkan saja mereka yang kerjanya ngomel tak karuan merasa paling benar,merasa sudah merangkul kau,tapi kau yg introvert. Biarkan saja minor, kau sudah dewasa,pilihan di tanganmu,dan apatis memang benar-benar perlu saat kau merasa ada benalu yang menempeli tubuhmu.

Dan minor pun tertawa sekencangnya, sebab ada seperdelapan sayap kupu-kupu yang menempeli tubuhnya. Minor membatin," hai kepompong, selamat tinggal. Maaf kita akan berbeda dimensi. Aku telah menemukan kebangkitanku, selamat tinggal kepompong,ya sebentar lagi aku akan meninggalkanmu, sebab kau pun tak peduli"
Fai, ini masih tentang minor. minor ingin ganti nama. dan ia meminta bantuanku untuk memilih nama yang tepat untuknya. kalau aku beri nama rahasita bagaimana? ya rahasita saja biar namanya mirip dengan kucing hitam nini anteh, rahasima.

Fai, gawat!! rahasima tak mau namanya sama dengan minor. rahasima dan rahasita bertengkar,Fai. dan sayang sekali,payung bianglala rahasita tertinggal di bumi. ya, payung ajaib itu tertinggal.
Fai, Rahasita mati!! ya Mati Fai. bagaimana ini? Rahasita terjebak di bulan. atau mungkin aku suruh rahasima mencakar buan hingga sobek dan melempar rahasita ke bumi? ahhh... kasian rahasita Fai. Ingat ini rahasia kita berdua fai tentang kematian rahasita. aku masih berpikir keras untuk mengeluarkan rahasita dari bulan.

-selesai-

Kebun Angka
/1/
dan ini benar-benar terjadi. ya terjadi. kemarin. iya, kemarin. saat quiz Kalkulus II, saat aku tengah bergelut dengan angka, yang benar-benar tak pasti nilainya. aku mencoba menerka, 5 jariku yang menari bersama sang pena. menerka ya walau tak pasti hasilnya. bilangan natural, tak hingga, L'Hopital, atau entah apalah itu namanya yang sepertinya juga tak peduli padaku.
Lalu aku karang semua hasilnya, dan tiba-tiba, kau tau? 3 jari kananku hilang, tinggal ibu jari dan telunjuk yang masih menari degan pena itu. aku bingung, 3 jariku masuk ke dalam lembar jawaban. bagaimana ini? aku tengok lembar jawaban untuk mengorek ketiga jariku. tapi yang terjadi malah kepalaku juga masuk ke dalam lembar jawaban. ahh, menyebalkan! kalau begini caranya, bagaimana aku bisa mengumpukan lembar jawaban ini?
lalu perlahan aku lenggokkan tubuhku di atas lembar jawaban untuk menarik kepala dan ketiga jari kananku, tapi... Ahh sial !! tubuhku juga tertarik ke dalam lembar jawaban. hanya kedua jari kanan dan penaku yang tetap menari.
dalam lembar jawaban aku terperangkap di kebun angka, angka yang aku karang tadi. dan ini lucu sekali. aku bertemu dengan makhluk setengah angka. yang berbadan manusia dan berkepala angka. ada ikan yang berekor tak hingga dan bebas berenang di udara. dan yang mengagetkan adalah aku bertemu rahasita. iya! yang sudah mati itu. dia berkepala payung bianglala, berkumis seperti rahasima dan bermotif angka. entah aku harus tertawa atau mungkin harus menangis sampai di kebun angka ini. rahasita berbahasa angka. aku tak mengerti. aku ingin kembali, untuk mengumpulkan lembar jawaban tadi,tak mungkin hanya 2 jariku yang mengumpulkannya. Ahh sial, aku terjebak !!
/2/
aku benci terjebak, sebab ada misi bersama kehidupan yang belum aku selesaikan. Kau ingin tau misinya? Maaf ini rahasia. Hidupku penuh kerahasiaan,aku tak mau ada yang tau biar aku,kehidupan,dan Pengintai saja yang tau. Begitu pun jawaban quiz kalkulus tadi, rahasia!! Aku masih di kebun angka. Ada pohon-pohon yang bisa mengintegralkan apa saja. Ya, apa saja. Aku juga bisa diintegralkan. Tapi aku tak mau, sebab aku masih ingin kembali ke duniaku. Sekali lagi aku tak suka terjebak.

Lalu aku duduk di pinggir sungai, yang didalamnya berenang macan bermotif kotak-kotak warna hijau berkepala koala, dan berkaki seperti angka dua. Lucu sekali, sedikit menyeramkan memang. Ia berbicara tak karuan,dan aku sedikit enggan mendengarkannya. Perlahan aku mendengar kata-kata yang semburat dari mulutnya. Hah? Ia bilang didalam darahku ada 4 integral dan 4 fungsi yang tersangkut ingin keluar. Lalu mengalir juga dengan deras kata-kata aneh yang macan itu sendiri tidak mengerti. Ia akan membantuku mengeluarkan integral itu. Macan itu pintar sekali.
Kami berkenalan. Ya, aku bersalaman dengan kakinya yang berangka dua itu. "namaku Aihara, Tsuya Faihara, aku dari tempat yang jauh sekali dan aku yakin kau tak tau tempatnya, rumahku berbahan kata-kata yang padat sekali beratap segi banyak dan pelana tanpa kuda-kuda. Ya, pelana tanpa kuda-kuda. Sebab kuda-kudanya lari entah kemana meninggalkan pelananya",kataku. "namaku thedore, diferensial thedore. Rumahku di sungai ini. Dan asal kau tau, di sungai ini banyak kaki berbentuk angka, banyak kepala yang berenang. Sehingga aku bisa mengganti kaki dan kepala kapan pun aku mau," katanya. Aku tertegun, ya, ia bisa berganti kepala dan kaki kapan pun ia mau. Lalu kenapa aku tidak bisa? Aku ingin berkepala kata-kata dan berkaki seperti tanda seru atau mungkin tanda Tanya. Bagaimana menurutmu, keadaan?

Biodata:
Nur Aida Maulidia, kelahiran Sampang 27 Agustus 1994.  menulis puisi sejak bangku Sekolah Dasar. Juara I Loba Cipta Puisi se Jatim – Universitas Islam Malang (2011). Bergiat di Rumah Tulis Baca "Na' Bangsa" . Saat ini menjadi mahasiswa Teknologi Lingkungan  di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Alamat Rumah:  Jalan Dewi Sartika IX/12 Bumi Sumekar Asri – Sumenep 69417.


12.40 | 0 komentar | Read More

Desain Museum Keris Selesai Akhir Mei Ini

Written By Unknown on Senin, 06 Mei 2013 | 12.40

SOLO, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Surakarta mengharapkan penyusunan desain teknik secara detail atas rencana pembangunan Museum Keris di lahan eks-Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan selesai akhir Mei 2013.

Kepala Bidang Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Pemkot Surakarta Mufti Raharjo di Solo, Sabtu, mengatakan berbagai usulan masyarakat tentang rancang bangun museum itu, termasuk opsi menganulir pengadopsian karakter Candi Sukuh, akan ditampung.

"Bentuk Candi Sukuh belum tentu akan diaplikasikan ke Museum Keris. Adanya karakter candi sengaja ditampilkan dalam pemaparan karena memang membutuhkan gambaran awal konsep bangunan," katanya.

Saat uji publik Detail Engineering Design (DED) Museum Keris, Rabu (1/5), audiens mengusulkan pemakaian karakter bangunan Jawa. Pengadopsian arsitektur Candi Sukuh yang diakulturasi dengan bangunan kolonial dinilai tidak mencerminkan museum tersebut.

Ia mengemukakan usulan tersebut masih bisa terakomodasi melalui revisi DED. Ia menyebut penyajian DED tersebut belum final.  "Saat ini masih 50 persen jadi, dan belum menyentuh fisik bangunan. Usulan-usulan masyarakat menjadi pertimbangan. Masih ada waktu sampai akhir Mei untuk merampungkan DED," katanya.

Ia menyatakan optimistis bahwa waktu yang tersisa masih cukup untuk konsultan untuk merampungkan DED yang akan dijadikan dokumen lelang proyek senilai Rp10 miliar.

Setelah menggelar uji publik, tim akan mengagendakan pemaparan serupa untuk setiap perkembangan DED. Setelah dokumen rampung, pembangunan museum ditangani langsung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.

"Tugas DTRK selesai sampai DED saja. Setelah itu, pembangunan oleh Disbudpar akan diawali penghapusan aset bangunan oleh Dispendukcapil dan DPPKA. Setelah beres, pembangunan baru bisa dimulai," katanya.

Ia menyatakan bahwa desain Museum Keris akan digarap secara serius oleh CV Nirwana selaku konsultan penyusun DED.  Terlebih, katanya, konsultan bersedia menanggung risiko didenda apabila dokumen DED belum juga selesai meski tenggat waktu telah habis.

Konsultan akan intensif melakukan kompromi dengan para pemangku kepentingan agar mencapai kesepakatan mengenai karakter bangunan museum itu.  "Ini wajar, karena sudah menjadi tanggung jawab pemenang lelang DED sekitar Rp80 juta," katanya.

Perwakilan konsultan CV Nirwana Semarang Agus Supriyanto mengatakan penjajakan kepada pemangku kepentingan merupakan perihal mutlak.  Apabila penjajakan itu berlarut-larut, katanya, perusahaannya bersedia menanggung denda kontrak.

Kepala Disbudpar Pemkot Surakarta Widdy Srihanto menyatakan siap memfasilitasi diskusi lanjutan sebelum mengerjakan fisik bangunan. Ia mengemukakan aspirasi budayawan dan pemerhati kota merupakan aspek penentu keberhasilan pembangunan Museum Keris.


12.40 | 0 komentar | Read More

Kasih Maxi untuk Ibu Melalui "Suara Hati"

Konser Musik

Kasih Maxi untuk Ibu Melalui "Suara Hati"

Penulis: Tjahja Gunawan Diredja | Minggu, 5 Mei 2013 | 19:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Ada pepatah yang menyebutkan, "Jangan melihat buku dari sampulnya" (don't judge the book by the cover). Peribahasa ini nampaknya bisa dianalogikan untuk menilai sosok Maxi atau nama aslinya Muchsin Salim Bahajja, seorang musisi berdarah Melayu (Medan).

Di dunia ini, kita membutuhkan cinta, dan cinta yang tertinggi dan sempurna adalah cinta ibu.

Jika melihat raut wajahnya, boleh jadi Maxi terlihat seram dengan warna kulitnya yang gelap. Namun, tak disangka dia ternyata mempunyai perasaan yang halus.

Ungkapan perasaannya itu tercermin dari lantunan lagu-lagu yang dia ciptakan dan bawakan saat menggelar konser musik berjudul Cinta Kasih Seorang Ibu di Planet Holywood Jakarta, Jumat (3/5/2013) malam.

Penonton yang memenuhi tempat duduk di Planet Holywood langsung bertepuk tangan meriah ketika Maxi mengawali lagunya dengan tembang klasik melayu Suara Hati.

Pada pagelaran itu, Maxi mengintegrasikan aneka ragam genre musik, mulai dari musik klasik, jazz, hingga musik tradisional Melayu. Dalam pertunjukan itu, Maxi juga berkolaborasi dengan pemain bass Jazz kondang, Indro Hardjodikoro.

"Di dunia ini, kita membutuhkan cinta, dan cinta yang tertinggi dan sempurna adalah cinta ibu," ujar Maxi yang kemudian disambut tepuk tangan penonton.

Tidak hanya itu, Maxi juga membawakan lagu Seroja dalam irama musik Melayu.

Menurut Ny Fera Prasetya, salah satu kerabat Muchsin Salim Bahajja, Maxi selain seniman dia juga termasuk orang idealis yang sangat kuat berpegang pada prinsipnya. "Dia juga sangat menyayangi ibunya," katanya.

Pada pagelaran tersebut, dengan penuh penghayatan, Maxi juga membawakan lagu Ibu ciptaan Iwan Fals.

Editor :

Marcus Suprihadi


12.40 | 0 komentar | Read More

Tata Krama Sunda Cocok dengan Industri "Hospitality"

Written By Unknown on Minggu, 05 Mei 2013 | 12.40

Tata Krama Sunda Cocok dengan Industri "Hospitality"

Sabtu, 4 Mei 2013 | 09:26 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Nilai-nilai tata krama etnik Sunda dinilai cocok dan lekat dengan industri hospitality, kata Penasihat PHRI Jawa Barat, Hilwan Saleh, di Bandung, Jumat (3/5/2013).

"Nilai tata krama Sunda sangat lekat dan cocok dalam dunia hospitality sehingga menjadi salah satu nilai tambah yang bisa menarik pengunjung dan memberi kesan positif bagi dunia kepariwisataan," kata Hilwan Saleh.

Untuk meningkatkan kesadaran atas potensi tersebut, Hotel Panghegar Bandung akan menggelar diskusi yang mengupas tata krama Sunda di dunia hospitality.

Hospitality adalah suatu cara untuk memberikan apa yang tamu butuhkan sebagai fokus utama dalam hubungan antara tuan rumah dan tamu.

Karakter hubungan tuan rumah dari tamu adalah adanya keramahtamahan yang dimulai oleh tuan rumah kepada tamunya dan kemudian dibalas oleh tamu.

"Karakter budaya dan ciri khas tata krama Sunda yang hade ka semah (ramah kepada tamu) menjadi salah satu keunggulan yang menjadi keunggulan pelayanan di kawasan ini," kata Hilwan.

Kegiatan diskusi itu akan digelar dalam rangka hari ulang tahun ke-53 Panghegar Group pada 27 Mei 2013. Diskusi ini digelar Sabtu, 4 Mei 2013, mulai pukul 09.00 di Paseban Deco, Grand Royal Panghegar. Bertindak sebagai pembicara adalah Popong Odje Junjunan, sesepuh Sunda.

Menurut dia, Popong yang juga anggota DPR RI itu bakal memperagakan tata krama Sunda yang sangat lekat dengan dunia hospitality. Bertindak selaku moderator adalah Us Tiarsa, mantan Ketua PWI Jawa Barat.

Selain diskusi, juga digelar pameran dan bazar batik, kelom, dan ikat Jawa Barat. Peserta datang dari Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Cimahi, Bandung, dan Garut. Pameran ini digelar tanggal 3-5 Mei di hotel bintang lima itu.


12.40 | 0 komentar | Read More

Desain Museum Keris Selesai Akhir Mei Ini

SOLO, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Surakarta mengharapkan penyusunan desain teknik secara detail atas rencana pembangunan Museum Keris di lahan eks-Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan selesai akhir Mei 2013.

Kepala Bidang Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Pemkot Surakarta Mufti Raharjo di Solo, Sabtu, mengatakan berbagai usulan masyarakat tentang rancang bangun museum itu, termasuk opsi menganulir pengadopsian karakter Candi Sukuh, akan ditampung.

"Bentuk Candi Sukuh belum tentu akan diaplikasikan ke Museum Keris. Adanya karakter candi sengaja ditampilkan dalam pemaparan karena memang membutuhkan gambaran awal konsep bangunan," katanya.

Saat uji publik Detail Engineering Design (DED) Museum Keris, Rabu (1/5), audiens mengusulkan pemakaian karakter bangunan Jawa. Pengadopsian arsitektur Candi Sukuh yang diakulturasi dengan bangunan kolonial dinilai tidak mencerminkan museum tersebut.

Ia mengemukakan usulan tersebut masih bisa terakomodasi melalui revisi DED. Ia menyebut penyajian DED tersebut belum final.  "Saat ini masih 50 persen jadi, dan belum menyentuh fisik bangunan. Usulan-usulan masyarakat menjadi pertimbangan. Masih ada waktu sampai akhir Mei untuk merampungkan DED," katanya.

Ia menyatakan optimistis bahwa waktu yang tersisa masih cukup untuk konsultan untuk merampungkan DED yang akan dijadikan dokumen lelang proyek senilai Rp10 miliar.

Setelah menggelar uji publik, tim akan mengagendakan pemaparan serupa untuk setiap perkembangan DED. Setelah dokumen rampung, pembangunan museum ditangani langsung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat.

"Tugas DTRK selesai sampai DED saja. Setelah itu, pembangunan oleh Disbudpar akan diawali penghapusan aset bangunan oleh Dispendukcapil dan DPPKA. Setelah beres, pembangunan baru bisa dimulai," katanya.

Ia menyatakan bahwa desain Museum Keris akan digarap secara serius oleh CV Nirwana selaku konsultan penyusun DED.  Terlebih, katanya, konsultan bersedia menanggung risiko didenda apabila dokumen DED belum juga selesai meski tenggat waktu telah habis.

Konsultan akan intensif melakukan kompromi dengan para pemangku kepentingan agar mencapai kesepakatan mengenai karakter bangunan museum itu.  "Ini wajar, karena sudah menjadi tanggung jawab pemenang lelang DED sekitar Rp80 juta," katanya.

Perwakilan konsultan CV Nirwana Semarang Agus Supriyanto mengatakan penjajakan kepada pemangku kepentingan merupakan perihal mutlak.  Apabila penjajakan itu berlarut-larut, katanya, perusahaannya bersedia menanggung denda kontrak.

Kepala Disbudpar Pemkot Surakarta Widdy Srihanto menyatakan siap memfasilitasi diskusi lanjutan sebelum mengerjakan fisik bangunan. Ia mengemukakan aspirasi budayawan dan pemerhati kota merupakan aspek penentu keberhasilan pembangunan Museum Keris.


12.40 | 0 komentar | Read More

Bantul Ajak Generasi Muda Jaga Warisan Budaya

Written By Unknown on Sabtu, 04 Mei 2013 | 12.40

BANTUL, KOMPAS.com--Banyak cara dilakukan orang untuk menjaga kebudayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar Pemilihan Putra Putri Bantul sebagai upaya mengajak generasi muda yang berkualitas untuk menjaga warisan kebudayaan di daerah ini.

"Pemilihan Putra Putri Bantul 2013 bertujuan menggugah generasi muda dan mudi untuk turut serta menjaga aset-aset kebudayaan serta menjadi Duta Pariwisata Bantul," kata Plh Kepala Dinas Kebudayaan dan Kebudayaan (Disbudpar) Bantul, Bambang Guritno di Bantul, Jumat.

Menurut dia, putra putri yang terpilih dalam ajang ini akan bertugas untuk menggali potensi, menyemarakkan even pariwisata sekaligus mempromosikan pariwisata Bantul serta turut berperan dalam misi kebudayaan.

"Diharapkan ajang ini juga dapat menjadikan generasi muda untuk tetap menjaga dan melestarikan warisan budaya nusantara sehingga pada akhirnya nanti dapat tetap diwariskan kepada generasi berikutnya," katanya.

Sementara itu, Ketua Panitia Pemilihan Putra Putri Bantul 2013 Adi Karang Samawi mengatakan, ajang ini merupakan agenda tahunan yang dimulai sejak 2008, dan untuk pendaftaran peserta telah dibuka sejak 1 Mei dan akan ditutup pada 10 Mei mendatang.

Menurut dia, hingga saat ini sudah ada sekitar 70 pendaftar yang mengembalikan formulir ke panitia yang berasal dari berbagai kabupatan/kota di DIY, semua peserta yang mendaftar akan diseleksi untuk dikerucutkan menjadi 50 peserta pada 12 Mei.

Kemudian, seleksi selanjutnya dari sebanyak 50 peserta akan dipilih sebanyak 30 peserta untuk mengikuti grand final melalui berbagai tes seperti pengetahuan umum, wawasan budaya dan pariwisata Bantul dan psikotes.

"Peserta sama sekali tidak dipungut biaya dan dari 30 peserta yang lolos seleksi ke grand final akan dicari tiga terbaik untuk mendapatkan uang pembinaan, trophy serta piagam penghargaan," katanya.

Menurut dia, berdasarkan pengalaman sebelumnya, para peserta yang tidak lolos seleksi biasanya kesulitan mengikuti tes berupa pengetahuan mengenai pariwisata dan potensi di Bantul, yang memang rata-rata peserta dari luar Bantul.

Padahal, kata dia jika peserta ingin mempelajari seluruh materi bisa mengakses dalam website Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Bantul, karena disitu juga dijelaskan berbagai potensi wisata dan kebudayaan.

Menurut dia, beberapa persyaratan untuk dapat mengikuti pemilihan Putra Putri Bantul ini diantaranya berusia pria dan wanita berusia minimal 17 tahun dan belum menikah, berpenampilan menarik dan warga negara indonesia yang berdomisili di DIY.

"Minat pendaftar dari ke tahun ke tahun hampir sama, rata-rata jumlah peserta mencapai sebenyak 100 orang,  dan memang pengalaman tahun sebelumnya pemenangnya merupakan warga Bantul," katanya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Tata Krama Sunda Cocok dengan Industri "Hospitality"

Tata Krama Sunda Cocok dengan Industri "Hospitality"

Sabtu, 4 Mei 2013 | 09:26 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Nilai-nilai tata krama etnik Sunda dinilai cocok dan lekat dengan industri hospitality, kata Penasihat PHRI Jawa Barat, Hilwan Saleh, di Bandung, Jumat (3/5/2013).

"Nilai tata krama Sunda sangat lekat dan cocok dalam dunia hospitality sehingga menjadi salah satu nilai tambah yang bisa menarik pengunjung dan memberi kesan positif bagi dunia kepariwisataan," kata Hilwan Saleh.

Untuk meningkatkan kesadaran atas potensi tersebut, Hotel Panghegar Bandung akan menggelar diskusi yang mengupas tata krama Sunda di dunia hospitality.

Hospitality adalah suatu cara untuk memberikan apa yang tamu butuhkan sebagai fokus utama dalam hubungan antara tuan rumah dan tamu.

Karakter hubungan tuan rumah dari tamu adalah adanya keramahtamahan yang dimulai oleh tuan rumah kepada tamunya dan kemudian dibalas oleh tamu.

"Karakter budaya dan ciri khas tata krama Sunda yang hade ka semah (ramah kepada tamu) menjadi salah satu keunggulan yang menjadi keunggulan pelayanan di kawasan ini," kata Hilwan.

Kegiatan diskusi itu akan digelar dalam rangka hari ulang tahun ke-53 Panghegar Group pada 27 Mei 2013. Diskusi ini digelar Sabtu, 4 Mei 2013, mulai pukul 09.00 di Paseban Deco, Grand Royal Panghegar. Bertindak sebagai pembicara adalah Popong Odje Junjunan, sesepuh Sunda.

Menurut dia, Popong yang juga anggota DPR RI itu bakal memperagakan tata krama Sunda yang sangat lekat dengan dunia hospitality. Bertindak selaku moderator adalah Us Tiarsa, mantan Ketua PWI Jawa Barat.

Selain diskusi, juga digelar pameran dan bazar batik, kelom, dan ikat Jawa Barat. Peserta datang dari Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Cimahi, Bandung, dan Garut. Pameran ini digelar tanggal 3-5 Mei di hotel bintang lima itu.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP

Written By Unknown on Jumat, 03 Mei 2013 | 12.40

DI STASIUN BOGOR KITA BERTEMU
-         Sulas Awa

di stasiun bogor kita bertemu meretas rindu, berlapis-lapis janji penuh debu
selalu saja kita saling tengkar, dalam amarah engkau ke luar stasiun
enyah entah ke mana sepertinya tak mau lagi bertemu; bangku peron bergetar
ke stasiun kota aku, dalam commuter line sepasang kekasih berpeluk di hadapanku
amat keterlaluan, tak tahu retas hatiku
aku mabuk dan terlelap

aku jadi penumpang turun paling akhir, tubuhku seringan kapas
nyangkut di angkot lalu terlunta di itc mangga dua, naik eskalator ke lantai tujuh
aku menyantap sop buntut dan iga bakar, teh-botol juga gado-gado
aku bernafas lagi, segar dan dari lantai tujuh aku menuruni tangga demi tangga
mengikuti suara hati kuseret langkahku; benarkah masih ada cinta sejati?

aku tersasar ke bawah monas, stasiun gambir, tanah abang, blok m, bahkan sampai
ke tanjung priok; tapi setelah perutku benar-benar lapar dan larut malam
terjungkal aku di stasiun kota, sudah tak ada lagi commuter
aku terbujur di lapak kaki-lima yang kotor, hingga pagi antara tidur dan tidak

seorang gelandangan yang bermalam di lapak lain tidak berapa jauh dariku
menendang kakiku seolah membangunkan dan mengusirku, aku tersintak
jakarta sudah mulai menggeliat, bau pesing dan bau got mengepungku
aku berdiri di depan loket, dan akulah orang pertama yang membeli karcis
commuter kota-bogor, dan aku jugalah orang pertama yang naik, tapi bukan
ternyata bukan aku orang pertama, seseorang yang kusebut 'engkau' sudah
berada dalam commuter, kita; aku dan 'engkau' sama membuang muka
sejumlah orang mulai berdatangan juga, kian ramai, ketika commuter jalan
kulihat 'engkau' terhuyung pindah ke gerbong lain, aku mabuk dan terlelap

seorang petugas berseragam biru menendang kakiku, membangunkan dan
mengusirku, aku turun dari commuter; aku ke luar stasiun hendak enyah
entah ke mana, menyeret langkah mengikuti suara hati
benarkah masih ada kehidupan yang sejati? seperti yang pernah dikatakan
almarhum ayahku:
"menanam kebaikan memetik kebaikan, menanam keburukan menuai keburukan"
tapi belum begitu jauh kutinggalkan stasiun, seseorang yang kusebut 'engkau'
meringkus-menyeretku ke dalam sebuah rumah-tua-rusak yang kosong
dari semak-belukar yang tumbuh di belakang rumah tua itu, seseorang
berjubah kuning-keemasan bersorot-mata kemilau muncul; dan menghardik
:"hai, tuan! menyerahlah di kedalaman cintanya, ia-lah perempuan jelmaan

dari telaga dewi asal tumbuh edelweis yang kausimpan dalam hati dan jiwamu!"

aku tergeragap; seseorang berjubah itu menghilang; seseorang yang kusebut 'engkau'
menubrukku, memelukku begitu erat!
hatiku hancur, aku jadi teringat pesan ibuku sebelum kutinggalkan ranah minang
berpuluh tahun lalu: "muliakanlah perempuan yang mencintamu, selamanya!"

aku pun memeluknya sangat erat, kuharap hatinya tak lebur.

Bogor, 18 Maret 2013.

SI PENYAIR MALIN

bocah itu berguling di pasir laut, lidah ombak menelannya
ia terus berguling, ibunya menjerit cemas, menariknya ke pasir pantai
"malin cepatlah besar, ranah rantau menantimu"

si malin lajang merantau juga akhirnya; terbang dari bandara minangkabau
di tanah jawa malin tidaklah berdagang, tapi bertualang, menggelandang
memburu kata-kata di seluruh kawasan kumuh jakarta dan ngamen
dari stasiun ke stasiun dari terminal ke terminal, dari pagi hingga malam

pagi hingga malam sang ibu mendoakan malin;
"sukseslah dan cepatlah pulang, anakku!"

bertahun-tahun kemudian pulang juga akhirnya malin; mengeluarkan ribuan
cabikan kertas dari koper besar di hadapan sang ibu yang kian renta
dipeluknya malin oleh ibunya, berderai airmata keduanya
"kertas-kertas apa yang kaubawa ini, malin?" tanya ibunya menyeka airmata
dengan lantang malin menjawab;
"bunda, ini hasil banting-tulangku: beribu-ribu puisi!"

bercucuran air-mata bunda malin!

Bogor, 13 Maret 2013.

TENGGELAM AKU DI HATINYA

aku tak mungkin menantang matahari mataku akan rabun
atau mungkin juga buta, maka aku menekur, dan nyanyi tekukur
dari atas pohon mahoni meningkahi langkah lari-kecilku yang telanjang
menuruni lembah, di tikungan paling akhir
menjelang sampai di sisi danau, seorang perempuan membuang daun-resahnya
resahnya itu berserak bertumpang-tindih dengan dedaunan mahoni yang mengering
beberapa saat kita bersitatap; kaukah perempuan yang menghabiskan hari-hari
di sisi danau dan pernah menjalin puisi surealis denganku?
kau mematung, padahal aku tidak menghendaki lahirnya monolog basi
atau mari kita terjun saja lagi ke dalam danau ini
perempuan itu menggeleng, membuka mulutnya

"aku memang penjaga danau ini, tapi barangkali bukan perempuan yang kauhendaki,"

matanya menyala kian menyala

dengan seribu debar  aku tinggalkan perempuan itu

"sabar tuan penyair, ada hal penting yang mungkin perlu kita bicarakan"
reflek aku menoleh; "kau tak paham sejarah cintaku begitu penuh debu dan sembilu,"
matanya meredup kian meredup
"tak usahlah terjuni danau, selami dan berenanglah dalam hatiku, tuan penyair,"
dengan penuh rasa curiga aku pun terjun dan berenang dalam hatinya
: aku terbentur bebatuan licin-runcing, angin mengentalkan kabut
hatinya ternyata penuh ranjau, di sana sini duri dan miang
air danau mengeruh kian keruh, segalanya menakutkan
aku tak bisa melihat dan menemukan jalan ke luar
tenggelam aku di hatinya.

Bogor, 12 Maret 2013

TUBUHMU MELAYANG KE ATAS LANGIT SUREALIS

rembang petang perjalanan segera dihentikan
aku melihat tubuhmu melayang ke atas langit surealis
dalam zikir aku begitu kecil dan tak berguna
aku seperti lebih kecil dari sebutir debu
yang terkapar

sekali waktu boleh aku mengenalimu dengan kacamata batinku?
mungkin tubuhmu adalah mahacahaya dan rambutmu bergerai sewangi melati
suaramu tak terdengar namun kata-katamu merasuk ke dalam darahku
elusan tanganmu tak terasa tapi menidurkanku dari resah menyala
lebih setengah mati aku merindukan pertemuan denganmu

sekali waktu izinkan aku berlama-lama bercengkerama denganmu
seraya membolak-balik seluruh halaman puisi yang mentah
dengan hidangan kue tar dan minuman air dari sungai yang mengalir
di bawah rumahmu; sangatlah takjub seandainya aku benar bertemu denganmu
sekali waktu aku ingin juga bersetubuh denganmu!

Bogor, 12 Maret 2013

SAYAP KUPU-KUPU DI MEJA TAMU

kutemukan beberapa lembar sayap kupu-kupu di meja tamu
"ini hari minggu, kenapa tidak bepergian?" entah suara siapa
selembar sayap kupu-kupu menjelma sungai kenangan
: bening lembah anai mengalirkan ribuan air-cahaya
kita mandi-mandi, berselonjor di batu-batu yang licin
di perdu dan belantara kita dendangkan ratap
setelah itu hangatkan tubuh dengan kopi-susu

: telaga dewi di sekitarnya tumbuh edelweis
kita perebutkan, beberapa kali nafasmu tersengal
"jangan kauremas jadi puisi ini edelweis!" pintamu
aku mengangguk tapi edelweis kukunyah-kunyah juga
aku telan dan sungguh aku mual; aku muntah puisi
: jenjang empat puluh empat kita turuni
nasi kapau dan keripik sanjai di tangan 

dari pasar bawah kita melihat jam gadang
sudah pukul enam, segera ke padang
bergumul dengan berita dan tajuk rencana

sungai kenangan terus saja mengalir
entah ke mana-mana, hingga sampai juga
kulihat lagi beberapa lembar sayap kupu-kupu
di meja tamu; perlahan menyatu menyerupai wajahmu.

Bogor, 10 Maret 2013

PERTENGKARAN DENGAN SUNYI
-Sulastri)

sepagi ini di ruang lobby
pertengkaran dengan sunyi memaksaku
beranjak ke kamar
ternyata lebih nikmat bercakap dengan cooling body spray
dengan citra lasting white, gatsby water gloss soft, caladine powder
analgesic balm counterpain, inspiring lychee lemon mizone, danone aqua
atau bahkan dengan selembar puisi yang sangat lusuh

(engkau pernah bertemu dengan seseorang yang matanya buta
mencari kekasih yang ingkar janji?
berjalan seraya terus menggumamkan sebuah nama)

aku jadi sangat ingat seseorang bermata sayu
perempuan yang menyulam perih di sisi sebuah danau
seraya bergumam apa saja tentang mantan kekasihnya yang ingkar janji
dan di penghujung senja selalu saja ia berteriak kepadaku

"tuan penyair, abadikan seluruh puisimu dalam hati dan jiwaku yang retak!"
aku selalu saja terkesima dibuatnya
perempuan yang hari-harinya dihabiskan di sisi sebuah danau
selalu saja mengulurkan sekuntum mawar ungu dari balik punggungnya     
sebelum ia melompat dan terjun ke dalam danau

"ternyata danau telah benar-benar meranumkan kesakithatianku, tuan penyair"
selalu saja aku melambaikan tanganku setelah ia puas mandi dan menyelam
"terjunlah, tuan penyair! kita mandi dan berselam, air danau ini penuh inspirasi!"
sungguh aku lebih terkesima
air danau penuh inspirasi

aku pun terjun ke dalam danau
aku dan ia lama saling tatap tapi diam
aku dan ia berpelukan, dalam diam
aku dan ia sama menyelam, aih, percintaan yang surealis
aku dan ia menjalin sebuah puisi
puisi yang kekal bercahaya

Bogor, 10 Maret 2013

TRAGEDI APEL DAN RUANG TAMU

di ruang tamu
mestinya tak kausuapkan buah apel ke mulutku
iris demi iris apel telah memabukkanku

"ini apel bukan buah kuldi," bisikmu
kauguncang-guncang tubuhku
tubuh yang perlahan beku

ruhku melompat ke luar

beberapa saat berdiri di halaman
rumput-rumput menghampar kering
semua kembang layu

ruhku melesat ke laut
bergulingan di runcing-runcing karang

mendaki bukit memeluk kabut
menuruni lembah mengais-ngais angin basah
melayang pergi-pulang cilacap-padang

aku telah benar-benar mabuk
aku mau apelmu lagi

kuketuk pintu ruang tamu

"masuklah," sambutmu, "kusuapkan lagi iris demi iris apelku..."

di ruang tamu
sebilah pisau terus mengiris apel demi apel
kausuapkan ke mulutku
tubuhku yang beku perlahan meleleh
menjelma gumpal-gumpal sajak berlumuran darah.

Bogor, 9 Maret 2013

MENGHAPUS AIRMATARINDUMU

ini siang ke berapa?
kerikil di sepanjang jalan berbukit ini memecah telapak kaki-sunyiku

kau masih ingat tentang sebuah stupa
bercahaya sepanjang lorong
jiwaku dan jiwamu?
stupa yang kita cipta dengan idiom bahasa dan isyarat dan sekuntum edelweis
stupa yang bergetar bila senja basah berkabut

betapa dulu kau pernah memelukku begitu erat
di sepanjang jalan berkerikil tajam di bukit ini
kita sama mengecup kening senja, senja yang basah berkabut

airmatarindumu jatuh dalam gerimis kian melebat

"kota ini serupa sebuah lembah batu berlumut rindu," ujarmu di telingaku

kepergian yang berhari-hari melahirkan kerinduan
pada sebuah stupa cahaya
sepanjang lorong jiwaku dan jiwamu
"kita tinggalkan saja kota ini, kembali ke teluk nusakambangan
kita peluk runcing karang, kita nikmati debur dan alun gelombang"
gerimis membasahi senja 
aku pun segera pulang
menghapus airmatarindumu.

Bogor, 7 Maret 2013.

Eddy Pranata PNP, sekarang bermukim di sebuah kampung sunyi di balik ketinggian bukit, 40 km barat kota Purwokerto, Jawa Tengah. Lahir 31 Agustus 1963 di Padang Panjang, Sumatra Barat, Indonesia. Sehari-hari beraktifitas di  Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, Jawa Tengah. Mulai menulis puisi tahun 1983. Karya puisinya terkumpul dalam sejumlah antologi bersama, seperti: Rantak 8 (1991), Sahayun (1994), Kebangkitan Nusantara II (1995), Batin (1996), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Hawa (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Antologi Puisi Sumatra (1998), Antologi Puisi Sumatra Barat (1999), Diverse (from 120 indonesian poets) Shell Jagat Tempurung, Padang, 2012, Pinangan (35 penulis Dapur Sastra) Teras Budaya Jakarta, 2012, Flow into the Sink into the Gutter, Shell Jagat Tempurung, Padang, 2012 dll. Buku kumpulan puisi tunggal yang sudah terbit : Improvisasi Sunyi, (Jalur Sastra, Padang, 1997) dan Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (Shell Jagat Tempurung, Padang, 2012). Tahun 1996; mengikuti Mimbar Penyair Abad 21 di Jakarta. Tahun 1997: Pertemuan Sastrawan Nusantara di Kayutanam Sumbar. Tahun 1999: Pertemuan Sastrawan Nusantara di Johor Bahru, Malaysia. Pernah menetap di kota Padang, 1981-2004. Sekarang masih menulis puisi, walau jarang dipublikasikan. Email: penyaircilacap@yahoo.co.id.
 


12.40 | 0 komentar | Read More

Ron dan Rose

Cerpen Lely Dz Nouha

Rose mematut-matut di depan cermin. Sesekali dia memutar pinggangnya, menunjukkan pada sang cermin strecth mark yang memenuhi permukaan perut bagian bawahnya. Dia menepuk-nepuk pelan bagian itu. Mukanya sedikit cemberut.

"Sayang, apa kau merasa perut ini semakin jelek? Apa sebaiknya aku ke Skin Care untuk membenahi cacat ini?"

Lelaki yang dipanggilnya sayang meletakkan laptop yang dipangkunya di atas kasur. Dia berdiri de balaknya sambil mengelus-elus perut Rose.

"Strechtmark ini membuatmu tampak lebih wanita, sayang. Tapi kalau itu membuatmu merasa nyaman, aku akan menemanimu ke sana," tangan si lelaki melingkar ke perut Rose.

Rose mengembangkan senyum kelegaan. Tangan kanannya meraih tengkuk sang lelaki.
"Oh, Ron, aku tahu kau begitu mencintaiku seperti aku mencintaimu, "
Kemudian mereka berciuman disaksikan cermin yang memantulkan bayangan keduanya.
* * *
Alunan musik jazz mengiringi suasana pesta di sebuah ruang pesta. Ron duduk di sebuah bar dengan segelas vodka yang sudah di sodorkan bartender sepuluh menit yang lalu. Pesta para pebisnis yang selalu diciptakan untuk mengikat dan memberi ruang eksklusif kepada para eksekutif untuk mengelegankan segala transaksi dan kemitraan yang dibangun.

Seorang wanita berbadan ramping bergaun merah marun datang dan duduk di samping Ron.
"Satu buatku seperti yang dipesannya, ya," wanita itu berkata pada sang bartender. Segera, satu gelas vodka di depannya. Ron menoleh ke arah sang wanita.
"Hai Ron. Sendirian?" sapa sang wanita.
Ron melemparkan senyum. Senyum itu ditangkap sang wanita sebagai sinyal bahwa umpan telah termakan.
"Aku ingin tahu dari mulutmu tentang apa yang kau inginkan meski aku sebenarnya sudah membaca umpan apa yang sedang kau lempar," Ujar Ron santai.
Sang wanita tersentak. Tawanya tak mampu menyembunyikan keterkejutan jawaban Ron.
"Aku sekarang yakin tentang kebenaran gosip yang beredar tentangmu, Ron. Kau memang misterius. Tapi, semakin misterius seorang lelaki, semakin besar daya tarik yang dia hembuskan,"
"Aku tak perduli dengan gosip itu. Tapi aku lebih perduli pada keingintahunanku tentangmu. Jadi, kau termasuk diantara wanita yang menangkap hembusan itu, hah?"
"Hahaha, tidak semudah itu, Ron. Aku takkan semudah itu terjerat."
Ron menggeser duduknya, mendekatkan mukanya ke rambut sang wanita.
"Coba saja," bisik ron diikuti hirupan dalam Ron menembus rimbunan rambut ang wanita yang tergerai.
Sang wanita menenggak vodka di depannya sekali teguk dan berdiri segera.
"Mari kita buktikan. Aku tak sabar untuk meruntuhkan gosip yang terlalu dilebih-lebihkan itu," Sang wanita menyelipkan secarik kertas di tangan Ron. Ron membacanya.
* * *
Gaun merah marun itu tersia-siakan di sebuah sofa di sebuah kamar hotel. Wanita itu tergeletak lemas dengan selimut abu-abu menutupi punggungnya. Ron merapikaan pakainnya, mengancingkan kemejanya, memasukkannya ke dalam celana.
Wanita itu menggeliat. Memandang Ron penuh gairah.
"Apa hanya semalam ini saja kita nikmati keindahan ini, Ron?"
"Aku bukan tipe lelaki yang suka terikat dengan wanita yang ditidurinya karna libido. Lagipula, kau tak lebih menarik dari istriku,"
"Jadi benar kata orang. Kau selalu mengatakan istrimu lebih menarik setelah kau tidur dengan wanita lain," gerutu wanita itu.
"Apa itu menjawab ketidak-sabaranmu tadi? Aku harap kau tak menyesal menghabiskan satu jam yang sia-sia," Ron menyambar dompet dan meninggalkan sang wanita yang baru saja tercampakkan.
* * *
"Rose...," panggil Ron pelan. Tubuhnya begitu gemetar. Tangan Ron memeluk erat pinggang Rose. Kepalanya memendam di bawah ketiak  Rose. Rose mengelus-elus rambut ikal Ron penuh kelembutan.
"Aku... baru saja tidur bersama seorang wanita bergaun merah marun,"
Rose diam sejenak. Tangannya masih memainkan kepala Ron.
"Aku tahu, Ron. Aku tahu sayang," Rose mendekatkan wajahnya ke kepala Ron dan mencium keningnya. Ron menatapnya dalam. Kemudian mereka saling mematut mesra.
* * *
Pesta para pebisnis selalu diadakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan mereka. Beberapa kepentingan di luar bisnis pun ikut mnungganginya. Bukan hal yang baru.
Tiga orang wanita duduk memutar dan membicarakan kepentingan lain yang menunggangi. Topik yang paling menggemaskan mereka adalah PRIA. Hal selalu panas dibicarakan selain membicarakan soal belanja.

"Kalian tahu, seminggu yang lalu Sal tidur dengan Ron. Dia benar-benar membuktikan gosip yang beredar tentang Ron," seorang wanita berambut pendek membuka topik.
"Kau tahu dari mana Sal tidur dengannya. Sal wanita yang sulit ditebak dan bukan wanita yang mengumbar gairahnya. Dia tidak mungkin semudah itu ditaklukkan," sahut wanita lain yang berambut keriting.
"Kau lupa, Ron juga bukan lelaki yang mudah ditaklukkan?" si wanita berambut pendek menimpali.
"Lalu bagaimana kau tahu Sal tidur dengannya?"
"Aku melihat mereka keluar bersama malam itu. Dan keesokan harinya Sal datang ke kantor dengan tatapan kosong. Seperti gadis yang telah dicampakkan pemuda," si wanita berambut pendek menejelaskan penuh semangat.
"Aku jadi penasaran dengan istrinya. Kalau memang tidak ada wanita yang lebih menarik dari istrinya, lalu untuk apa dia repot-repot meniduri wanita lain?" wanita berambut keriting melempar tema yang lebih spesifik.
"Mungkin dia semacam psikopat," kata seorang wanita bermuka oriental yang sedari tadi diam saja.
"Ah, kalau dia psikopat, siapa yang telah dibantainya? Semua yang pernah tidur dengannya sampai sekarang masih hidup dengan sempurna," sanggah wanita berambut pendek.
"Yang jelas dia punya kelainan," sahut wanita berambut keriting.
"Yang jelas dan pasti dia pria ranjang yang hebat," wanita berambut pendek mengatakan dengan pasti.
"Lihat dia datang,"
Ketiga wanita itu menatapnya tanpa menoleh.
"Aku bertaruh, dia belum pernah tidur dengan wanita asia. Paling tidak, wanita berwajah oriental," wanita berwajah oriental berdiri.
"Liza Shu, jangan bermain-main dengan tantangan. Apalagi medannya adalah Ron!" Wanita berambut keriting menyahut.
"Biarkan saja, Anne. Kau bisa tahu kebenaran pria bernama Ron dari mulut sahabatmu sendiri, kan?"
"Gabby, bagaimana kalau Ron memang psikopat, atau mungkin kan dia tiba-tiba berubah jadi psikopat?"
"Tenang saja, Anne, aku tahu harus melakukan apa padanya," Ujar Liza sambil melangkah mendekati Ron.
* * *
"Ron, aku kira kau akan bilang bahwa istrimu lebih menarik dariku,"
"Kau sudah tahu, tidak perlu aku katakan, kan?"
"Lalu untuk apa kau tidur denganku kalau memang itu istrimu lebih menarik?"
"Jadi kau tidur denganku hanya untuk menjawab pertanyaan itu? Kasihan sekali kau, Liza,"
"Ahahaha...,"
"Apa yang lucu?"
"Istrimu. Yang kasian justru istrimu, Ron. Dia harus hidup dengan lelaki yang tidur dengan wanita-wanita lain di belakangnya. Pasti dia wanita yang rapuh,"
"Sebaiknya kau diam kalau kau tak tahu apa-apa,"
"Waw, kau bisa mengatakannya dengan tenang. Hah, tentu saja istrimu terkelabui. Kau begitu mudah menyembunyikan kebenaran dirimu sendiri. Sekali-kali, ajaklah istrimu ke kantor. Atau... kau takut dia akan tahu dengan perilakumu?"
"Kau tidak tahu arti kata peringatan, Liza. Kuharap kau tak meneruskannya."
"Jadi kau benar takut? Ah, menyenangkan sekali. Aku harap kita bisa melakukan hal ini setiap malam. Kau benar-benar hebat di atas sini. Tapi aku jauh lebih berharap untuk melihat raut menyedihkan istrimu yang hatinya hancur. Dia pasti akan jadi gila mendadak,"
Ron tiba-tiba melompat ke atas tubuh Liza. Tangannya mencengkeram lehernya.
"Kau benar-benar tak tahu arti kata peringatan, ya? Aku harap kau akan menyesal. Haha. Tenang saja, rasa menyesalmu hanya akan kau rasakan sekejap. Besok, orang-orang terdekatmu yang merasa menyesali dirimu."
Ron meninggalkan Liza yang terbujur.
* * *
"Rose...," panggil Ron pelan. Tubuhnya begitu gemetar. Jauh lebih gemetar dari malam-malam sebelumnya. Tangan Ron memeluk erat pinggang Rose. Kepalanya dipendamnya  di bawah ketiak  Rose. Rose mengelus-elus rambut ikal Ron penuh kelembutan.
"Aku... baru saja tidur bersama seorang wanita bernama Liza," Rose diam sejenak. Tangannya tak berhenti memainkan rambut ikal Ron.
"Aku tahu, Ron. Aku tahu sayang," Rose mendekatkan wajahnya ke wajah Ron.
"Aku... juga membunuhnya. Kau tahu aku mencintaimu, dan hanya mencintaimu,"
"Tenangkan dirimu, sayang. Aku yang akan membersihkan semuanya."
Ron menatapnya dalam. Kemudian mereka saling mematut mesra.

26.06.2011
~Violet Angel~


12.40 | 0 komentar | Read More

Martin Alaida, Haul Pram dan Indonesia Modern

Written By Unknown on Kamis, 02 Mei 2013 | 12.40

Oleh Sabiq Carebesth*

30 April 2013, dunia sosial media yang kian mudah, ramai dan banyak penggunanya, dengan cepat hari itu silang informasi haul alm. Pram menyebar di mana-mana. Salah satunya di Twitter @radiobuku pimpinan Muhidin M Dahlan, yang sempat di sisi Pram pada masa kritis sampai meninggalnya. Radio buku merilis dalam informasi pendek-pendek via twitter saat-saat terakhir Pram. Memori publik pun seketika seperti diungkit lagi melalui #HaulPram, sebagian kecil masyarakat juga kembali merasa sangat mendalam dan kehilangan. Tak terkecuali saya. Maka sigap saya menulis di Twitter saya @sabiqcarebesth:

"Pada Pram kita belajar mencintai bangsa dan tanah air Indonesia sekalipun kadang pahit rasanya."
Saya menerka-nerka sendiri logika yang tengah saya bangun atas kalimat pendek yang saya tulis di twitter dan susah payah mencoba menziarahi belukar ingatan pada Pram lewat buku-buku yang saya baca. Saya lalu teringat Multatuli. Pram yang lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun--terus bicara Multatuli selagi masih sehatnya, dalam fiksi mau pun dalam dunia kesehariannya jika ada yang mengajaknya bicara tentang Indonesia modern. Saya meneruskan bertanya kepada diri sendiri dan makin meruncing pada dua hal: kesadaran kebangsaan dan impian pada indonesia modern. Bagi saya itulah pokok utama pikiran dan kerja alm. Pram.

Rasanya saya perlu membagi permenungan saya yang hanya lugu usia dan tak seberapa mendalam membaca Pram, perasaan cinta dan bangga lah kepada Pram yang telah begitu seluruh pada bangsanya yang membuat saya merasa seperti Pram adalah seorang kakek yang hebat dan kian rapuh sementara saya adalah anak sempat yang baru lahir kemarin sore. Atas rasa cinta dan bangga pada Pram saya menulis di Facebook yang bisa memuat lebih banyak kata-kata: "di bulan April, setidaknya 2 nama sastrawan yang menghadirkan modernitas Indonesia wafat; Chairil dan Pram. Sekarang pun lahir beratus bahkan beribu sastrawan, sebagian mereka telah menjadi besar dipanggungnya dan kita masih menunggu modernitas yang mungkin dihadirkannya; atau banyak lalu jadi peristiwa saja yang segera berlalu beku. Kita juga memiliki 3 hari yang berbeda yang diperebutkan sebagai hari sastra. hari lahir Abdoel Moeis dan Pram jadi salah satu versi penetapan hari sastra dg alasan dan keyakinan yg masing-masing berbeda. Tapi saya lalu jd ingat, Pram pernah bertanya kepada Sukarno (saya lupa ttg apa): "Kenapa tidak Multatuli?" alasan Pram selalu spt stiap alasan kehidupannya: karena inspirasi yg turut menyusun dan melahirkan kebangsaan yg kelak akn disebut: INDONESIA modern. #saya mengenang haulnya alm. Pram hari ini, dan meresapi impiannya, dg sastra (atau jalan lainnya) utk mendorong kebangsaan Indonesia yg modern dan terhormat dalam pergaulan antar bangsa-bangsa lainnya didunia." (Facebook sabiq carebesth, 30/04/13)

Beberapa saat kemudian saya seperti merasa kaget yang tiba-tiba mendebarkan dada, jemari kanan saya rasanya kaku sementara jemari kiri saya setengah bergetar. Saya membaca sebuah komentar atas status yang saya tulis:
"Pram takkan diterima. Bangsa terkutuk takkan memilih orang yang mereka kutuk. Saya kira Taufiq Ismail pasti disetujui, karena air matanya."
Komentar yang menjurus lurus ke inti, tak meleset se inci dari maksud, tentu dilempar seorang yang talah begitu matang dalam melempar anak panah, seorang yang memahami pusat, jarak dan bangunan sekeliling dari wacana tentang sastra, Pram, dan Indonesaia. Komentar dari empunya "Liontin Dewangga", Martin Alaida.

Saya kikuk, mengingat sosok Martin adalah senior dalam sastra yang saya gandrungi dan seorang manusia yang mungkin penuh tato luka sebagai anak bangsa atas suatu kurun sejarah terutama terkait korban kemanusian yang tumbang pada 1965. Hal itu tampak bagi saya bukan lagi sekedar wacana bagi Matin Alaida, melainkan telah menjadi mistik yang mengaliri darah dan menyusupi daging kesadarannya bahwa bangsa ini pernah berada dalam tiangkat kekejian dan dehumanisasi paling rawan dimana jutaan orang dibumikuburkan bersama sejarah kemanusiaan yang tak mungkin ditemukan kembali. Saya gugup tapi saya memberanikan diri merespon Martin, toh keprihatinan itu sama bagi kami sebagai anak bangsa Indonesia:
"turut prihatin bang. dan hal itu mungkin akan terus jadi penanda sampai mana bangsa indonesia mencerahkan sendiri sejarahnya dan menjadi bangsa yg modern. mungkin indonesia masih akan berumur panjang untuk menjdi bangsa modern. saya hanya mempercayai bhwa memang tdk banyak, atau trllu sedikit anak bangsa yg dg karya fiksinya bisa menghadirkan refleksi dr cakrawala yg menghadirkan imajinasi paling mendalam sklgus jauh dr kebangsaan Indonesia melebihi alm. Pram."
Saya menghela nafas selalu lebih dalam setiap kali ingin membalas komentar Martin. Entah sebab apa, saya tiba-tiba merasa dekat dan ingin menemuinya di TIM Cikini (Taman Ismail Marzuki) seperti sore waktu itu; dan mendengarnya bercerita. Tak seberapa lama Martin kembali membalas komentar saya di Facebook:
"Pram menulis tentang kebangkitan bangsanya, dia ikut berjuang untuk mendirikan republik dan dengan setara menghasilkan karya dengan latar perang kemerdekaan. Namun dia dianiaya bangsanya sendiri. Saya tanya anda, dengan korban 65 yang melebihi korban di tahun 2O-an dan 1945, mana ada karya sastra, film, musik, tari yang besar dengan latar peristiwa itu? Tunjukkan! Ada yang salah dalam diri kita. Kita miskin sekalipun dalam menghayal. Duafa dalam imajinasi!"
"Kita miskin sekalipun dalam menghayal. Duafa dalam imajinasi!" saya tertohok, saya masih muda, seangkatan saya muda-mudi masih banyak, tapi bukan dari mereka saya mendengar hal yang jujur dan berani semacam itu. Martin membawa saya sebentar kepada jalan panjang patriotik suatu angkatan dalam mencitai bangsanya, pada sebuah ingatan, memori sekaligus mimpi tentang "Indonesia modern?". Apa yang kita imajinasikan sekarang?

Saya katakan kepada Martin bahwa saya (kami yang muda usia) membaca dan akan mencatat hal itu sebagai pesan sebuah angkatan yang harus dibawakan kepada realitas kebangsaan sekarang. Bagaimana hendak menjadi modern, kalau dalam menghayal saja kita miskin dan pada soal imajinasi kita begitu dhuafa?

Saya tertunduk, merenung, diam. Meminjam istilah beken anak sekarang, saya mengalami galau—kegalauan. Rasanya seperti ada yang menyentak saya dan mungkin akan terus mendampingi mimpi saya sebagai bagian dari angkatan suatu zaman dari perjalanan panjang Indonesia raya.
Dalam keadaan masih setengah galau, saya kembali menilik twitter @radiobuku, dan sekali lagi meniyimak timeline mereka, tercatat di layar komputer saya: @radiobuku: Pembacaan yasiinan bergemuruh di malam minggu yg mirip pasarmalam ini. Tak ada internationale di malam di rumah. #Pram meninggal dg tenang. Hanya dikelilingi keluarga & anakmuda terdekat yg menjagainya. Tanpa pers. Sepi. 30 April 2006.

Kami mengenangmu Pram. Kataku dalam hati, seperti sebuah genta yang bergema dalam diri saya sendiri, ingatan pada frasa dalam buku Pram membunyikan kata-kata: Dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang, seperti dunia dalam pasar malam.  "Detik demi detik lenyap ditelan malam. Dan dengan tiada terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik ditelan malam dan siang. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti waktu. Dimanapun juga dia menampakkan dirinya.  Dimanapun juga dia menyerbu kedalam kepala dan dada manusia, dan kadang-kadang ia pergi lagi dan ditinggalkannya kepala dan dada itu kosong seperti langit" #PramoedyaAnantaToer (Bukan Pasar Malam)

Malam tiba-tiba larut, saya pergi menjenguk seorang kawan yang istrinya baru saja melahirkan. Bangsa Indonesia melahirkan anak lagi. Bayi mungil yang akan segera mengerti ia adaah anak manusia, seperti yang lainnya juga di bumi manusia.

Malam tiba-tiba menjelang pagi, saya membaca berita, tak menonton sendiri karena tak ada TV dikamar, Real Madrid menang 2-0 atas Borussia Dortmund, tapi tetap tak cukup untuk pergi ke laga Final di stadion Wembley Inggris. Saya kian tambah mengantuk dan merasa capek tiba-tiba, pergi tertidur dan setengah lelap sebelum subuh.

Dan pagi ini dikantor saya membuka laptop dan mendapati berita; semalam Martin Alaida mengalami kecelekaan sewaktu turun dari angkot sepulang dari acara Haul Pram ke 7 di UIN Ciputat. Di tengah demo ribuan buruh di Istana Kepresidenan, ia kini terbaring sakit di RS. Fatmawati Jakarta untuk perawatan luka yang kabarnya sedikit parah.  Aku merindukannmu dan ingin menjenguk sakitmu.
Ah mencintai saudara, keluarga, mencintai tanah air, bangsa memang bukan perkara mudah. Seperti kata-kata Pramudya Ananta Toer, "Cinta itu tidak mungkin terbentuk tiba-tiba, sebab ia adalah anak kebudayaan..!"

*Pecinta Buku dan Kesenian,
Bidara Cina, Jakarta, 1 Mei 2013


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Rabu, 1 Mei 2013 | 20:21 WIB

pandai puisi
: F Aziz Manna

dibikinnya kata yang gila gelora
tinggi imajinasinya selendang angkasa
dibuatnya tanda tanya di kepala kita
katanya sederhana
tapi tiap kita bertemu kitab.
telah kita buka segala halamannya
tapi tak ada. tak ada tafsir puisi di sana

karena tak ingin kepala gegar otak dibuatnya
maka kita membaca puisi, bagai tanpa otak

Munawwaroh 2013

yang (tak) mudah putus asa dalam puisi
: Putu Gede Pradipta

sayang, tibatiba kita pulang dan memeluk kesendirian
terpekur di bawah bulan hijau, berbicara ke pada puisi
"malam ini masih abuabu, seperti dirimu yang menggoda sekaligus mengecewakanku'

kita menenggak teh. di kamar masingmasing. berhenti berbicara pada hening. ada balon hijau di langitlangit kamar. kita membayangkan sesuatu lalu diam.
menunggu mimpi meledak. menunggu puisi kembali congkak

kepada tuan ilustrasi
: Ferdi Afrar

entah apa yang kucari dari setangkai puisimu di laman koran itu
kurasa apa pun itu, bukan sematamata suka.

seperti kau, tak pandai purapura menyukai puisiku.
aku paham, mungkin segala kata ini masih kualitas rongsokan.
hasil jamah pikir orangorang yang malas belajar

tuan ilustrasi,
pada akhirnya aku mensiasati segala kerumpangan kau-aku dalam puisi
kujadikan kau seperti diari, tempat aku menceritakan segala mimpi
apalagi, kalau bukan puisi yang lahir seperti hasil onani. puisi tak jadi

kelak tuan ilustrasi, aku akan mencapai puncak diksi
mampu menggamblangkan ketidak percayaanmu pada kesalahan
seperti kau menggambar yang selalu terang. puisiku pun akan terang.

mari berjalan menyusuri gang demi gang koran yang katamu luas itu

Munawwaroh 2013

Muhammad Asqalani eNeSTe, Mahasiswa Pend. Bahasa Inggris - Universitas Islam Riau. Aktif di Community Pena Terbang.


12.40 | 0 komentar | Read More

Surabaya Meriah Sepanjang Bulan Mei

Written By Unknown on Rabu, 01 Mei 2013 | 12.40

SURABAYA, KOMPAS.com--Menyambut Hari Jadi Kota Surabaya 2013 pada Minggu (5/5) akan digelar Parade budaya dan pawai bunga.

Sekretaris panitia Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) Yayuk Eko Agustin, Selasa mengatakan selama Mei 2013 masyarakat bakal disuguhi rangkaian kegiatan, mulai dari parade budaya dan pawai bunga, festival rujak uleg, "Surabaya Shopping Festival" (SSF), "Surabaya Urban Culture Festival", hingga konser musik.

"Selain itu, ada pula acara `Surabaya Health Season` (SHS) yang sudah berlangsung sejak April dan akan berlanjut hingga bulan Mei, serta program timbang balita serentak," katanya.

Menurut dia, rangkaian kegiatan HJKS sudah menjadi agenda tahunan. Harapannya, selain memberikan hiburan yang bermanfaat bagi warga Surabaya, pihaknya ingin kegiatan ini bisa menjadi ikon Kota Surabaya.

Ia menjelaskan bahwa parede budaya dan pawai bunga sebagai gong pembuka rangkaian HJKS. Dalam pawai itu sekitar 35 mobil hias dan puluhan tampilan budaya dari beberapa daerah di Indonesia akan berparade.

Adapun rute yang dilalui dimulai dari Tugu Pahlawan, Jl Gemblongan, Jl Tunjungan, Jl Gubernur Suryo, Jl Yos Sudarso, dan berakhir di Taman Surya.

Yayuk menyatakan, tahun ini ada hal berbeda yang coba ditawarkan karena di sepanjang jalan yang akan dilalui nantinya akan ada suguhan tontonan bagi warga, seperti tari tradisional, atraksi budaya, musik, atau bahkan pertunjukan topeng monyet.

"Jadi, sembari menunggu iring-iringan parade, masyarakat bisa menikmati aneka pertunjukan di beberapa titik. Selama pelaksanaan, jalan akan ditutup total," katanya.

Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan rangkaian HJKS ini merupakan salah satu senjata andalan dalam menggaet wisatawan.

Dia menuturkan, Surabaya memang punya agenda wisata sepanjang tahun. Namun, pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Mei ini, banyak acara yang dikemas menarik dalam rangka memeriahkan HJKS.

Menurut dia, rangkaian kegiatan tersebut tampaknya memberi andil cukup besar terhadap melonjaknya kunjungan wisatawan ke Surabaya. Selama lima tahun terakhir angka kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara selalu meningkat.

Berdasarkan data Disbudpar Surabaya, wisman yang berkunjung pada 2011 mencapai 200 ribu orang dan 2012 naik menjadi 350 ribu orang. "Moment HJKS terbukti punya daya tarik bagi para turis. Tahun ini, kami optimistis pertumbuhan wisman minimal bisa naik 15 persen," ujarnya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Pentas Pantomim untuk Kota yang Nyaman

YOGYAKARTA, KOMPAS.com--Untuk membangun kota Yogyakarta yang nyaman dan manusiawi, Malmime-ja menggelar pentas pantomim berjudul "Trotoar".
    
"Melalui pertunjukan pantomim, isu-isu seputar perkotaan disuarakan oleh Malmime-ja. Tujuannya untuk mengajak audien agar ikut merasakan bahwa Kota Yogyakarta harus diberi perhatian lebih oleh masyarakat yang tinggal di dalamnya," kata sutradara Trotoar Jamaluddin Latief di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia pada pentas pantomim Trotoar di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), ibarat sebuah rumah tentu penghuninya mengharapkan sebuah kondisi yang nyaman untuk ditinggali.

"Kota Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota seni budaya dan berbagai hal yang membanggakan lainnya saat ini tak bisa dipisahkan dari pengalaman kemacetan, kebisingan, sampah visual, dan tidak tersedianya fasilitas penunjang publik yang memadai," katanya.

Ia mengatakan, kini terlihat buruknya fasilitas untuk pejalan kaki, yakni trotoar yang semakin tidak mengakomodasi kepentingan publik. Justru saat ini, kepentingan ekonomi personal menjadi dominasi utama di ruang publik tersebut.

Selain itu pembangunan fasilitas kota juga masih berbasis pada kendaraan bermesin sehingga ruang trotoar semakin dipangkas. Para difabel pun disulitkan dengan konsep desain yang tidak mmempertimbangkan aksesibilitas mereka dalam pembuatannya.

"Aturan yang digadang oleh pemerintah sangat lemah penegakannya dan trotoar menjadi tempat berhukum rimba, siapa kuat dia berkuasa," katanya.

Menurut dia, trotoar adalah sebuah sarana untuk pejalan. Fasilitas itu merupakan keharusan bagi kota untuk warganya yang berjalan terutama di area pusat pertokoan, hiburan, dan sekolahan.

Trotoar yang baik mestinya terintegrasi dengan fasilitas transportasi publik. Pendekatan budaya dinilai menjadi pendekatan penting untuk mewujudkan sebuah kota yang layak pejalan.

"Pendekatan tersebut lebih menekankan komunikasi dalam masyarakat sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut," katanya.

Ia mengatakan, persoalan trotoar itu mendorong Malmime-ja untuk mengangkat judul Trotoar dalam "Gelar Pantomim Jogja 2013". Pantomim itu mengangkat beragam cerita dan konflik masyarakat seputar trotoar melalui cerita yang unik, atraksi akrobatik, dan pelibatan berbagai komunitas dalam pentas tersebut.

"Kelompok Malmime-ja merupakan hasil kolaborasi dari berbagai komunitas yang ingin membangun kepedulian bersama bagi Yogyakarta, di antaranya komunitas difabel, mahasiswa Jurusan Arsitektur UGM, Jogja Last Friday Ride, Komunitas Homeschooling Yogyakarta, pantomimer, komunitas pejalan, dan Komunitas 'Street Art'," katanya.


12.40 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger