Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Wagub: Pakar Harus Peduli Bahasa Jawa

Written By Unknown on Kamis, 28 Februari 2013 | 12.40

YOGYAKARTA, KOMPAS.com--Para pakar di Daerah Istimewa Yogyakarta harus peduli terhadap Bahasa Jawa, sehingga bahasa daerah itu bisa tetap eksis di Indonesia, kata Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX.

"Peduli dalam arti tidak hanya memikirkan, tetapi juga bagaimana agar Bahasa Jawa ini bisa tetap disenangi oleh semua orang dan strategi apa yang harus dilakukan agar bahasa daerah itu tetap eksis," katanya di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia saat menerima Forum Peduli Bahasa Daerah (FPBD) DIY, pada zaman Belanda menjajah Indonesia, yang dikeruk tidak hanya rempah-rempah, tetapi juga buku-buku banyak yang dibawa ke Belanda untuk dipelajari.

"Hal itu membuat Belanda mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan di Indonesia hingga mampu bertahan 350 tahun menjajah negeri ini," katanya.

Ia mengatakan, saat ini masyarakat juga tidak bisa menutup mata, bahwa orang asing sudah banyak yang menguasai Bahasa Jawa. Sebaliknya, masyarakat Jawa banyak yang tidak paham Bahasa Jawa.

Oleh karena itu, kata dia, perlu strategi untuk menjaga kelestarian Bahasa Jawa. Salah satu strategi yang perlu dibangun adalah dengan memperbanyak perpustakaan yang mempunyai buku Bahasa Jawa.

"Dengan demikian, anak-anak bisa membaca buku Bahasa Jawa. Hal itu memerlukan dukungan dari pihak sekolah yang juga sebagai pendorong anak-anak agar mau mempelajari dan membaca buku Bahasa Jawa," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskoro Aji mengatakan, dalam Kurikulum 2013, Bahasa Jawa memang tidak masuk dalam kurikulum emplisit.

Berdasarkan keterangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Bahasa Jawa tidak masuk kurikulum emplisit karena tidak semua daerah memiliki bahasa daerah. Hal itu menjadi pertimbangan pemerintah sehingga Bahasa Jawa tidak masuk kurikulum emplisit.

"Namun masih ada solusi yakni dengan membuat Peraturan Gubernur DIY seperti tahun-tahun lalu bahwa Bahasa Jawa khusus DIY masuk dalam kurikulum wajib," katanya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Empat Perempuan - 6

Cerber Endah Raharjo

Episode 6: Dea Jatuh Cinta

Tubuh yang masih belum sepenuhnya terbentuk sempurna itu tengkurap di atas tempat tidur Runi. Sepasang kaki kurusnya ditekuk ke atas di bagian lutut, bergerak-gerak seirama betotan gitar Joe Satriani yang ia nikmati lewat earphone yang tersambung ke iPod merah.

"Rambut Mama udah kepanjangan. Dipendekin, Ma. Biar tampak lebih muda," Dea mengamati mamanya yang sedang mengeringkan rambut. "Biar kayak itu, lho…."

Mulut Dea berhenti bicara karena tatapan tajam mamanya yang tersorot lewat cermin. Runi punya kemampuan membungkam orang dengan sorot matanya. Keahlian yang tidak dimiliki oleh dua adiknya itu ia warisi dari ayahnya. Suatu keahlian yang sangat berguna bila ia sedang bepergian sendiri ke tempat-tempat asing.

"Maaf… Dea tahu Mama nggak suka dibanding-bandingin. Maksud Dea, Mama biar kelihatan seger, gichuuu…." Mulut Dea mengerucut lucu. Saking gemesnya, Runi meletakkan hair dryer dan menubruk anak gadisnya. Ibu dan anak bergulingan di kasur. Mereka saling meledek, saling lempar bantal, tertawa-tawa.

Kegaduhan di ujung senja itu membuat Eyang meninggalkan dapur, ingin melihat apa yang terjadi di kamar Runi. Setiap kali Runi dan Dea bercanda, Eyang ingin menyaksikannya. Baginya pemandangan itu selalu indah. Janda dengan tiga anak dan nenek enam cucu itu tak henti-henti mensyukuri nikmat yang dilimpahkan Sang Kuasa. Bila sedang berkumpul dengan cucu-cucunya, ia selalu ingat pada almarhum suaminya, lalu menyelipkan doa di antara derai tawa mereka. Tawa yang terdengar bagai musik merdu, yang mengiringi kenangan syahdu akan kebersamaan mereka yang berakhir dua tahun lalu.

Tawa Runi dan Dea mereda ketika Eyang hanya beberapa langkah dari ambang pintu. Lalu didengarnya suara Dea.
"Ma, aku jatuh cinta."
Lalu hening sesaat. Tangan Eyang yang sudah terulur untuk memperlebar bukaan pintu terhenti di udara. Eyang berdiri kaku tak jauh dari pintu, ingin mencuri dengar pembicaraan antara anak dan cucunya. Ah… tak ada salahnya aku tahu, pikir Eyang. Perempuan berambut perak itu melangkah pelan ke kursi terdekat, yang masih memungkinkannya mendengar pembicaraan meskipun samar-samar.

"Oh? Siapa cowok yang hebat itu?" Suara Runi terdengar sangat terkontrol. Ia berhati-hati agar Dea mau membuka diri. Alangkah beruntungnya seorang ibu yang memperoleh kesempatan mendampingi anaknya saat si anak pertama kali jatuh cinta.
"Teman les gitar. Anaknya gini…."  Dea mengacungkan dua jempolnya sambil tersenyum malu-malu.
"Gini apanya?" Runi ikut mengacungkan dua jempolnya.
"Yaaa… baiiik… cakep itu pastiii…." Dea meringis, membayang-bayangkan sang pujaan hati. "Main gitarnya keren. Nggak sok, nggak belagu kayak cowok cakep yang lain. Dea sukaaa…." Dea mendekap bantal mamanya erat-erat, memejamkan mata rapat-rapat. Dalam hati Runi tertawa geli, teringat waktu dirinya jatuh cinta pada almarhum ayah Dea. Tingkah laku orang yang sedang jatuh cinta selalu sama, tidak pandang usia.
"Namanya?"
"Karunia. Karunia Rwanda. Panggilannya Kar."
"Nama yang keren," cetus Runi. "Rwanda?"
"Ya, Rwanda. Ayahnya sedang bertugas di sana waktu Kar ada di dalam kandungan. Ayah Kar orang Perancis." Dea berhenti, memandang wajah ibunya. Meskipun agak terkejut, Runi berusaha menyembunyikannya dengan melempar matanya ke jendela seraya bertanya, "Ibunya orang Indonesia, kan?"
"Iya, dong! Kar lahir di Montpellier, katanya seminggu setelah penandatanganan Arusha Accord. 10 Agustus 1993. Waktu itu ayahnya bertugas jadi asisten salah satu wakil pemerintah Perancis. Kar lahir tanpa ditunggui ayahnya."
"Wah! Senang sekali ya punya ayah yang terlibat dalam sejarah," ujar Runi. Tangannya menyibak rambut Dea yang menutupi separuh pipinya. Rambut tebal yang agak lurus, tak seikal rambutnya, mirip rambut ayahnya. "Kar sendiri gimana?"
Dea terdiam. Kepalanya yang tadi miring, dengan pipi menyentuh bantal, ia tegakkan. Matanya mengarah ke langit-langit, namun pikirannya melayang menembus atap, tinggi menjulang, melayang-layang.

"Kayaknya dia nggak tahu kalau aku suka sama dia," lirih suara Dea. "Banyak sih cewek yang suka sama dia." Dengan antusias Dea lalu menceritakan penampilan cowok itu.
Oh. Terbayang di mata Seruni, seraut wajah lelaki muda, blasteran Indonesia-Perancis yang manis, berkulit cenderung sawo matang, bermata amber yang menyorot tajam dan dinaungi bulu mata melengkung panjang, berhidung mancung sedang, ditopang tubuh tinggi dengan dada bidang. Gadis remaja mana yang tak akan hanyut terbawa gelombang asmara yang terpancar dari ketampanannya.

"Dia baik sama Dea. Kayaknya…." Gadis itu ragu-ragu. "Dia nggak pernah ngobrol sama cewek lain, cuma sama Dea. Kalau pas istirahat dia juga duduk dekat Dea dan cerita-cerita, gitu. Makanya Dea tahu banyak tentang keluarganya," lanjutnya.
"Itu tandanya dia suka sama kamu," kata Runi penuh semangat. Ia tak ingin anak semata wayangnya kecewa.

"Gitu, ya, Ma?" Dea memiringkan kepalanya, memandang wajah ibunya. "Gitu, ya?" Dea mengulang dengan berbisik.

Di luar Eyang menarik nafas panjang. Teringat kembali perjalanan cinta tiga anak perempuannya. Seruni si anak tertua sejak kecil tak mudah terpesona pada wadag lelaki. Ia cenderung menilai mereka dari isinya. Seruni benar sekali. Perempuan maupun laki-laki perlahan-lahan akan kehilangan pesona kecantikan fisiknya selepas 30 tahun, digantikan oleh kesucian jiwa dan kecerdasannya. Seseorang dengan kecantikan jiwa dan kecerdasan prima akan terlihat semakin menarik seiring bertambahnya usia. Tak heran bila gadis yang cantik ketika remaja, atau jejaka tampan selagi muda, bisa berubah menjadi seonggok tubuh renta tanpa aura begitu menapaki usia tengah baya.

Kini cucu tertuanya sedang jatuh cinta pada pemuda tampan. Mungkin ini cinta pertama yang benar-benar disadari kehadirannya. Pengalamannya sendiri serta kesaksiannya atas perjalanan hidup tiga anak perempuannya membuktikan bahwa seseorang bisa berkali-kali jatuh cinta. Anugerah rasa yang satu ini kekuatannya mampu menaklukan samudera dan membelah angkasa. Namun ia juga bisa menumbangkan tahta bila mata hati menjadi buta karena tertutup oleh kebesarannya, tenggelam oleh kedahsyatan gelombangnya.

Perempuan itu berdoa untuk Dea agar sang cucu kuat bertahan menghadapi gelora jiwa mudanya, agar si remaja tidak tersesat menembus belantara batinnya.
"Ibu…." Suara Runi mengejutkan Eyang. "Kenapa melamun di sini?"

Eyang terkejut. "Banyak yang Ibu pikirkan, Runi," ujarnya menutupi rasa malu karena ketahuan mencuri dengar pembicaran anak dan cucunya. Seruni mengernyitkan dahi. Tidak biasanya ibunya duduk merenung seperti itu, di kursi tamu lagi. Jangan-jangan….

"Ibu mendengar….?" Runi memberi isyarat, menggerakkan kepala ke arah kamarnya. Dea masih ada di dalam, tergolek malas di tempat tidur mamanya. Eyang mengangguk dengan senyum tersipu. Seruni menutup pintu kamarnya lalu melangkah ke dekat ibunya sambil berkata, "Cucu Ibu akan baik-baik saja. Saya lega dia mau terbuka. Mungkin ini yang pertama."
Ibu dan anak saling berpandangan, berharap yang terbaik untuk si gadis remaja yang sedang melangkah memasuki gerbang kehidupan.

***
Catatan: Arusha Accords (dikenal juga sebagai Arusha Peace Agreement atau Negosiasi Arusha) merupakan lima kesepakatan yang ditandatangani di Arusha, Tanzania, pada 4 Agustus 1993, oleh pemerintah Rwanda dan pemberontak yang tergabung dalam Rwandan Patriotic Front (RPF), sebagai bentuk mediasi untuk mengakhiri perang saudara yang berlangsung selama 3 tahun. Penandatanganan tersebut diorganisir oleh Amerika Serikat, Perancis dan Organization of African Unity. 


12.40 | 0 komentar | Read More

Wagub: Pakar Harus Peduli Bahasa Jawa

Written By Unknown on Rabu, 27 Februari 2013 | 12.40

YOGYAKARTA, KOMPAS.com--Para pakar di Daerah Istimewa Yogyakarta harus peduli terhadap Bahasa Jawa, sehingga bahasa daerah itu bisa tetap eksis di Indonesia, kata Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX.

"Peduli dalam arti tidak hanya memikirkan, tetapi juga bagaimana agar Bahasa Jawa ini bisa tetap disenangi oleh semua orang dan strategi apa yang harus dilakukan agar bahasa daerah itu tetap eksis," katanya di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia saat menerima Forum Peduli Bahasa Daerah (FPBD) DIY, pada zaman Belanda menjajah Indonesia, yang dikeruk tidak hanya rempah-rempah, tetapi juga buku-buku banyak yang dibawa ke Belanda untuk dipelajari.

"Hal itu membuat Belanda mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan di Indonesia hingga mampu bertahan 350 tahun menjajah negeri ini," katanya.

Ia mengatakan, saat ini masyarakat juga tidak bisa menutup mata, bahwa orang asing sudah banyak yang menguasai Bahasa Jawa. Sebaliknya, masyarakat Jawa banyak yang tidak paham Bahasa Jawa.

Oleh karena itu, kata dia, perlu strategi untuk menjaga kelestarian Bahasa Jawa. Salah satu strategi yang perlu dibangun adalah dengan memperbanyak perpustakaan yang mempunyai buku Bahasa Jawa.

"Dengan demikian, anak-anak bisa membaca buku Bahasa Jawa. Hal itu memerlukan dukungan dari pihak sekolah yang juga sebagai pendorong anak-anak agar mau mempelajari dan membaca buku Bahasa Jawa," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskoro Aji mengatakan, dalam Kurikulum 2013, Bahasa Jawa memang tidak masuk dalam kurikulum emplisit.

Berdasarkan keterangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Bahasa Jawa tidak masuk kurikulum emplisit karena tidak semua daerah memiliki bahasa daerah. Hal itu menjadi pertimbangan pemerintah sehingga Bahasa Jawa tidak masuk kurikulum emplisit.

"Namun masih ada solusi yakni dengan membuat Peraturan Gubernur DIY seperti tahun-tahun lalu bahwa Bahasa Jawa khusus DIY masuk dalam kurikulum wajib," katanya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Empat Perempuan - 6

Cerber Endah Raharjo

Episode 6: Dea Jatuh Cinta

Tubuh yang masih belum sepenuhnya terbentuk sempurna itu tengkurap di atas tempat tidur Runi. Sepasang kaki kurusnya ditekuk ke atas di bagian lutut, bergerak-gerak seirama betotan gitar Joe Satriani yang ia nikmati lewat earphone yang tersambung ke iPod merah.

"Rambut Mama udah kepanjangan. Dipendekin, Ma. Biar tampak lebih muda," Dea mengamati mamanya yang sedang mengeringkan rambut. "Biar kayak itu, lho…."

Mulut Dea berhenti bicara karena tatapan tajam mamanya yang tersorot lewat cermin. Runi punya kemampuan membungkam orang dengan sorot matanya. Keahlian yang tidak dimiliki oleh dua adiknya itu ia warisi dari ayahnya. Suatu keahlian yang sangat berguna bila ia sedang bepergian sendiri ke tempat-tempat asing.

"Maaf… Dea tahu Mama nggak suka dibanding-bandingin. Maksud Dea, Mama biar kelihatan seger, gichuuu…." Mulut Dea mengerucut lucu. Saking gemesnya, Runi meletakkan hair dryer dan menubruk anak gadisnya. Ibu dan anak bergulingan di kasur. Mereka saling meledek, saling lempar bantal, tertawa-tawa.

Kegaduhan di ujung senja itu membuat Eyang meninggalkan dapur, ingin melihat apa yang terjadi di kamar Runi. Setiap kali Runi dan Dea bercanda, Eyang ingin menyaksikannya. Baginya pemandangan itu selalu indah. Janda dengan tiga anak dan nenek enam cucu itu tak henti-henti mensyukuri nikmat yang dilimpahkan Sang Kuasa. Bila sedang berkumpul dengan cucu-cucunya, ia selalu ingat pada almarhum suaminya, lalu menyelipkan doa di antara derai tawa mereka. Tawa yang terdengar bagai musik merdu, yang mengiringi kenangan syahdu akan kebersamaan mereka yang berakhir dua tahun lalu.

Tawa Runi dan Dea mereda ketika Eyang hanya beberapa langkah dari ambang pintu. Lalu didengarnya suara Dea.
"Ma, aku jatuh cinta."
Lalu hening sesaat. Tangan Eyang yang sudah terulur untuk memperlebar bukaan pintu terhenti di udara. Eyang berdiri kaku tak jauh dari pintu, ingin mencuri dengar pembicaraan antara anak dan cucunya. Ah… tak ada salahnya aku tahu, pikir Eyang. Perempuan berambut perak itu melangkah pelan ke kursi terdekat, yang masih memungkinkannya mendengar pembicaraan meskipun samar-samar.

"Oh? Siapa cowok yang hebat itu?" Suara Runi terdengar sangat terkontrol. Ia berhati-hati agar Dea mau membuka diri. Alangkah beruntungnya seorang ibu yang memperoleh kesempatan mendampingi anaknya saat si anak pertama kali jatuh cinta.
"Teman les gitar. Anaknya gini…."  Dea mengacungkan dua jempolnya sambil tersenyum malu-malu.
"Gini apanya?" Runi ikut mengacungkan dua jempolnya.
"Yaaa… baiiik… cakep itu pastiii…." Dea meringis, membayang-bayangkan sang pujaan hati. "Main gitarnya keren. Nggak sok, nggak belagu kayak cowok cakep yang lain. Dea sukaaa…." Dea mendekap bantal mamanya erat-erat, memejamkan mata rapat-rapat. Dalam hati Runi tertawa geli, teringat waktu dirinya jatuh cinta pada almarhum ayah Dea. Tingkah laku orang yang sedang jatuh cinta selalu sama, tidak pandang usia.
"Namanya?"
"Karunia. Karunia Rwanda. Panggilannya Kar."
"Nama yang keren," cetus Runi. "Rwanda?"
"Ya, Rwanda. Ayahnya sedang bertugas di sana waktu Kar ada di dalam kandungan. Ayah Kar orang Perancis." Dea berhenti, memandang wajah ibunya. Meskipun agak terkejut, Runi berusaha menyembunyikannya dengan melempar matanya ke jendela seraya bertanya, "Ibunya orang Indonesia, kan?"
"Iya, dong! Kar lahir di Montpellier, katanya seminggu setelah penandatanganan Arusha Accord. 10 Agustus 1993. Waktu itu ayahnya bertugas jadi asisten salah satu wakil pemerintah Perancis. Kar lahir tanpa ditunggui ayahnya."
"Wah! Senang sekali ya punya ayah yang terlibat dalam sejarah," ujar Runi. Tangannya menyibak rambut Dea yang menutupi separuh pipinya. Rambut tebal yang agak lurus, tak seikal rambutnya, mirip rambut ayahnya. "Kar sendiri gimana?"
Dea terdiam. Kepalanya yang tadi miring, dengan pipi menyentuh bantal, ia tegakkan. Matanya mengarah ke langit-langit, namun pikirannya melayang menembus atap, tinggi menjulang, melayang-layang.

"Kayaknya dia nggak tahu kalau aku suka sama dia," lirih suara Dea. "Banyak sih cewek yang suka sama dia." Dengan antusias Dea lalu menceritakan penampilan cowok itu.
Oh. Terbayang di mata Seruni, seraut wajah lelaki muda, blasteran Indonesia-Perancis yang manis, berkulit cenderung sawo matang, bermata amber yang menyorot tajam dan dinaungi bulu mata melengkung panjang, berhidung mancung sedang, ditopang tubuh tinggi dengan dada bidang. Gadis remaja mana yang tak akan hanyut terbawa gelombang asmara yang terpancar dari ketampanannya.

"Dia baik sama Dea. Kayaknya…." Gadis itu ragu-ragu. "Dia nggak pernah ngobrol sama cewek lain, cuma sama Dea. Kalau pas istirahat dia juga duduk dekat Dea dan cerita-cerita, gitu. Makanya Dea tahu banyak tentang keluarganya," lanjutnya.
"Itu tandanya dia suka sama kamu," kata Runi penuh semangat. Ia tak ingin anak semata wayangnya kecewa.

"Gitu, ya, Ma?" Dea memiringkan kepalanya, memandang wajah ibunya. "Gitu, ya?" Dea mengulang dengan berbisik.

Di luar Eyang menarik nafas panjang. Teringat kembali perjalanan cinta tiga anak perempuannya. Seruni si anak tertua sejak kecil tak mudah terpesona pada wadag lelaki. Ia cenderung menilai mereka dari isinya. Seruni benar sekali. Perempuan maupun laki-laki perlahan-lahan akan kehilangan pesona kecantikan fisiknya selepas 30 tahun, digantikan oleh kesucian jiwa dan kecerdasannya. Seseorang dengan kecantikan jiwa dan kecerdasan prima akan terlihat semakin menarik seiring bertambahnya usia. Tak heran bila gadis yang cantik ketika remaja, atau jejaka tampan selagi muda, bisa berubah menjadi seonggok tubuh renta tanpa aura begitu menapaki usia tengah baya.

Kini cucu tertuanya sedang jatuh cinta pada pemuda tampan. Mungkin ini cinta pertama yang benar-benar disadari kehadirannya. Pengalamannya sendiri serta kesaksiannya atas perjalanan hidup tiga anak perempuannya membuktikan bahwa seseorang bisa berkali-kali jatuh cinta. Anugerah rasa yang satu ini kekuatannya mampu menaklukan samudera dan membelah angkasa. Namun ia juga bisa menumbangkan tahta bila mata hati menjadi buta karena tertutup oleh kebesarannya, tenggelam oleh kedahsyatan gelombangnya.

Perempuan itu berdoa untuk Dea agar sang cucu kuat bertahan menghadapi gelora jiwa mudanya, agar si remaja tidak tersesat menembus belantara batinnya.
"Ibu…." Suara Runi mengejutkan Eyang. "Kenapa melamun di sini?"

Eyang terkejut. "Banyak yang Ibu pikirkan, Runi," ujarnya menutupi rasa malu karena ketahuan mencuri dengar pembicaran anak dan cucunya. Seruni mengernyitkan dahi. Tidak biasanya ibunya duduk merenung seperti itu, di kursi tamu lagi. Jangan-jangan….

"Ibu mendengar….?" Runi memberi isyarat, menggerakkan kepala ke arah kamarnya. Dea masih ada di dalam, tergolek malas di tempat tidur mamanya. Eyang mengangguk dengan senyum tersipu. Seruni menutup pintu kamarnya lalu melangkah ke dekat ibunya sambil berkata, "Cucu Ibu akan baik-baik saja. Saya lega dia mau terbuka. Mungkin ini yang pertama."
Ibu dan anak saling berpandangan, berharap yang terbaik untuk si gadis remaja yang sedang melangkah memasuki gerbang kehidupan.

***
Catatan: Arusha Accords (dikenal juga sebagai Arusha Peace Agreement atau Negosiasi Arusha) merupakan lima kesepakatan yang ditandatangani di Arusha, Tanzania, pada 4 Agustus 1993, oleh pemerintah Rwanda dan pemberontak yang tergabung dalam Rwandan Patriotic Front (RPF), sebagai bentuk mediasi untuk mengakhiri perang saudara yang berlangsung selama 3 tahun. Penandatanganan tersebut diorganisir oleh Amerika Serikat, Perancis dan Organization of African Unity. 


12.40 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.com - Oase

Written By Unknown on Selasa, 26 Februari 2013 | 12.40

KOMPAS.com - OaseKOMPAS.comEmpat Perempuan - 6Wagub: Pakar Harus Peduli Bahasa JawaPelajar Boyolali Tampilkan "Gema Merapi" di EropaTim Perancis Tampil di Legu GamPuisi-puisi Dewi Solihat SaputeraMenziarahi Peradaban Islam di EropaOrkestra dari Perancis Konser di TIM Awal MaretJanur HatiEnam Naga Jalani Ritual "Naga Tutup Mata"Rumah Sarasvati Gelar "Art Deco Kiwari"Realitas Wong Cilik ala "Rekiplik Bagong"Tari Rapai Aceh Pentas di SwissEmpat Perempuan - 5Cinta dalam Sepotong Gula KapasAlih Kreasi Rectoverso di Bentara Budaya Bali


Notice: Undefined index: HTTP_USER_AGENT in /www/cyb2-wskcwp-02/public_html/kompascom2011/index.php on line 13
http://www.kompas.com/ News and Service Tue , 26 Feb 2013 12:30:11 +0000 id 2013 Kompas Cyber Media hourly 1 http://www.kompas.com http://www.kompas.com/data/images/logo_kompas_putih.gif 144 20 KOMPAS.com, Lebih Lengkap, Lebih Luas http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00140747/Empat.Perempuan...6 Tue , 26 Feb 2013 00:14:07 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/19/0024476-empat-perempuan-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Kegaduhan di ujung senja itu membuat Eyang meninggalkan dapur, ingin melihat apa yang terjadi di kamar Runi. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00140747/Empat.Perempuan...6">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00140747/Empat.Perempuan..6 http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00100575/Wagub.Pakar.Harus.Peduli.Bahasa.Jawa Tue , 26 Feb 2013 00:10:05 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/26/0007397-bahasa-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Para pakar di Daerah Istimewa Yogyakarta harus peduli terhadap Bahasa Jawa, sehingga bahasa daerah itu bisa tetap eksis di Indonesia. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00100575/Wagub.Pakar.Harus.Peduli.Bahasa.Jawa">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00100575/Wagub.Pakar.Harus.Peduli.Bahasa.Jawa http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/0004028/Pelajar.Boyolali.Tampilkan.Gema.Merapi.di.Eropa Tue , 26 Feb 2013 00:04:02 UTC+0700Sebanyak 20 perwakilan pelajar dan duta wisata Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, telah mempersiapkan diri keliling ke negara Eropa. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/0004028/Pelajar.Boyolali.Tampilkan.Gema.Merapi.di.Eropa">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/0004028/Pelajar.Boyolali.Tampilkan.Gema.Merapi.di.Eropa http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00000098/Tim.Perancis.Tampil.di.Legu.Gam Tue , 26 Feb 2013 00:00:00 UTC+0700Kedubes Perancis di Jakarta akan ambil bagian pada Festival Legu Gam di Ternate, Maluku Utara, 1-14 April 2013. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00000098/Tim.Perancis.Tampil.di.Legu.Gam">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00000098/Tim.Perancis.Tampil.di.Legu.Gam http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/2351500/Puisi.puisi.Dewi.Solihat.Saputera Mon , 25 Feb 2013 23:51:50 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2350022-pasir-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Dewi Solihat Saputera, lahir dan besar di Bandung dan kini menetap di Canada. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/2351500/Puisi.puisi.Dewi.Solihat.Saputera">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/2351500/Puisipuisi.Dewi.Solihat.Saputera http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23454762/Menziarahi.Peradaban.Islam.di.Eropa Mon , 25 Feb 2013 23:45:47 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2343532-99-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Eropa adalah surga dunia. Perlambang kemewahan dan simbol kemajuan zaman terutama pada abad 21. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23454762/Menziarahi.Peradaban.Islam.di.Eropa">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23454762/Menziarahi.Peradaban.Islam.di.Eropa http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23354286/Orkestra.dari.Perancis.Konser.di.TIM.Awal.Maret Mon , 25 Feb 2013 23:35:42 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2334522-les-musiciens-du-louvre-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Orkestra asal Perancis Les Musiciens du Louvre berencana akan menggelar konser di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 7 Maret 2013. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23354286/Orkestra.dari.Perancis.Konser.di.TIM.Awal.Maret">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23354286/Orkestra.dari.Perancis.Konser.di.TIM.Awal.Maret http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23241794/Janur.Hati Mon , 25 Feb 2013 23:24:17 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2322392-seminyak-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Di tengah gerimis dan badai kecil, gelombang dan deburnya mengempaskan para peselancar dan mereka yang berenang di sepanjang pantai. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23241794/Janur.Hati">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23241794/Janur.Hati http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23153270/Enam.Naga.Jalani.Ritual.Naga.Tutup.Mata Mon , 25 Feb 2013 23:15:32 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2313256-naga1-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Sebanyak enam replika naga menjalani ritual &quot;naga tutup mata&quot; setelah sebelumnya naga tersebut melakukan ritual &quot;naga buka mata&quot;. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23153270/Enam.Naga.Jalani.Ritual.Naga.Tutup.Mata">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23153270/Enam.Naga.Jalani.Ritual.Naga.Tutup.Mata http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23072881/Rumah.Sarasvati.Gelar.Art.Deco.Kiwari Mon , 25 Feb 2013 23:07:28 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2306056-jalan-braga-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Rumah Seni Sarasvati menggelar pameran foto &quot;Art Deco Kiwari&quot; yang menampilkan foto-foto hasil bidikan sembilan pemotret peduli bangunan tua. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23072881/Rumah.Sarasvati.Gelar.Art.Deco.Kiwari">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23072881/Rumah.Sarasvati.Gelar.Art.Deco.Kiwari http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22491996/Realitas.Wong.Cilik.ala.Rekiplik.Bagong. Mon , 25 Feb 2013 22:49:19 UTC+0700Pameran karya-karya tentang wong cilik itu dinamakan &quot;Rekiplik Bagong&quot;, yang menyuratkan kesusahan rakyat jelata itu. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22491996/Realitas.Wong.Cilik.ala.Rekiplik.Bagong.">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22491996/Realitas.Wong.Cilik.ala.Rekiplik.Bagong. http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22471815/Tari.Rapai.Aceh.Pentas.di.Swiss Mon , 25 Feb 2013 22:47:18 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/23/2103443-rapai-geleng-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Tari Rapai Geleng dari Aceh yang ditampilkan kelompok kesenian Sekolah Pembangunan Jaya di Pavilion memeriahkan pameran dagang di Swiss. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22471815/Tari.Rapai.Aceh.Pentas.di.Swiss">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22471815/Tari.Rapai.Aceh.Pentas.di.Swiss http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23133424/Empat.Perempuan...5 Sat , 23 Feb 2013 23:13:34 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/19/0024476-empat-perempuan-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Rumah ini dihuni oleh empat perempuan berhati baik, pikirnya. Ia merasa nyaman menjadi bagian keluarga Bu Runi selama sepuluh hari ini. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23133424/Empat.Perempuan...5">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23133424/Empat.Perempuan..5 http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23073742/Cinta.dalam.Sepotong.Gula.Kapas Sat , 23 Feb 2013 23:07:37 UTC+0700Novel remaja buah karya Priscila Stevani, gadis kelahiran Jakarta 18 September 1992 ini tak melulu bicara tentang cinta dan cinta. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23073742/Cinta.dalam.Sepotong.Gula.Kapas">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23073742/Cinta.dalam.Sepotong.Gula.Kapas http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23033786/Alih.Kreasi.Rectoverso.di.Bentara.Budaya.Bali Sat , 23 Feb 2013 23:03:37 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/23/2302037-rectoverso-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">KEANA Production &amp; Communication bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali menggelar diskusi film bertajuk Alih Kreasi Rectoverso pada Sabtu 23/2. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23033786/Alih.Kreasi.Rectoverso.di.Bentara.Budaya.Bali">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23033786/Alih.Kreasi.Rectoverso.di.Bentara.Budaya.Bali

KOMPAS.com - OaseKOMPAS.comEmpat Perempuan - 6Wagub: Pakar Harus Peduli Bahasa JawaPelajar Boyolali Tampilkan "Gema Merapi" di EropaTim Perancis Tampil di Legu GamPuisi-puisi Dewi Solihat SaputeraMenziarahi Peradaban Islam di EropaOrkestra dari Perancis Konser di TIM Awal MaretJanur HatiEnam Naga Jalani Ritual "Naga Tutup Mata"Rumah Sarasvati Gelar "Art Deco Kiwari"Realitas Wong Cilik ala "Rekiplik Bagong"Tari Rapai Aceh Pentas di SwissEmpat Perempuan - 5Cinta dalam Sepotong Gula KapasAlih Kreasi Rectoverso di Bentara Budaya Bali


Notice: Undefined index: HTTP_USER_AGENT in /www/cyb2-wskcwp-02/public_html/kompascom2011/index.php on line 13
http://www.kompas.com/ News and Service Tue , 26 Feb 2013 12:30:11 +0000 id 2013 Kompas Cyber Media hourly 1 http://www.kompas.com http://www.kompas.com/data/images/logo_kompas_putih.gif 144 20 KOMPAS.com, Lebih Lengkap, Lebih Luas http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00140747/Empat.Perempuan...6 Tue , 26 Feb 2013 00:14:07 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/19/0024476-empat-perempuan-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Kegaduhan di ujung senja itu membuat Eyang meninggalkan dapur, ingin melihat apa yang terjadi di kamar Runi. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00140747/Empat.Perempuan...6">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00140747/Empat.Perempuan..6 http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00100575/Wagub.Pakar.Harus.Peduli.Bahasa.Jawa Tue , 26 Feb 2013 00:10:05 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/26/0007397-bahasa-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Para pakar di Daerah Istimewa Yogyakarta harus peduli terhadap Bahasa Jawa, sehingga bahasa daerah itu bisa tetap eksis di Indonesia. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00100575/Wagub.Pakar.Harus.Peduli.Bahasa.Jawa">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00100575/Wagub.Pakar.Harus.Peduli.Bahasa.Jawa http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/0004028/Pelajar.Boyolali.Tampilkan.Gema.Merapi.di.Eropa Tue , 26 Feb 2013 00:04:02 UTC+0700Sebanyak 20 perwakilan pelajar dan duta wisata Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, telah mempersiapkan diri keliling ke negara Eropa. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/0004028/Pelajar.Boyolali.Tampilkan.Gema.Merapi.di.Eropa">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/0004028/Pelajar.Boyolali.Tampilkan.Gema.Merapi.di.Eropa http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00000098/Tim.Perancis.Tampil.di.Legu.Gam Tue , 26 Feb 2013 00:00:00 UTC+0700Kedubes Perancis di Jakarta akan ambil bagian pada Festival Legu Gam di Ternate, Maluku Utara, 1-14 April 2013. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00000098/Tim.Perancis.Tampil.di.Legu.Gam">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/26/00000098/Tim.Perancis.Tampil.di.Legu.Gam http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/2351500/Puisi.puisi.Dewi.Solihat.Saputera Mon , 25 Feb 2013 23:51:50 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2350022-pasir-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Dewi Solihat Saputera, lahir dan besar di Bandung dan kini menetap di Canada. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/2351500/Puisi.puisi.Dewi.Solihat.Saputera">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/2351500/Puisipuisi.Dewi.Solihat.Saputera http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23454762/Menziarahi.Peradaban.Islam.di.Eropa Mon , 25 Feb 2013 23:45:47 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2343532-99-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Eropa adalah surga dunia. Perlambang kemewahan dan simbol kemajuan zaman terutama pada abad 21. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23454762/Menziarahi.Peradaban.Islam.di.Eropa">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23454762/Menziarahi.Peradaban.Islam.di.Eropa http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23354286/Orkestra.dari.Perancis.Konser.di.TIM.Awal.Maret Mon , 25 Feb 2013 23:35:42 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2334522-les-musiciens-du-louvre-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Orkestra asal Perancis Les Musiciens du Louvre berencana akan menggelar konser di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 7 Maret 2013. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23354286/Orkestra.dari.Perancis.Konser.di.TIM.Awal.Maret">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23354286/Orkestra.dari.Perancis.Konser.di.TIM.Awal.Maret http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23241794/Janur.Hati Mon , 25 Feb 2013 23:24:17 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2322392-seminyak-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Di tengah gerimis dan badai kecil, gelombang dan deburnya mengempaskan para peselancar dan mereka yang berenang di sepanjang pantai. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23241794/Janur.Hati">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23241794/Janur.Hati http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23153270/Enam.Naga.Jalani.Ritual.Naga.Tutup.Mata Mon , 25 Feb 2013 23:15:32 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2313256-naga1-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Sebanyak enam replika naga menjalani ritual &quot;naga tutup mata&quot; setelah sebelumnya naga tersebut melakukan ritual &quot;naga buka mata&quot;. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23153270/Enam.Naga.Jalani.Ritual.Naga.Tutup.Mata">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23153270/Enam.Naga.Jalani.Ritual.Naga.Tutup.Mata http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23072881/Rumah.Sarasvati.Gelar.Art.Deco.Kiwari Mon , 25 Feb 2013 23:07:28 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/25/2306056-jalan-braga-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Rumah Seni Sarasvati menggelar pameran foto &quot;Art Deco Kiwari&quot; yang menampilkan foto-foto hasil bidikan sembilan pemotret peduli bangunan tua. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23072881/Rumah.Sarasvati.Gelar.Art.Deco.Kiwari">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/23072881/Rumah.Sarasvati.Gelar.Art.Deco.Kiwari http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22491996/Realitas.Wong.Cilik.ala.Rekiplik.Bagong. Mon , 25 Feb 2013 22:49:19 UTC+0700Pameran karya-karya tentang wong cilik itu dinamakan &quot;Rekiplik Bagong&quot;, yang menyuratkan kesusahan rakyat jelata itu. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22491996/Realitas.Wong.Cilik.ala.Rekiplik.Bagong.">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22491996/Realitas.Wong.Cilik.ala.Rekiplik.Bagong. http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22471815/Tari.Rapai.Aceh.Pentas.di.Swiss Mon , 25 Feb 2013 22:47:18 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/23/2103443-rapai-geleng-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Tari Rapai Geleng dari Aceh yang ditampilkan kelompok kesenian Sekolah Pembangunan Jaya di Pavilion memeriahkan pameran dagang di Swiss. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22471815/Tari.Rapai.Aceh.Pentas.di.Swiss">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/25/22471815/Tari.Rapai.Aceh.Pentas.di.Swiss http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23133424/Empat.Perempuan...5 Sat , 23 Feb 2013 23:13:34 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/19/0024476-empat-perempuan-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">Rumah ini dihuni oleh empat perempuan berhati baik, pikirnya. Ia merasa nyaman menjadi bagian keluarga Bu Runi selama sepuluh hari ini. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23133424/Empat.Perempuan...5">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23133424/Empat.Perempuan..5 http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23073742/Cinta.dalam.Sepotong.Gula.Kapas Sat , 23 Feb 2013 23:07:37 UTC+0700Novel remaja buah karya Priscila Stevani, gadis kelahiran Jakarta 18 September 1992 ini tak melulu bicara tentang cinta dan cinta. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23073742/Cinta.dalam.Sepotong.Gula.Kapas">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23073742/Cinta.dalam.Sepotong.Gula.Kapas http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23033786/Alih.Kreasi.Rectoverso.di.Bentara.Budaya.Bali Sat , 23 Feb 2013 23:03:37 UTC+0700<img src="http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/23/2302037-rectoverso-t.jpg" align="left" hspace="7" width="120" height="90">KEANA Production &amp; Communication bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali menggelar diskusi film bertajuk Alih Kreasi Rectoverso pada Sabtu 23/2. <a href="http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23033786/Alih.Kreasi.Rectoverso.di.Bentara.Budaya.Bali">[...]</a> http://oase.kompas.com/read/xml/2013/02/23/23033786/Alih.Kreasi.Rectoverso.di.Bentara.Budaya.Bali


12.40 | 0 komentar | Read More

Cinta dalam Sepotong Gula Kapas

Written By Unknown on Senin, 25 Februari 2013 | 12.40

Cinta dalam Sepotong Gula Kapas

Judul Buku: Cotton Candy Love
Penulis : Priscila Stevanni
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan: Januari, 2013
Tebal: viii + 244 halaman
ISBN: 978-602-9397-72-7

Novel remaja buah karya Priscila Stevani, gadis kelahiran Jakarta 18 September 1992 ini tak melulu bicara tentang cinta dan cinta. Tapi juga menyelipkan pesan moral sekaligus menginspirasi buat para remaja yang tengah dirundung rasa galau setelah mengalami sebuah kegagalan yang membuatnya menjadi terpuruk, putus asa.

Cerita bermula ketika liburan sekolah telah usai. Betapa senangnya Sessa, setelah mengetahui bahwa di kelas barunya (XI IPA) itu, ia bisa kembali satu kelas dengan Agta, sahabatnya yang pada setahun lalu juga berada di kelas yang sama. Meski Sessa agak kecewa, karena Yoza, sahabatnya yang lain tak sekelas dengannya (hal. 5-6).

Sessa dan Agta langsung merasa 'bete' ketika mengetahui bahwa guru wali kelas mereka adalah Pak Toyo, guru Matematika yang terkenal 'killer' di sekolahnya (hal. 11). Terlebih, saat keduanya tidak bisa memilih tempat duduk sendiri, karena yang mengatur tempat duduk para siswa adalah guru wali kelas. Dan yang membikin Sessa dongkol, ternyata ia kebagian duduk di bangku paling belakang bersama Ezra, cowok misterius, hobi melukis dan sering membolos sekolah. Sessa semakin bertambah kesal saat mengetahui bahwa ia harus duduk persis di belakang Elora, gadis cantik dan modis, musuh bebuyutannya. Sedari dulu, Elora selalu merasa iri dengan kepopuleran Sessa, gadis aktivis sejati yang memiliki bejibun rutinitas, seperti kegiatan OSIS, olahraga, sains club, hingga bakti sosial (hal. 12-14).

Ezra adalah sosok yang apatis dan tertutup, membuat teman-teman sekelasnya malas berdekatan dengannya. Tapi tidak dengan Sessa. Selama ini, ia cukup akrab bergaul dengan siapa pun, tanpa pandang bulu, memiliki kepedulian dan jiwa sosial tinggi pada teman-temannya yang tengah kesusahan, membuat ia sangat popular dan disukai banyak orang. Apalagi setelah ia menjadi ketua kelas, maka otomatis ia dituntut memahami seluruh karakter dan keinginan teman-temannya.
Meski Sessa kerap mendapat perlakukan dingin dan kata-kata ketus Ezra, namun lambat laun, Ezra merasakan ada yang lain pada diri Sessa. Ia perlahan menyadari bahwa Sessa adalah sosok teman yang sangat 'care' dengan siapa pun. Ezra merasa telah menemukan sosok teman yang bisa diajak sharing. Dan sosok teman itu adalah Sessa. Semua berawal saat Sessa menawarinya menjadi sukarelawan, mengajari pelajaran melukis di panti asuhan "Rumah Merdeka", milik Om-nya Sessa (hal. 41). Sessa perlahan mulai mengerti, mengapa selama ini Ezra sedemikian tertutup dan tak punya teman bicara. Ternyata Ezra anak tunggal yang memilih tinggal bersama Om-nya di Jakarta. Sementara orangtuanya bekerja di Jerman. Ia tak sudi tinggal bersama kedua orangtuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan sering adu mulut tiap kali Ezra bertemu mereka (hal. 56-59).

Entah mengapa, Sessa merasa nyaman tiap kali berada di sisi Ezra, kendati tak ada teman sekelas yang mau dekat dengannya, termasuk Yoza, sahabat Sessa yang ternyata masih sepupuan dengan Ezra. Sementara di sisi lain, Sessa masih terbelit kenangan masa silamnya tentang sosok Pangeran Gula Kapas. Sembilan tahun silam, saat Sessa kecil, ia pernah dipaksa menjadi balerina di sebuah pesta pernikahan, padahal waktu itu ia akan menghadiri pesta ulang tahun Sedna, sepupunya.

Namun sungguh tak dinyana, justru di pesta pernikahan itulah Sessa dipertemukan dengan bocah laki-laki yang bisa menghiburnya. Satu hal yang tak terlupakan oleh Sessa adalah ketika bocah laki-laki itu memberinya sepotong gula kapas merah muda. Sejak kejadian itu, Sessa sering membayangkan pertemuannya dengan bocah lelaki yang belum ia ketahui namanya itu. Bocah yang ia juluki sebagai Pangeran Gula Kapas yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Sementara itu, diam-diam Ezra masih terus diserbu perasaan bersalah. Betapa ia belum kuasa melupakan kecelakaan yang menimpa Saira, cewek cantik yang ia tolak cintanya. Saira tertabrak sebuah mobil saat baru saja meninggalkan Ezra setelah ditolak mentah-mentah cintanya (hal. 81-82). Di sisi lain, memori Ezra masih begitu lekat mengingat kejadian masa kecilnya ketika bertemu bocah perempuan beraut cemberut di sebuah pesta pernikahan.

Kira-kira, bagaimana reaksi Sessa bila kemudian tahu bahwa Pangeran Gula Kapas yang selama ini ia hayalkan kehadirannya adalah Ezra? Selamat membaca novel ini, semoga Anda bisa mengambil sisi positif dan hikmahnya.
***
Diresensi oleh: Sam Edy Yuswanto, bermukim di Kebumen.


12.40 | 0 komentar | Read More

Empat Perempuan - 5

Cerber Endah Raharjo

Episode 5: Seruni Pulang 2

"Banyak bercak hitam. Ke lapangan tiap hari, ya? Nggak pakai tabir surya?" Eyang memeluk Seruni sambil mengamati wajah anak sulungnya. Sejak tumbuh dewasa, anaknya yang satu ini sangat malas merawat wajah cantiknya. Banyak bercak hitam akibat sengatan sinar matahari ia biarkan saja.

Berbeda dengan dua adiknya yang sejak remaja rutin memakai krim perawat kulit wajah.
"Yang penting saya sehat, Bu." Runi mendengus, merasa sang ibu lebih menghargai wajah mulus daripada jiwa dan raga yang sehat. "Ibu baik-baik saja, kan? Tensi? Lutut?"

"Alhamdulillah. Tensi normal. Lutut nggak nyeri-nyeri lagi. Dua kali seminggu Priyo ngantar Ibu ke kolam renang." Ibu dan anak beriringan masuk ke ruang keluarga. "Iroh masak pesenanmu. Lodeh dan tahu-tempe goreng."

Runi menerima koper dari tangan Priyo, lalu ia simpan di dalam kamar tidurnya. Dea sudah melesat ke dapur dan langsung mengatur ini-itu di meja makan membantu Iroh. Rasa jengkelnya sudah meleleh sejak di dalam mobil, begitu mamanya menyerahkan oleh-oleh dua buku grafis tentang disain T-shirt. Dea dan teman-temannya beberapa bulan terakhir ini gemar merancang T-shirt. Hasilnya mereka jual di kalangan teman-teman sendiri.

"Roh, minggu depan aku bikin T-shirt baru lagi, kamu mau yang warna apa?" Sudah tiga kali Dea membuat T-shirt dan Iroh selalu kebagian satu.

Iroh tidak menjawab. Ia pura-pura tidak mendengar, asyik menata ulang tempe dan tahu goreng yang sudah rapi di piring. Hatinya dongkol sejak pagi. Begitu Nyonya Runi pulang, tak lama lagi Priyo pasti menghilang dari rumah mereka.
"Iroh!" Suara Dea sedikit meninggi. "Nggak mau dikasih T-shirt?"
"Oh. Anu…  yang biru, Non." Yang terbayang di pikiran Iroh adalah kaus polo biru yang dipakai Priyo Minggu siang itu.
Meskipun lelaki muda tampan itu lebih sering menghabiskan waktunya untuk membaca, jarang berbicara dengan dirinya, namun ia baik dan ramah. Bila Iroh membuatkan minuman dan menyiapkan sarapan, ia tak lupa mengucapkan terima kasih sambil menyuguhkan senyum indah.
Sesekali ia membantunya mengangkat pakaian dari jemuran dan meletakannya dengan rapi ke dalam keranjang rotan. Bila itu terjadi, rasa hangat mengalir bersama tiap sel darah di tubuhnya, membuat dadanya dipenuhi rasa bahagia. Iroh tahu kalau Priyo bukan lelaki yang bisa dijangkaunya.

Namun bila pungguk tak henti merindukan  rembulan, mengapa pula Iroh tak boleh merindukan Priyo?

Semua orang punya mimpi, dan Iroh senang karena wajah ganteng Priyo menghiasi mimpinya sejak 10 hari terakhir ini. Wajah yang segera hilang dari matanya.

Iroh menyalahkan Nyonya Runi. Kalau Nyonya Runi lebih lama di luar negeri, mungkin Priyo akan membantu Eyang lebih lama juga.

"Hai, Iroooh! Apa kabar? Masak lodeh, ya?" Perempuan pengganggu mimpi Iroh itu tiba-tiba muncul di ruang makan. Aroma tempe goreng menyerbu hidung mungilnya, membuatnya tak tahan untuk tidak mengulurkan tangan, meraih garpu dan mencocol sepotong makanan favoritnya itu.
"Nyonya belum cuci tangan," protes Iroh.
"Udah pakai garpu." Runi tak mau ditegur. "Nyonya lagi. Nyonya lagi. Udah Ibu bilang, panggil ibu." Runi memberi tekanan kuat pada kata 'ibu'.

Sebulan terakhir Iroh ikut-ikutan salah satu sinetron yang ia tonton setiap malam. Di sinetron itu si pembantu rumah memanggil majikannya dengan sebutan 'nyonya' dan 'nona'. Menurut Iroh terdengar keren.

Ditegur begitu, wajah Iroh makin terlipat. Namun Runi tidak memperhatikan perubahan pada Iroh yang biasanya senang menyambutnya pulang. Bagaimana tidak senang, Runi tak pernah lupa membawa oleh-oleh untuknya.

Seperti biasa, bahkan sebelum berganti baju dan membersihkan diri, Runi langsung menginspeksi dapur. Ya. Kata itulah yang dipakai Dea untuk melukiskan kebiasaan sang Mama: inspeksi. Cek semua gelas, cangkir, mangkuk, piring dan sendok, kalau-kalau ada yang salah letak. Periksa isi kulkas, jangan-jangan ada sayuran disimpan di bawah kotak chiller. Kontrol gula-teh-kopi-susu, siapa tahu ada yang habis. Buka-buka semua lemari dan memeriksa yang ada di dalamnya dengan teliti. Semuanya ditengok, tak terkecuali.
"Iroh. Ini punya siapa?" Tangannya mengacungkan beberapa sachet kopi instan three-in-one. Seruni tidak suka kopi semacam itu. Menurutnya terlalu banyak gula dan rasanya hambar. "Punya…."
"Bukan punya Mas Priyo!" Cepat sekali Iroh menyambar. Ia tidak mau lelaki pujaannya itu mendapat teguran gara-gara kopi instan. "Saya beli buat tukang yang minggu lalu mbetulin genteng, Nya."
"Kalau nggak ada yang suka, dikasih orang aja. Nggak perlu disimpan. Itu ada tukang becak di pojokan. Mereka pasti mau." Runi menyerahkan tiga sachet kopi instan ke tangan Iroh.
"Ini awet, Nya. Kalau nanti ada tukang lagi…."
Majikannya menghentikan Iroh dengan tatap mata tidak setuju. Ah. Nyonya Runi bikin hatiku tambah kesal saja. Oleh-olehnya belum diterima, sudah dipelototi, gerutu Iroh dalam hati sambil meninggalkan Runi sibuk sendiri.

"Runi. Sudah jam satu lebih. Kita makan dulu saja. Keburu dingin semua." Dari belakang punggung Runi, Eyang menutup freezer yang isinya sedang diperiksa anaknya itu. Ia berbisik-bisik di telinga Runi, memberitahu tentang Iroh yang suka sama Priyo dan bagaimana gadis itu menangis setelah tahu kalau Priyo hanya dua minggu bekerja di rumah mereka.

Mata Runi terbelalak. Pantas saja, pikirnya, wajah Iroh tidak secerah biasanya kalau menyambut dirinya pulang dari luar negeri.

"Bentar, Bu. Dea, makan duluan, temani Eyang. Bentar." Runi melangkah lebar-lebar menuju kamar tidur. Dengan cepat ia buka kopernya lalu merogoh ke dalam tumpukan baju kotor. Ditariknya sebuah tas plastik kuning yang berisi oleh-oleh untuk Iroh.
Perempuan itu memanggil-manggil Iroh yang sedang menemui tukang becak di sudut jalan.
"Iroh keluar, Bu Runi." Priyo yang duduk di teras melongok ke dalam.
"Lho? Kamu masih di sini?"
"Iya, Bu. Kalau-kalau masih diperlukan."
"Ayo, makan bareng."
"Terima kasih, Bu. Nanti saja, bareng Iroh."
"Lhooo… jangan begitu. Makan bareng kami."
"Sudah, Bu. Terima kasih."
"Biasanya Mas Priyo makan bareng saya, Nya." Iroh yang tiba-tiba muncul langsung menyela. Ia tak mau kehilangan kesempatan makan berdua dengan lelaki yang diam-diam ia kagumi.
"Oh." Runi menahan kata-katanya. Untung ibunya sudah memberitahu perihal perasaan Iroh pada Priyo.

"Ya, udah. Kami makan dulu, ya." Runi siap berbalik ketika ia ingat oleh-oleh untuk Iroh yang sudah ditentengnya. "Roh, ini ya. Oleh-oleh buat kamu. Maaf ya, Priyo, saya tidak membawa apa-apa untuk kamu."
"Oh, Tidak apa-apa, Bu. Tidak apa-apa." Priyo maklum.
Runi hanya basa-basi di depan Iroh karena ia tahu kalau Priyo tidak perlu apa-apa. Bapaknya hampir tiap minggu keliling Asia untuk mengurus bisnisnya. Priyo sesekali diminta mengantar sambil belajar bisnis keluarga.
"Terima kasih, Nyonya." Senyum Iroh mekar lebar. Ia intip isinya yang terbungkus kertas kado.

Semoga di dalam bungkusan ini ada tas cangklong warna ungu seperti pesananku, bisik Iroh dalam hati.

Priyo ikut senang melihat wajah Iroh yang terlihat bahagia mengamati tas plastik di tangannya. Rumah ini dihuni oleh empat perempuan berhati baik, pikirnya. Ia merasa nyaman menjadi bagian keluarga Bu Runi selama sepuluh hari ini. Meskipun sesekali Priyo menyaksikan rasa kesal dan kecewa terungkap di wajah mereka, atau mendengar kata-kata tajam terlontar, namun mereka saling menyayangi.


12.40 | 0 komentar | Read More

Cinta dalam Sepotong Gula Kapas

Written By Unknown on Minggu, 24 Februari 2013 | 12.40

Cinta dalam Sepotong Gula Kapas

Judul Buku: Cotton Candy Love
Penulis : Priscila Stevanni
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan: Januari, 2013
Tebal: viii + 244 halaman
ISBN: 978-602-9397-72-7

Novel remaja buah karya Priscila Stevani, gadis kelahiran Jakarta 18 September 1992 ini tak melulu bicara tentang cinta dan cinta. Tapi juga menyelipkan pesan moral sekaligus menginspirasi buat para remaja yang tengah dirundung rasa galau setelah mengalami sebuah kegagalan yang membuatnya menjadi terpuruk, putus asa.

Cerita bermula ketika liburan sekolah telah usai. Betapa senangnya Sessa, setelah mengetahui bahwa di kelas barunya (XI IPA) itu, ia bisa kembali satu kelas dengan Agta, sahabatnya yang pada setahun lalu juga berada di kelas yang sama. Meski Sessa agak kecewa, karena Yoza, sahabatnya yang lain tak sekelas dengannya (hal. 5-6).

Sessa dan Agta langsung merasa 'bete' ketika mengetahui bahwa guru wali kelas mereka adalah Pak Toyo, guru Matematika yang terkenal 'killer' di sekolahnya (hal. 11). Terlebih, saat keduanya tidak bisa memilih tempat duduk sendiri, karena yang mengatur tempat duduk para siswa adalah guru wali kelas. Dan yang membikin Sessa dongkol, ternyata ia kebagian duduk di bangku paling belakang bersama Ezra, cowok misterius, hobi melukis dan sering membolos sekolah. Sessa semakin bertambah kesal saat mengetahui bahwa ia harus duduk persis di belakang Elora, gadis cantik dan modis, musuh bebuyutannya. Sedari dulu, Elora selalu merasa iri dengan kepopuleran Sessa, gadis aktivis sejati yang memiliki bejibun rutinitas, seperti kegiatan OSIS, olahraga, sains club, hingga bakti sosial (hal. 12-14).

Ezra adalah sosok yang apatis dan tertutup, membuat teman-teman sekelasnya malas berdekatan dengannya. Tapi tidak dengan Sessa. Selama ini, ia cukup akrab bergaul dengan siapa pun, tanpa pandang bulu, memiliki kepedulian dan jiwa sosial tinggi pada teman-temannya yang tengah kesusahan, membuat ia sangat popular dan disukai banyak orang. Apalagi setelah ia menjadi ketua kelas, maka otomatis ia dituntut memahami seluruh karakter dan keinginan teman-temannya.
Meski Sessa kerap mendapat perlakukan dingin dan kata-kata ketus Ezra, namun lambat laun, Ezra merasakan ada yang lain pada diri Sessa. Ia perlahan menyadari bahwa Sessa adalah sosok teman yang sangat 'care' dengan siapa pun. Ezra merasa telah menemukan sosok teman yang bisa diajak sharing. Dan sosok teman itu adalah Sessa. Semua berawal saat Sessa menawarinya menjadi sukarelawan, mengajari pelajaran melukis di panti asuhan "Rumah Merdeka", milik Om-nya Sessa (hal. 41). Sessa perlahan mulai mengerti, mengapa selama ini Ezra sedemikian tertutup dan tak punya teman bicara. Ternyata Ezra anak tunggal yang memilih tinggal bersama Om-nya di Jakarta. Sementara orangtuanya bekerja di Jerman. Ia tak sudi tinggal bersama kedua orangtuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan sering adu mulut tiap kali Ezra bertemu mereka (hal. 56-59).

Entah mengapa, Sessa merasa nyaman tiap kali berada di sisi Ezra, kendati tak ada teman sekelas yang mau dekat dengannya, termasuk Yoza, sahabat Sessa yang ternyata masih sepupuan dengan Ezra. Sementara di sisi lain, Sessa masih terbelit kenangan masa silamnya tentang sosok Pangeran Gula Kapas. Sembilan tahun silam, saat Sessa kecil, ia pernah dipaksa menjadi balerina di sebuah pesta pernikahan, padahal waktu itu ia akan menghadiri pesta ulang tahun Sedna, sepupunya.

Namun sungguh tak dinyana, justru di pesta pernikahan itulah Sessa dipertemukan dengan bocah laki-laki yang bisa menghiburnya. Satu hal yang tak terlupakan oleh Sessa adalah ketika bocah laki-laki itu memberinya sepotong gula kapas merah muda. Sejak kejadian itu, Sessa sering membayangkan pertemuannya dengan bocah lelaki yang belum ia ketahui namanya itu. Bocah yang ia juluki sebagai Pangeran Gula Kapas yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Sementara itu, diam-diam Ezra masih terus diserbu perasaan bersalah. Betapa ia belum kuasa melupakan kecelakaan yang menimpa Saira, cewek cantik yang ia tolak cintanya. Saira tertabrak sebuah mobil saat baru saja meninggalkan Ezra setelah ditolak mentah-mentah cintanya (hal. 81-82). Di sisi lain, memori Ezra masih begitu lekat mengingat kejadian masa kecilnya ketika bertemu bocah perempuan beraut cemberut di sebuah pesta pernikahan.

Kira-kira, bagaimana reaksi Sessa bila kemudian tahu bahwa Pangeran Gula Kapas yang selama ini ia hayalkan kehadirannya adalah Ezra? Selamat membaca novel ini, semoga Anda bisa mengambil sisi positif dan hikmahnya.
***
Diresensi oleh: Sam Edy Yuswanto, bermukim di Kebumen.


12.40 | 0 komentar | Read More

Empat Perempuan - 5

Cerber Endah Raharjo

Episode 5: Seruni Pulang 2

"Banyak bercak hitam. Ke lapangan tiap hari, ya? Nggak pakai tabir surya?" Eyang memeluk Seruni sambil mengamati wajah anak sulungnya. Sejak tumbuh dewasa, anaknya yang satu ini sangat malas merawat wajah cantiknya. Banyak bercak hitam akibat sengatan sinar matahari ia biarkan saja.

Berbeda dengan dua adiknya yang sejak remaja rutin memakai krim perawat kulit wajah.
"Yang penting saya sehat, Bu." Runi mendengus, merasa sang ibu lebih menghargai wajah mulus daripada jiwa dan raga yang sehat. "Ibu baik-baik saja, kan? Tensi? Lutut?"

"Alhamdulillah. Tensi normal. Lutut nggak nyeri-nyeri lagi. Dua kali seminggu Priyo ngantar Ibu ke kolam renang." Ibu dan anak beriringan masuk ke ruang keluarga. "Iroh masak pesenanmu. Lodeh dan tahu-tempe goreng."

Runi menerima koper dari tangan Priyo, lalu ia simpan di dalam kamar tidurnya. Dea sudah melesat ke dapur dan langsung mengatur ini-itu di meja makan membantu Iroh. Rasa jengkelnya sudah meleleh sejak di dalam mobil, begitu mamanya menyerahkan oleh-oleh dua buku grafis tentang disain T-shirt. Dea dan teman-temannya beberapa bulan terakhir ini gemar merancang T-shirt. Hasilnya mereka jual di kalangan teman-teman sendiri.

"Roh, minggu depan aku bikin T-shirt baru lagi, kamu mau yang warna apa?" Sudah tiga kali Dea membuat T-shirt dan Iroh selalu kebagian satu.

Iroh tidak menjawab. Ia pura-pura tidak mendengar, asyik menata ulang tempe dan tahu goreng yang sudah rapi di piring. Hatinya dongkol sejak pagi. Begitu Nyonya Runi pulang, tak lama lagi Priyo pasti menghilang dari rumah mereka.
"Iroh!" Suara Dea sedikit meninggi. "Nggak mau dikasih T-shirt?"
"Oh. Anu…  yang biru, Non." Yang terbayang di pikiran Iroh adalah kaus polo biru yang dipakai Priyo Minggu siang itu.
Meskipun lelaki muda tampan itu lebih sering menghabiskan waktunya untuk membaca, jarang berbicara dengan dirinya, namun ia baik dan ramah. Bila Iroh membuatkan minuman dan menyiapkan sarapan, ia tak lupa mengucapkan terima kasih sambil menyuguhkan senyum indah.
Sesekali ia membantunya mengangkat pakaian dari jemuran dan meletakannya dengan rapi ke dalam keranjang rotan. Bila itu terjadi, rasa hangat mengalir bersama tiap sel darah di tubuhnya, membuat dadanya dipenuhi rasa bahagia. Iroh tahu kalau Priyo bukan lelaki yang bisa dijangkaunya.

Namun bila pungguk tak henti merindukan  rembulan, mengapa pula Iroh tak boleh merindukan Priyo?

Semua orang punya mimpi, dan Iroh senang karena wajah ganteng Priyo menghiasi mimpinya sejak 10 hari terakhir ini. Wajah yang segera hilang dari matanya.

Iroh menyalahkan Nyonya Runi. Kalau Nyonya Runi lebih lama di luar negeri, mungkin Priyo akan membantu Eyang lebih lama juga.

"Hai, Iroooh! Apa kabar? Masak lodeh, ya?" Perempuan pengganggu mimpi Iroh itu tiba-tiba muncul di ruang makan. Aroma tempe goreng menyerbu hidung mungilnya, membuatnya tak tahan untuk tidak mengulurkan tangan, meraih garpu dan mencocol sepotong makanan favoritnya itu.
"Nyonya belum cuci tangan," protes Iroh.
"Udah pakai garpu." Runi tak mau ditegur. "Nyonya lagi. Nyonya lagi. Udah Ibu bilang, panggil ibu." Runi memberi tekanan kuat pada kata 'ibu'.

Sebulan terakhir Iroh ikut-ikutan salah satu sinetron yang ia tonton setiap malam. Di sinetron itu si pembantu rumah memanggil majikannya dengan sebutan 'nyonya' dan 'nona'. Menurut Iroh terdengar keren.

Ditegur begitu, wajah Iroh makin terlipat. Namun Runi tidak memperhatikan perubahan pada Iroh yang biasanya senang menyambutnya pulang. Bagaimana tidak senang, Runi tak pernah lupa membawa oleh-oleh untuknya.

Seperti biasa, bahkan sebelum berganti baju dan membersihkan diri, Runi langsung menginspeksi dapur. Ya. Kata itulah yang dipakai Dea untuk melukiskan kebiasaan sang Mama: inspeksi. Cek semua gelas, cangkir, mangkuk, piring dan sendok, kalau-kalau ada yang salah letak. Periksa isi kulkas, jangan-jangan ada sayuran disimpan di bawah kotak chiller. Kontrol gula-teh-kopi-susu, siapa tahu ada yang habis. Buka-buka semua lemari dan memeriksa yang ada di dalamnya dengan teliti. Semuanya ditengok, tak terkecuali.
"Iroh. Ini punya siapa?" Tangannya mengacungkan beberapa sachet kopi instan three-in-one. Seruni tidak suka kopi semacam itu. Menurutnya terlalu banyak gula dan rasanya hambar. "Punya…."
"Bukan punya Mas Priyo!" Cepat sekali Iroh menyambar. Ia tidak mau lelaki pujaannya itu mendapat teguran gara-gara kopi instan. "Saya beli buat tukang yang minggu lalu mbetulin genteng, Nya."
"Kalau nggak ada yang suka, dikasih orang aja. Nggak perlu disimpan. Itu ada tukang becak di pojokan. Mereka pasti mau." Runi menyerahkan tiga sachet kopi instan ke tangan Iroh.
"Ini awet, Nya. Kalau nanti ada tukang lagi…."
Majikannya menghentikan Iroh dengan tatap mata tidak setuju. Ah. Nyonya Runi bikin hatiku tambah kesal saja. Oleh-olehnya belum diterima, sudah dipelototi, gerutu Iroh dalam hati sambil meninggalkan Runi sibuk sendiri.

"Runi. Sudah jam satu lebih. Kita makan dulu saja. Keburu dingin semua." Dari belakang punggung Runi, Eyang menutup freezer yang isinya sedang diperiksa anaknya itu. Ia berbisik-bisik di telinga Runi, memberitahu tentang Iroh yang suka sama Priyo dan bagaimana gadis itu menangis setelah tahu kalau Priyo hanya dua minggu bekerja di rumah mereka.

Mata Runi terbelalak. Pantas saja, pikirnya, wajah Iroh tidak secerah biasanya kalau menyambut dirinya pulang dari luar negeri.

"Bentar, Bu. Dea, makan duluan, temani Eyang. Bentar." Runi melangkah lebar-lebar menuju kamar tidur. Dengan cepat ia buka kopernya lalu merogoh ke dalam tumpukan baju kotor. Ditariknya sebuah tas plastik kuning yang berisi oleh-oleh untuk Iroh.
Perempuan itu memanggil-manggil Iroh yang sedang menemui tukang becak di sudut jalan.
"Iroh keluar, Bu Runi." Priyo yang duduk di teras melongok ke dalam.
"Lho? Kamu masih di sini?"
"Iya, Bu. Kalau-kalau masih diperlukan."
"Ayo, makan bareng."
"Terima kasih, Bu. Nanti saja, bareng Iroh."
"Lhooo… jangan begitu. Makan bareng kami."
"Sudah, Bu. Terima kasih."
"Biasanya Mas Priyo makan bareng saya, Nya." Iroh yang tiba-tiba muncul langsung menyela. Ia tak mau kehilangan kesempatan makan berdua dengan lelaki yang diam-diam ia kagumi.
"Oh." Runi menahan kata-katanya. Untung ibunya sudah memberitahu perihal perasaan Iroh pada Priyo.

"Ya, udah. Kami makan dulu, ya." Runi siap berbalik ketika ia ingat oleh-oleh untuk Iroh yang sudah ditentengnya. "Roh, ini ya. Oleh-oleh buat kamu. Maaf ya, Priyo, saya tidak membawa apa-apa untuk kamu."
"Oh, Tidak apa-apa, Bu. Tidak apa-apa." Priyo maklum.
Runi hanya basa-basi di depan Iroh karena ia tahu kalau Priyo tidak perlu apa-apa. Bapaknya hampir tiap minggu keliling Asia untuk mengurus bisnisnya. Priyo sesekali diminta mengantar sambil belajar bisnis keluarga.
"Terima kasih, Nyonya." Senyum Iroh mekar lebar. Ia intip isinya yang terbungkus kertas kado.

Semoga di dalam bungkusan ini ada tas cangklong warna ungu seperti pesananku, bisik Iroh dalam hati.

Priyo ikut senang melihat wajah Iroh yang terlihat bahagia mengamati tas plastik di tangannya. Rumah ini dihuni oleh empat perempuan berhati baik, pikirnya. Ia merasa nyaman menjadi bagian keluarga Bu Runi selama sepuluh hari ini. Meskipun sesekali Priyo menyaksikan rasa kesal dan kecewa terungkap di wajah mereka, atau mendengar kata-kata tajam terlontar, namun mereka saling menyayangi.


12.40 | 0 komentar | Read More

Jalan Terjal sang Petualang

Written By Unknown on Sabtu, 23 Februari 2013 | 12.40

Oleh: Untung Wahyudi

Judul  : Balada Si Roy #1
Pengarang : Gol A Gong
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal  : 366 Halaman

Novel yang pertama terbit akhir 1980-an ini kembali muncul menyapa kerinduan pembacanya pada akhir 2012 lalu. Kehadiran kembali novel serial yang terdiri dari lima jilid (10 episode) ini bukan tanpa sebab. Novel ini akan dilayarlebarkan dan sedang proses produksi oleh sebuah Production House dan naskah skenarionya ditulis langsung oleh Gol A Gong—sang penulis novel.

Novel ini mengisahkan perjalanan seseorang yang tenggelam dalam hiruk pikuk pergaulan remaja. Roy adalah sosok remaja yang terkenal bandel di sekolah. Kematian Papanya yang tewas dalam sebuah pendakian membuat Roy menjelma seorang remaja berwatak keras--orang-orang menyebutnya berandal. Namun begitu, wajah tampan yang dimilikinya membuat gadis-gadis di sekolah terpikat dan berusaha ingin mendapat perhatian lebih.

Roy pun tidak jual mahal. Siapa pun yang berusaha mendekat, pasti dia ladeni. Roy tak pandang bulu dalam berteman. Terbukti dia bisa bergaul dengan siapa saja. Teman-teman sekolah (perempuan dan laki-laki), hingga abang-abang becak sangat akrab dengannya.

Tak heran, jika sifat familiarnya menjadi magnet dan mampu menarik perhatian cewek-cewek di sekolah. Hal itu membuat Dulah berang. Di sekolah, Dulah dikenal sebagai sosok yang sering membuat keributan dan cukup sering mengganggu Roy dan teman-temannya. Sebagai remaja yang penuh gejolak, Roy tidak tinggal diam mendapat perlakuan Dulah. Pada suatu waktu mereka terlibat perkelahian. Kedua remaja itu saling beradu kemampuan untuk saling menaklukkan (halaman 31).
Roy memang dikenal bandel di sekolah. Namun, jiwa sosialnya sangat besar. Seringkali dia membantu teman-temannya yang butuh pertolongan. Dia juga tidak akan pernah mengganggu orang lain atau menyakiti seseorang jika dia tidak disakiti. Karena orangtuanya tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dia masih memegang prinsip untuk saling menghargai. Menurutnya, hidup bukan untuk saling membenci, tapi saling mengasihi (halaman 220).

Roy sebenarnya berasal dari keluarga besar dan terhormat. Namun, pernikahan kedua orangtuanya ditentang oleh pihak Papa Roy. Sehingga keluarga kecil Roy tidak pernah mendapat tempat di hati keluarga besar. Bahkan, Roy dan Mamanya selalu mendapat perlakuan tidak baik setiap berkunjung ke rumah kakek-neneknya.

Penindasan dari keluarga besarnya itulah yang membuat Roy tumbuh sebagai remaja yang keras. Dia tidak akan segan-segan berbuat kasar jika ada orang yang mengganggunya, termasuk Dulah dan gank-nya, Borsalino, yang cukup terkenal di sekolah.

Sementara itu, kematian Joe, anjing peninggalan Papanya yang tewas di tangan Dulah dan kawan-kawannya waktu terjadi perkelihan membuat Roy selalu uring-uringan. Sekolahnya pun nyaris berantakan. Nilai rapornya di akhir semester nyaris semua kebakaran, alias mendapatkan angka merah. Ulahnya pun membuat dia diskors dari sekolah selama seminggu.

Mama Roy sangat sedih melihat anak semata wayangnya yang menjadi satu-satunya harapan dalam keluarganya menjadi tidak terurus. Pergaulan dan sekolahnya sama-sama payah. Tapi, Roy berusaha menenangkan Mamanya. Bahwa Roy akan baik-baik saja dan akan memperbaiki nilai-nilai sekolahnya yang anjlok.

Tapi, sebuah keputusan yang diambil Roy membuat Mamanya kembali shok. Roy akan cuti sekolah dan akan menjadi seorang avonturir alias pengembara. Roy merasa bosan dengan sekolah. Dia ingin menikmati alam, merenungi keagungan Tuhan dengan menyusurinya langsung ke beberapa tempat yang selama ini menjadi tujuan Roy (halaman 227).

Mulailah Roy bertualang. Mendaki gunung dan menyusuri beberapa kota di pulau Jawa menemani kesehariannya. Cara Roy bertualang pun tidak seperti yang biasa dilakukan para traveler di era modern. Sebagai petualang, Roy menguji adrenalinnya dengan berbagai cara untuk sampai ke tujuan. Roy selalu berpikir bahwa, menjadi laki-laki harus berani menaklukkan tantangan. Seberat apa pun hidup, harus dihadapi dengan perjuangan.

Maka, Roy pun sudah terbiasa dengan aroma kehidupan terminal dan stasiun. Bahkan, beberapa kali Roy melompat ke bak truk, kucing-kucingan dengan kondektur kereta api, lalu menyeruak di keramaian kota (halaman 273).

Uniknya, dalam perjalanannya, Roy mendisiplinkan diri mencatat hal-hal penting dalam buku catatan hariannya yang selalu dia bawa. Rekam jejak perjalanannya dia tulis dan dijadikan tulisan berseri di sebuah majalah remaja ibu kota. Di sinilah alasan Roy menjadi seorang avonturir terkuak. Roy ingin menjadi seorang penyair dan penulis terkenal berdasarkan pengalaman empirisnya di perjalanan.

Novel ini secara umum menggambarkan potret pergaulan anak muda yang dibidik pengarang lewat tokoh bernama lengkap Roy Boy. Lewat tokoh utama, Gol A Gong ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa, masa remaja adalah masa-masa penuh gejolak, penuh eksperimen dan pencarian jati diri. Seluk beluk tokoh dalam kehidupan keluarga, sekolah, bahkan pergaulannya bersama teman-temannya digambarkan pengarang dengan bahasa dan penuturan khas remaja. Membaca Balada Si Roy pembaca seolah-olah diseret untuk mengetahui pergaulan remaja di akhir 1980-an atau awal 1990-an yang menjadi setting novel setebal 336 halaman ini. [*]

*) Alumnus IAIN Sunan Ampel, Surabaya


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Jumat, 22 Februari 2013 | 00:24 WIB

wanita yang mencari bunga terselip di telinga si lelaki
: Susan Gui (Tsu)

hilang.
mungkinkah bunga itu ia hanyutkan ke sungai bisu yang meluap?
sungai bisu yang pengap.
sungai yang tak pantas direnungi untuk menghidu gugur kenangan.

suatu waktu wanita itu bermimpi,
sang lelaki telah mengubah warna dadanya.
samarsamar ada wanita tak dikenal melengkung di sebilah rusuk.

waktu memang telah mengupas seiris demi seiris jam.
kisah cinta kini mengental.
seperti desir perasaan yang terpenggal.
wanita it terus berajalan,
melindas jejak demi jejak bisu

ia akan menemui lelaki yang tak pandai menyelipkan bunga di telinga.
lelaki yang hatinya tak serta merta berubah warna

Mimisan Xiang 11 Februari 2013

di pertigaan

di pertigaan itu,
sepi yang menunggu.
dan Tuhan yang lugu mengelus blus waktu,
tempat menyender ulu hatiku.

jaringjaring ibu pun disebar,
ikanikan kesedihan menggelepar,
di bawah tingkahan hujan dalam keruh mata kenangan.

selalu begitu.
di pertigaan yang memerihkan igaku.
sepi masuk kedalam ragaragu.
menjatuhkan kelat ruh ke paha tungku.
batubatu naaru.

Patah Putih 2013

uryani*
: Lailatul Kiptiyah Ngaeni (Dear)

hatiku kau bedung.
kau ayun tubuhku di bandul laili.
aku nyenyak.
seperti mendengkur di rahim ibu.

*uryani = hati telanjang

Papan Hitam 2013

ruko

berdiri megah di dalam semak
lumutlumut perakasa kian jengah menikahi didingnya

tahukah kau, Padam! ada lelaki tua. buta.
hendak keluar mencari cahaya?

Laut Batu 2013

Muhammad Asqalani eNeSTe, Penyair Riau asal Paringgonan. Mulai menulis puisi sejak di Pesantren Al-Mukhlishin. Kini menjadi Redaktur Sastra Majalah Frasa.
Selain suka masak dan koleksi foto bayi lelaki (Baby Boy Fanatic) dari Internet, ia mengaku riang membaca buku-buku Motivasi dan Psikologi. Belajar dan Mengajar di Community Pena Terbang (COMPETER). Tinggal di Merpati Sakti (Panam) - Pekanbaru. Temukan fbnya: Muhammad Asqalani Reborn.


12.40 | 0 komentar | Read More

Jalan Terjal sang Petualang

Written By Unknown on Jumat, 22 Februari 2013 | 12.40

Oleh: Untung Wahyudi

Judul  : Balada Si Roy #1
Pengarang : Gol A Gong
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal  : 366 Halaman

Novel yang pertama terbit akhir 1980-an ini kembali muncul menyapa kerinduan pembacanya pada akhir 2012 lalu. Kehadiran kembali novel serial yang terdiri dari lima jilid (10 episode) ini bukan tanpa sebab. Novel ini akan dilayarlebarkan dan sedang proses produksi oleh sebuah Production House dan naskah skenarionya ditulis langsung oleh Gol A Gong—sang penulis novel.

Novel ini mengisahkan perjalanan seseorang yang tenggelam dalam hiruk pikuk pergaulan remaja. Roy adalah sosok remaja yang terkenal bandel di sekolah. Kematian Papanya yang tewas dalam sebuah pendakian membuat Roy menjelma seorang remaja berwatak keras--orang-orang menyebutnya berandal. Namun begitu, wajah tampan yang dimilikinya membuat gadis-gadis di sekolah terpikat dan berusaha ingin mendapat perhatian lebih.

Roy pun tidak jual mahal. Siapa pun yang berusaha mendekat, pasti dia ladeni. Roy tak pandang bulu dalam berteman. Terbukti dia bisa bergaul dengan siapa saja. Teman-teman sekolah (perempuan dan laki-laki), hingga abang-abang becak sangat akrab dengannya.

Tak heran, jika sifat familiarnya menjadi magnet dan mampu menarik perhatian cewek-cewek di sekolah. Hal itu membuat Dulah berang. Di sekolah, Dulah dikenal sebagai sosok yang sering membuat keributan dan cukup sering mengganggu Roy dan teman-temannya. Sebagai remaja yang penuh gejolak, Roy tidak tinggal diam mendapat perlakuan Dulah. Pada suatu waktu mereka terlibat perkelahian. Kedua remaja itu saling beradu kemampuan untuk saling menaklukkan (halaman 31).
Roy memang dikenal bandel di sekolah. Namun, jiwa sosialnya sangat besar. Seringkali dia membantu teman-temannya yang butuh pertolongan. Dia juga tidak akan pernah mengganggu orang lain atau menyakiti seseorang jika dia tidak disakiti. Karena orangtuanya tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dia masih memegang prinsip untuk saling menghargai. Menurutnya, hidup bukan untuk saling membenci, tapi saling mengasihi (halaman 220).

Roy sebenarnya berasal dari keluarga besar dan terhormat. Namun, pernikahan kedua orangtuanya ditentang oleh pihak Papa Roy. Sehingga keluarga kecil Roy tidak pernah mendapat tempat di hati keluarga besar. Bahkan, Roy dan Mamanya selalu mendapat perlakuan tidak baik setiap berkunjung ke rumah kakek-neneknya.

Penindasan dari keluarga besarnya itulah yang membuat Roy tumbuh sebagai remaja yang keras. Dia tidak akan segan-segan berbuat kasar jika ada orang yang mengganggunya, termasuk Dulah dan gank-nya, Borsalino, yang cukup terkenal di sekolah.

Sementara itu, kematian Joe, anjing peninggalan Papanya yang tewas di tangan Dulah dan kawan-kawannya waktu terjadi perkelihan membuat Roy selalu uring-uringan. Sekolahnya pun nyaris berantakan. Nilai rapornya di akhir semester nyaris semua kebakaran, alias mendapatkan angka merah. Ulahnya pun membuat dia diskors dari sekolah selama seminggu.

Mama Roy sangat sedih melihat anak semata wayangnya yang menjadi satu-satunya harapan dalam keluarganya menjadi tidak terurus. Pergaulan dan sekolahnya sama-sama payah. Tapi, Roy berusaha menenangkan Mamanya. Bahwa Roy akan baik-baik saja dan akan memperbaiki nilai-nilai sekolahnya yang anjlok.

Tapi, sebuah keputusan yang diambil Roy membuat Mamanya kembali shok. Roy akan cuti sekolah dan akan menjadi seorang avonturir alias pengembara. Roy merasa bosan dengan sekolah. Dia ingin menikmati alam, merenungi keagungan Tuhan dengan menyusurinya langsung ke beberapa tempat yang selama ini menjadi tujuan Roy (halaman 227).

Mulailah Roy bertualang. Mendaki gunung dan menyusuri beberapa kota di pulau Jawa menemani kesehariannya. Cara Roy bertualang pun tidak seperti yang biasa dilakukan para traveler di era modern. Sebagai petualang, Roy menguji adrenalinnya dengan berbagai cara untuk sampai ke tujuan. Roy selalu berpikir bahwa, menjadi laki-laki harus berani menaklukkan tantangan. Seberat apa pun hidup, harus dihadapi dengan perjuangan.

Maka, Roy pun sudah terbiasa dengan aroma kehidupan terminal dan stasiun. Bahkan, beberapa kali Roy melompat ke bak truk, kucing-kucingan dengan kondektur kereta api, lalu menyeruak di keramaian kota (halaman 273).

Uniknya, dalam perjalanannya, Roy mendisiplinkan diri mencatat hal-hal penting dalam buku catatan hariannya yang selalu dia bawa. Rekam jejak perjalanannya dia tulis dan dijadikan tulisan berseri di sebuah majalah remaja ibu kota. Di sinilah alasan Roy menjadi seorang avonturir terkuak. Roy ingin menjadi seorang penyair dan penulis terkenal berdasarkan pengalaman empirisnya di perjalanan.

Novel ini secara umum menggambarkan potret pergaulan anak muda yang dibidik pengarang lewat tokoh bernama lengkap Roy Boy. Lewat tokoh utama, Gol A Gong ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa, masa remaja adalah masa-masa penuh gejolak, penuh eksperimen dan pencarian jati diri. Seluk beluk tokoh dalam kehidupan keluarga, sekolah, bahkan pergaulannya bersama teman-temannya digambarkan pengarang dengan bahasa dan penuturan khas remaja. Membaca Balada Si Roy pembaca seolah-olah diseret untuk mengetahui pergaulan remaja di akhir 1980-an atau awal 1990-an yang menjadi setting novel setebal 336 halaman ini. [*]

*) Alumnus IAIN Sunan Ampel, Surabaya


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Puisi-puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

Jumat, 22 Februari 2013 | 00:24 WIB

wanita yang mencari bunga terselip di telinga si lelaki
: Susan Gui (Tsu)

hilang.
mungkinkah bunga itu ia hanyutkan ke sungai bisu yang meluap?
sungai bisu yang pengap.
sungai yang tak pantas direnungi untuk menghidu gugur kenangan.

suatu waktu wanita itu bermimpi,
sang lelaki telah mengubah warna dadanya.
samarsamar ada wanita tak dikenal melengkung di sebilah rusuk.

waktu memang telah mengupas seiris demi seiris jam.
kisah cinta kini mengental.
seperti desir perasaan yang terpenggal.
wanita it terus berajalan,
melindas jejak demi jejak bisu

ia akan menemui lelaki yang tak pandai menyelipkan bunga di telinga.
lelaki yang hatinya tak serta merta berubah warna

Mimisan Xiang 11 Februari 2013

di pertigaan

di pertigaan itu,
sepi yang menunggu.
dan Tuhan yang lugu mengelus blus waktu,
tempat menyender ulu hatiku.

jaringjaring ibu pun disebar,
ikanikan kesedihan menggelepar,
di bawah tingkahan hujan dalam keruh mata kenangan.

selalu begitu.
di pertigaan yang memerihkan igaku.
sepi masuk kedalam ragaragu.
menjatuhkan kelat ruh ke paha tungku.
batubatu naaru.

Patah Putih 2013

uryani*
: Lailatul Kiptiyah Ngaeni (Dear)

hatiku kau bedung.
kau ayun tubuhku di bandul laili.
aku nyenyak.
seperti mendengkur di rahim ibu.

*uryani = hati telanjang

Papan Hitam 2013

ruko

berdiri megah di dalam semak
lumutlumut perakasa kian jengah menikahi didingnya

tahukah kau, Padam! ada lelaki tua. buta.
hendak keluar mencari cahaya?

Laut Batu 2013

Muhammad Asqalani eNeSTe, Penyair Riau asal Paringgonan. Mulai menulis puisi sejak di Pesantren Al-Mukhlishin. Kini menjadi Redaktur Sastra Majalah Frasa.
Selain suka masak dan koleksi foto bayi lelaki (Baby Boy Fanatic) dari Internet, ia mengaku riang membaca buku-buku Motivasi dan Psikologi. Belajar dan Mengajar di Community Pena Terbang (COMPETER). Tinggal di Merpati Sakti (Panam) - Pekanbaru. Temukan fbnya: Muhammad Asqalani Reborn.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Samsul

Written By Unknown on Kamis, 21 Februari 2013 | 12.40

Puisi-puisi Samsul

Kamis, 21 Februari 2013 | 02:26 WIB

Ketuban Jalang

Ketuban ketumpah ketimpah
Dalam rahim jelata yang meronta
Sehabis mengulum janji
Ketuban ketimpah ketumpah
Bersimpah simpuh di kemauan diri
Setelah janji tak di tepati
2013

Beranda Gerimis

Di beranda gerimis, aku memaku pandang
Pada tiang-tiang basah yang ditelanjangi hari
Semua sepi, hanya riak riuh hujan sesekali terdengar, lalu hilang
Bayangmu yang dulu berlagak di tiang itu, kini melebur dalam gerimis yang memasuki pori-pori waktu
Ah, masih kutunggu bayangmu setelah gerimis ini, setelah mentari menggambarmu lagi

2013

Kepompong Waktu

Terbelenggu sesak nan menggasak
Setelah menghitung detik dalam sutra
Lalu bergelayut di pohon rindu
Kapan kau menjelma kupu-kupu?
2013

Jarak Angin

Gigilku tak lagi mencumbu sejuk
Ia telah dikutuk jurang kegamangan
Tenggelam dalam kelam nan menikam
Maka, hari ini aku berjalan
Melangkah tanpa beban meski ribuan deba telah kusimpan
Untuk menjemputmu kembali menggerayangi gigil ini …

2013

Samsul, lahir di Kota Intan 8 April 1991. Kini tengah  menyelesaikan S1 di Universitas Islam Riau. Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Menyukai sastra sejak cerpen pertamanya mendapatkan juara III dalam lomba yang diselenggarakan oleh BEM FKIP UIR, Maret 2011. Kini, ia telah menjuarai beberapa lomba menulis cerpen, puisi, dll. Ia juga menulis cerpen dan puisi di beberapa media cetak.


12.40 | 0 komentar | Read More

Empat Perempuan - 3

Cerber Endah Raharjo

Episode 3: Iroh Ngambek

Eyang hapal polah tingkah Iroh. Perempuan lajang itu sudah bekerja padanya lebih dari empat tahun. Seperti pagi itu. Iroh sedang mem-vakum karpet sambil mengirim SMS ke teman-temannya. Telinganya tersumpal earphone sementara MP3 player tersimpan di saku celana pendeknya. Hebat juga si Iroh ini, pikir Eyang, kemampuan multitasking-nya tak kalah dengan laptop Dea.
Eyang dulu tidak setuju ketika Runi membelikan Iroh MP3 player dengan earphone segala. Tapi menurut Runi, Iroh berhak mendapat kesenangan seperti layaknya perempuan muda sebayanya. Kata Runi, pembantu itu hanya profesi saja, para majikan cuma menggaji, tidak memilikinya, tidak berhak menghalangi mereka untuk menikmati hidup. Asal tidak menggangu pekerjaan dan tidak melanggar norma umum.

Kalau Iroh bekerja sambil bermain-main di depan Eyang seperti itu, tandanya ia sedang protes. Kalau protes, biasanya Iroh tidak mau langsung bicara, tetapi memancing kemarahan para majikannya dengan berbagai cara. Iroh tahu, Eyang tidak suka bila dirinya bekerja sambil bermain gadget. Pagi ini dia sengaja melakukannya agar ditegur Eyang. Kalau sudah begitu, Iroh bisa mulai mengeluarkan uneg-unegnya.

"Iroh…!" Suara Eyang tegas dan keras, mencoba mengalahkan desing vacuum cleaner dan lagu D'Masiv yang mengalun di telinga Iroh. Yang dipanggil tidak mendengar, kepalanya bergoyang-goyang, dicumbui irama lagu kesayangan. Eyang mencabut kabel vacuum cleaner. Alat itu berhenti bekerja. Iroh mendongak, memandang Eyang, pura-pura heran.

"Kamu kenapa?" Mata Eyang lebih tajam dari pisau dapur yang tadi pagi tanpa sengaja terbuang ke keranjang sampah.

Nyali Iroh langsung terbelah dua. Hati-hati Iroh mencopot earphone-nya lalu memasukkannya ke saku celana. Ponselnya, bekas milik Dea, ia letakkan di meja.

"Kamu kenapa?" Eyang mengulang pertanyaannya, memberi isyarat agar Iroh duduk di dekatnya. Iroh melangkah mendekat, menunduk, pelan-pelan duduk di karpet yang baru saja ia bersihkan.
"Mau pulang ke gunung lagi?" Eyang menekankan kata 'lagi' karena minggu lalu Iroh baru saja pulang menengok emaknya.
"Bukan, Eyang…," leher Iroh bagai tak bertulang, kepalanya terjatuh, ujung dagunya nyaris menyentuh dada.
"Lha, kenapa?" Volume suara Eyang berkurang.
"Saya… anu… itu… Mas Priyo…," Iroh memilin-milin jemarinya.
"Katanya… kata Non Dea, Mas Priyo setelah dua minggu mau keluar. Katanya… anu… Nyonya Runi ndak suka sama dia." Cuping hidung Iroh kembang kempis menahan malu. Ia sebenarnya tidak begitu akrab dengan Priyo yang selalu membaca dan menyendiri ketika sedang istirahat. Tapi Iroh sangat suka membuatkan Priyo kopi dan sarapan. Iroh juga suka memandangi Priyo diam-diam. Walaupun yang dipandangi tidak membalas menatap, Iroh merasa suka. Melihat kelebatnya saja Iroh sudah suka. Sangat suka.

"Oalaaahh…! Iroh… Iroh…" Eyang menghela nafas dan tanpa tambahan kata-kata dari Iroh, perempuan bercucu lima itu tahu apa yang bergejolak di hati pembantunya.
"Lha, Mas Priyo itu memang bukan supir. Dia cuma menolong Eyang saja. Sebelum ada yang ngganti. Dia itu mau kuliah bulan depan, ke luar negeri." Eyang tidak bercerita pada Iroh perihal nadzar Priyo karena itu bukan urusannya.

Iroh mendongak. Matanya terbelalak. Mulutnya ternganga. Bukan supir? Kuliah ke luar negeri? Lalu Priyo itu siapa? Iroh bertanya-tanya dalam hati. Rasa penasaran menjalari tubuhnya. Disusul rasa kecewa yang menggelayuti hati.
"Mas Priyo itu anak sahabat Nyonya Runi, Roh. Dia di sini bukan bekerja. Hanya nolong Eyang saja. Dia…," Eyang belum selesai bicara ketika Iroh melompat dan lari "Lho? Roh? Iroooh…?" Eyang menyusul Iroh ke belakang, ke kamarnya.

Iroh mengunci pintu kamar. Duh, Iroh… kamu suka sama Priyo, ya. Eyang menunggu saja di depan pintu kamar Iroh. Lamat-lamat dari dalam kamar terdengar suara isak yang tertahan, Eyang pelan-pelan melangkah ke ruang makan.

**

Wajah Dea berubah mendung. Sudut-sudut bibirnya berkerut begitu membaca SMS dari Eyang. Kata Eyang, Iroh sepagian hanya sembunyi di kamar dan batal masak rawon kegemarannya. Sudah empat hari Dea menahan hasratnya makan rawon. Iroh menunda-nunda melulu karena Eyang belum sempat belanja daging yang bagus, sementara tukang sayur langganan mereka libur seminggu.

Dengan kesal Dea menelpon ponsel Iroh. Tidak ada jawaban. Sekali lagi. Masih tetap sepi. Setelah beberapa kali, Dea akhirnya menelpon Eyang.
"Emang kenapa Iroh, Yang? Dea nelpon kok nggak dijawab? Sakit?"
"Iya. Sakit hati." Jawab Eyang pendek.
"Lho? Diapain sama Eyang?"
"Bukan Eyang. Priyo."
"Lho? Emang diapain sama Priyo?"

Eyang tertawa pelan, terpaksa menjelaskan pada cucunya, kalau tidak, gadis ceriwis itu pasti tak akan berhenti bertanya. Bahkan mungkin Dea akan membolos dari mata pelajaran berikutnya demi mengorek keterangan tentang Iroh.
"Ternyata Iroh suka sama Priyo. Terus Iroh sedih karena Priyo hanya bekerja dua minggu di sini, setelah itu pergi ke luar negeri."
"Iroh? Suka sama Priyo?" Dea terkekeh panjang, teringat selusin lebih teman-temannya yang juga menyukai sarjana baru berwajah tampan bertubuh aduhai itu.
"Dea." Eyang memutus tawa cucunya. "Iroh patah hati. Jangan diketawain begitu. Dia nangis sepagian ini. Makanya dia tidak masak. Cuma ngendon di kamar aja."

Wajah Dea tampak sedih setelah mengakhiri pembicaraan dengan Eyang. Dea khawatir kalau Iroh akan pamit pulang gara-gara patah hati. Iroh sangat kerasan bekerja di rumah Dea. Tiga tahun pertama dalam karirnya sebagai pembantu rumah tangga, Iroh berkali-kali ganti majikan karena tidak dihargai sebagai pekerja. Sedangkan di rumah Dea, Iroh dibayar dengan layak dan menjadi anggota keluarga.

Walaupun Dea sering mengganggu Iroh, ia sayang pada perempuan yang umurnya hanya terpaut lima tahun dari dirinya itu. Bagi Dea, Iroh perempuan pemberani. Ia sudah mulai meninggalkan rumah untuk bekerja ketika usianya baru 14 tahun. Dea juga mengagumi Iroh yang berkorban demi keluarga. Iroh rela putus sekolah dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga agar bisa membiayai sekolah dua orang adiknya. Orang tua Iroh hanya buruh tani.

**

Begitu melihat Dea berlari-lari keluar dari gerbang sekolah tanpa diikuti teman-temannya, Priyo cepat-cepat membuka pintu kiri depan. Dea lebih suka duduk di depan karena Priyo bukan supir seperti Pak Tarman.
"Kak, kita mampir beli pizza, ya. Cepet, ya."
Sejak tahu kalau Priyo anak teman dekat Mama, Dea memanggil lelaki ganteng itu dengan sebutan "Kak". Agak aneh kedengarannya. Awalnya Dea bingung mau memanggil apa, kalau "mas" terasa formal dan Dea tidak ingin orang mengira Priyo adalah pacarnya. Kalau "om" kedengarannya terlalu tua. Dea juga batal naksir Priyo setelah tahu kalau ayah Priyo pernah suka sama Mama.
"Jadi aneh aja," begitu kata Dea pada teman-temannya.
Sambil bersiul dan setengah berlari gedebugan seperti biasa, dengan ransel masih tersandang di punggungnya, dari garasi Dea langsung menuju kamar Iroh.
"Irooohhhh… bukaaa…!" teriaknya di depan pintu kamar Iroh. "Nona Dea bawa pizzaaaa…!"
Setelah menunggu sebentar, Dea mendengar suara kunci dibuka. Wajah Iroh yang sembab muncul dari balik pintu yang pelan-pelan terkuak. Dari pengalaman berteman dengan Iroh selama empat tahun, Dea tahu hati Iroh akan luluh kalau diiming-imingi pizza.

***


12.40 | 0 komentar | Read More

Ardian Syaf, "Batman" dari Tulungagung

Written By Unknown on Rabu, 20 Februari 2013 | 12.40

Goresan tangan seorang komikus asal Desa Tenggur, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, telah diakui oleh penerbit komik terkenal Amerika Serikat sebesar DC Comics. Itulah Ardian Syaf (33). Dari tangannya lahir jagoan super seperti Batman dan Superman, dan lainnya. Sarie Febriane

Komikus Ardian Syaf pada Januari lalu dikerumuni penggemarnya, mulai dari remaja sampai diplomat asal Kedutaan Besar Singapura. Mereka meminta Ardian menandatangani dan menggambar sosok Batman pada selembar kaus oblong. Setelah memperoleh tanda tangan dan coretan gambar dari Ardian, diplomat itu mengajak berfoto bersama Adrian.

Selain sang diplomat itu, di antara penggemar Ardian tampak juga sutradara Rizal Mantovani dan pemain sinetron Marcelino Lefrandt. Mereka antusias bertemu Ardian. Foto bareng, tanda tangan di atas koleksi komik Amerika, dan coretan gambar tokoh komik menjadi tiga hal yang diminta penggemarnya dari Ardian. Suasana itu menjadi bukti betapa goresan tangan Ardian sangat dikenal penikmat komik terbitan DC Comics.

Siang itu Ardian, atau akrab disapa Aan, didaulat tampil dalam festival komik Amerika @ameri-Con dalam rangka ulang tahun ke-2 @america, Pusat Kebudayaan Amerika Serikat di Pacific Place, Jakarta. Dia diminta berbagi cerita tentang kiprahnya sebagai komikus yang beberapa tahun terakhir "bermain" di arena internasional.

Lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang ini sudah dua kali dikontrak penerbit besar DC Comics di AS. Di bawah DC Comics, Aan sebagai penciler menggarap komik-komik legendaris yang mengusung sosok superhero, di antaranya Batman, Superman, Batgirl, dan Green Lantern. Penciler adalah istilah untuk menyebut komikus yang menerjemahkan naskah ke dalam bahasa gambar.

Hadiah dari "Bobo"

Aan mengaku sejak kecil bercita- cita menjadi komikus. Kecintaannya pada komik serupa dengan cinta pada pandangan pertama. Ketika duduk di kelas I sekolah dasar, dia mendapatkan hadiah komik dari majalah Bobo karena mengirimkan jawaban Teka Teki Silang.

Komik pertamanya itu demikian mengesankan bagi Ardian kecil. Komik itu pula yang membawanya berfantasi di jagat komik. Aan kecil pun bercita-cita ingin menjadi pembuat komik alias komikus. Sang ayah, seorang pegawai negeri, juga kerap membelikan Aan berbagai komik yang dibeli di pasar loak.

Lulus kuliah tahun 2004, Aan membayangkan diri menggambar komik untuk penerbitan media massa lokal di Jawa Timur. Cita-citanya menjadi komikus masih mengendap dalam ruang batinnya.

Seorang teman lalu memberi tahu dia untuk mengirimkan lamaran ke digitalwebbing.com, sebuah situs internasional yang menjadi forum komikus sedunia untuk mendapatkan proyek komik di berbagai negara. Namun, selama dua tahun bergabung, Aan tak kunjung mendapatkan tawaran bekerja sama.

Meski begitu, dia dengan ikhlas menerima ajakan kerja sama dari beberapa negara untuk menggarap komik debutan tanpa bayaran. Proyek-proyek tanpa bayaran itu dia perlukan untuk mengasah kemampuannya menggambar.

Beberapa proyek kecil pun diterimanya, dengan bayaran hanya sekitar 25 dollar AS per halaman untuk komik pendek delapan halaman. Selain itu, Aan pun mengerjakan permintaan sebagai penata letak buku Lembar Kerja Siswa SMA dengan bayaran Rp 2.500 per halaman.

"Dulu, ibu saya pernah khawatir, 'Aan, dari menggambar bisa kerja apa ya'?" kata Aan menirukan ucapan ibunya.

Suatu saat anak Aan sakit. Ia amat gundah dengan biaya pengobatan. Nyaris dia mengendapkan cita-citanya menjadi komikus. Ia lalu melamar pekerjaan di sebuah koran lokal sebagai penata letak.

Di tengah kesulitannya itu, salah seorang penulis naskah komik asal Irlandia bernama Catie mengirim e-mail. Isinya, memberi informasi tentang penerbit cukup ternama di AS, Dabel Brothers Publishing, tengah mencari penciler untuk komik Dresden Files.

Catie adalah penulis yang pernah bekerja sama dengan Aan menggarap komik-komik kecil. Rupanya keyakinan, keteguhan, dan ikhtiar Aan mulai menemui jalannya. Penerbit tersebut akhirnya memercayakan Aan untuk menggarap komik Dresden Files: Welcome to the Jungle nomor 1-4. Sejak itulah, karya Aan kian dilirik oleh penerbit besar internasional.

"The Great Help City"

Tawaran menggarap proyek pun berdatangan, hingga penerbit besar asal AS, DC Comics, dua kali mengontrak Aan secara eksklusif untuk menggarap berbagai komik superhero. Penerbitan yang berdiri sejak 1934 dan kini di bawah Warner Bros Entertainment itu melahirkan sejumlah tokoh komik superhero legendaris, di antaranya Superman, Batman, Wonder Woman, dan Green Lantern.

Hingga kini, sudah sederet komik superhero yang digarap Aan, misalnya Superman/Batman nomor 68-71, Green Lantern Corps nomor 49-52, Brightest Day nomor 0-25, dan Batgirl nomor 1. Aan pun dihargai hingga 300 dollar AS per lembar.

Dalam komik-komik internasional garapannya itu, Aan kerap menyisipkan unsur-unsur keindonesiaan, mulai dari penampakan baliho bergambar Gubernur DKI Jakarta Jokowi dan wakilnya, Basuki, dalam komik Batgirl #1 yang berlatar cerita di Jakarta.

Ada pula topi yang dipakai salah satu tokoh komik bertuliskan "The Great Help City" alias Kota Tulungagung, juga tengkorak yang mengenakan belangkon, dan entah apa lagi yang akan menyusul.

Meski telah menjadi komikus yang diperhitungkan di arena internasional, Aan tetap rendah hati dan sederhana. Dia merasa tenteram tinggal di Desa Tenggur dan mengajari anak- anak di lingkungannya belajar menggambar.

Aan juga masih memendam cita- cita lainnya, yakni menggairahkan kembali komik Indonesia....


12.40 | 0 komentar | Read More

Harmonisasi Selembar Songket

Setelah menunggu sekitar dua tahun, awal tahun ini Nanda Wirawan bisa bernapas lega. Dua karya pengembangan kain songket Minangkabau yang digarapnya memperoleh penghargaan kerajinan unggulan dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Pertama adalah songket dengan gabungan motif bernama Saluak Laka dan Saik Ajik Babungo yang dibuat seniman Iswandi dan almarhum Alda Wimar. Motif ini pengembangan dari motif ukir di rumah gadang. Karya lainnya adalah songket kuno Kotogadang bermotif Sajamba Makan yang merupakan hasil revitalisasi dari songket kuno Nagari Kotogadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Songket itu dibuat di Studio Songket ErikaRianti di Jorong Panca, Nagari Batu Taba, Kecamatan Ampek Angkek, Agam. Nanda adalah direktur studio songket itu. Penghargaan dua tahunan untuk program Asia Tenggara di Malaysia itu berarti besar bagi Nanda. Kedua karya itu diberi penghargaan atas sejumlah indikator yang melekat, yaitu istimewa, otentik, inovatif, dan dapat dipasarkan.

Lebih penting

Namun, sebetulnya ada yang lebih penting selain penghargaan itu, yaitu filosofi orang Minangkabau dalam selembar kain. Soal toleransi pada masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal. Juga soal harmonisasi tentang beberapa unsur dalam kehidupan.

Hal itu terdapat dalam hasil karya pengembangan motif ukiran rumah gadang bernama Saluak Laka dan Saik Ajik Babungo. "Motif Saluak Laka memiliki filosofi toleransi adat dan agama, perpaduan sistem matrilineal dan patrilineal. Saik Ajik Babungo berarti potongan yang sama besar atau keadilan," ujar Nanda.

Iswandi, yang membuat motif Saluak Laka untuk kain songket, menuturkan, secara visual motif itu terlihat sebagai perpaduan garis lurus dan lengkung. "Garis lurus yang cenderung kaku menggambarkan sifat agama, sedangkan lengkung menggambarkan sifat adat. Ini adalah motif yang menggambarkan perpaduan agama dan adat. Inilah yang dimaksud dengan adat basandi syara', syara' basandi kitabullah (adat bersendi hukum agama, hukum agama bersendi Al Quran)," kata Iswandi yang juga suami Nanda.

Adat basandi syara', syara' basandi kitabullah adalah konsensus antara pemimpin agama dan pemuka adat untuk memadukan ajaran Islam dan adat Minangkabau. Ada sejumlah versi tentang waktu terjadinya perjanjian itu. Akan tetapi, pegangan dalam menjalankan kehidupan bagi orang Minang itu kini masih didengungkan.

Nanda menambahkan, motif itu juga menggambarkan aturan agama yang sangat jelas dan aturan adat yang dinamis tidak pernah bertentangan. Sekalipun secara adat seorang anak di Minangkabau mewarisi garis ibu (matrilineal), tetapi ia tetap disaluak'kan (diikat) dengan keluarga ayah.

Hal itu mewujud dalam perkawinan "anak pisang" atau anak dari anak laki-laki yang mesti mengutamakan persetujuan keluarga ayah (bako). Nanda menambahkan, jika ada anggota keluarga bako yang tutup usia, "anak pisang" yang pertama kali mesti memberikan kain kafan.

Dalam buku Revitalisasi Songket Lama Minangkabau, Bernhard Bart dan kawan-kawan (2006), motif Saluak Laka berarti jalinan kuat lidi atau rotan yang menyatu erat sehingga mampu menyangga periuk. Laka adalah alas periuk. Saluak berati kait atau jalinan. Motif ini berarti jalinan kekerabatan yang kuat guna menjalankan tanggung jawab besar. Pada saat bersamaan tidak ada individu yang menonjolkan diri atau merasa paling berjasa. Ini ditunjukkan dengan tidak terlihatnya ujung ataupun pangkal dalam anyaman atau jalinan laka. Seluruhnya tersembunyi di bawah.

Adapun Saik Ajik Babungo, kata Iswandi, berarti potongan wajik yang sama besar. "Wajik dalam tata cara penghidangan penganan adalah yang utama dan terletak di tengah-tengah sebagai 'bunga hidangan' di antara lainnya," paparnya.

Motif Sajamba Makan menggambarkan kebersamaan dalam masyarakat Minangkabau. "Motif ini menunjukkan segala sesuatu menyangkut kehidupan kaum mesti diputuskan secara musyawarah untuk mufakat," kata Nanda.

Mereka yang terlibat dalam forum musyawarah itu adalah orang-orang dengan kemampuan manguik sahabih sauang, baretong sampai sudah. "Artinya, segala sesuatu ditelaah mendalam dengan prinsip keselarasan dan keseimbangan sehingga hasilnya membawa kebaikan kini dan di kemudian hari," ujarnya.

Proses panjang

Nyaris seperti toleransi dan harmonisasi yang prosesnya di masyarakat relatif panjang, demikian pula dengan pembuatan kedua songket itu. Terutama untuk transformasi motif ukiran rumah gadang yang secara teknis tak pernah dilakukan sebelumnya di atas kain songket.

Pembuatan motif mulai dilakukan pada 2010 oleh Alda Wimar, yang dilanjutkan pada 2011 oleh Iswandi. Proses penenunan dilakukan April hingga Mei 2012. Revitalisasi songket kuno Kotogadang dimulai dengan pembuatan motif sejak 2006. Penenunan dikerjakan sejak September hingga Oktober 2011. Butuh lima kali penenunan yang gagal sebelum berhasil pada percobaan keenam untuk pembuatan kembali songket kuno Kotogadang itu. Pasalnya, ujar Nanda, revitalisasi sulit, sesuai tuntutan yang mesti sama persis dengan kaidah aslinya.

"Tingkat kesulitan tinggi karena ditenun dengan ukuran setengah lubang sisir tenun. Ini adalah kain paling halus yang pernah ditenun di Studio Songket ErikaRianti," tutur Nanda.

Proses pada songket lain yang mentransformasikan motif ukiran rumah gadang dalam songket memiliki tantangan lain. Tak mudah memindahkan motif relung dan lingkaran dari ukiran kayu ke atas kain songket, yang disebut Nanda hampir mustahil.

"Ini membutuhkan garis motif yang banyak. Kain songket biasanya bermotif geometris, hampir tidak mungkin bermotif lingkaran," kata Nanda. Apalagi, songket yang dibuatnya bukan berupa penyederhanaan bentuk, melainkan menenun sesuai dengan motifnya.

Warna menggunakan bahan alami, antara lain secang untuk warna merah dan ungu serta kulit kayu untuk warna coklat kemerahan. Songket itu sempat dipamerkan di Uni Emirat Arab. (Ingki Rinaldi)


12.40 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger