Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

Written By Unknown on Minggu, 31 Maret 2013 | 12.40

Judul Buku: Penjelajah Gagal
Penulis : Arobi
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan : I, Februari 2013
Tebal: xiv + 182 halaman
ISBN: 978-602-9397-84-0
Peresensi: Sam Edy Yuswanto

Buku traveling ini berbeda, tidak seperti buku-buku traveling pada umumnya. Penulis (yang bekerja di sebuah instansi pemerintah di Pulau Seram, Maluku, tepatnya di ibu kota Kabupaten Bula) mengisahkan suka dukanya saat mengabdi di sana, sekaligus bertutur tentang pengalaman-pengalaman tak terlupakan ketika menjelajahi beberapa pulau yang tersebar di wilayah Maluku.

Kumpulan catatan perjalanan ini ditulis dengan bahasa ringan, gaul ala anak muda, konyol serta dibumbui banyolan-banyolan segar yang akan membuat pembaca tersenyum-senyum (bahkan tertawa ngakak) saat membaca halaman demi halaman. Meski ada juga beberapa kisah menyedihkan yang dijumpai penulis dan membuat hati kita menjadi terenyuh. Buku ini pas dijadikan sebagai bacaan ringan yang menghibur sambil duduk bersantai di rumah, ketika Anda tengah 'bete' menunggu antrian, atau sebagai bacaan pembunuh bosan saat menunggu seseorang di tempat umum.

Berapa lama kira-kira Anda bisa menahan 'pup' alias buang air besar? Bicara tentang pup (mungkin ini sedikit menjinjikkan ya, hehehe, tapi ini benar-benar nyata dialami oleh penulis, lho?) ternyata penulis termasuk orang yang 'sangat luar biasa'. Ia diberi 'kelebihan' bisa menahan pup hingga lima hari (rekor yang sangat wow!). Penyebabnya bukan karena susah buang air besar. Melainkan gara-gara 'WC terpanjang di dunia'.

Jadi ceritanya begini, selama bertugas di Maluku sebagai petugas pengumpul data, penulis mau tak mau harus menuju lokasi-lokasi yang tak lazim dikunjungi para turis. Suatu ketika, ia melakukan pendataan di sebuah pulau bernama Keffing (ujung tenggara Pulau Seram, Maluku). Di sana, ia tinggal di rumah Pak Sarif, kepala Dusun Kawi, Desa Kellu. Karena rumahnya terlalu dekat dengan pantai dan tanahnya berpasir, mereka tak memiliki sumur sendiri. Ternyata di desa itu, hanya ada beberapa sumur yang dimiliki penduduk (yang lokasi rumahnya agak jauh dari pantai). Sumur tersebut dipakai ramai-ramai oleh penduduk desa untuk mandi dan minum. Dan, masalah pun timbul ketika ia tiba-tiba kebelet pup. Ternyata oh ternyata, di sana tak ada WC khusus. Adat orang-orang di sana kalau mau buang hajat ya di pinggir pantai. Makanya kemudian ada ungkapan lelucon begini; "Di Maluku kita punya WC terpanjang di dunia."

Karena penulis tak terbiasa dan tak bisa pup di pinggir pantai, maka ia berusaha menahan diri untuk tidak pup sampai 5 hari. Hari pertama dan kedua menahan pup tidak terlalu berat dan ia masih bisa melakukan kegiatan secara normal. Hari ketiga dan keempat perutnya mulai agak bermasalah. Dan hari kelima, nyaris saja ia menyerah, namun ia masih bisa menahan pup dan berhasil pulang naik perahu ke daerah Geser. Setelah berhasil mencari penginapan, ia pun menuntaskan hajatnya di sana. Ia pun baru menyadari bahwa WC termasuk satu penemuan terhebat umat manusia, hehehe (halaman 14-20).

Berjalan berdua sambil bergandengan tangan bagi sesama wanita, mungkin termasuk pemandangan biasa. Namun, akan dianggap aneh dan bermasalah bila yang bergandengan tangan di depan umum adalah sesama lelaki. Nah, di daerah Bula, ternyata bergandengan tangan dengan teman laki-laki itu adalah hal yang sangat jamak. Bahkan termasuk budaya di sana. Dan, penulis tak kuasa menahan tawa saat melihat Topik (salah satu teman kerjanya) dalam waktu beberapa hari sudah bisa mengobrol dengan santai sambil berjalan bergandengan dengan Dino, salah satu warga Bula (halaman 31-36).

Pada halaman berikutnya pembaca akan dibuat termehek-mehek dengan cerita yang dipaparkan penulis. Suatu ketika, penulis bertemu Pak Warmadi, seorang transmigran sejati. Bertahun-tahun hidupnya dihabiskan di tanah orang, karena ikut program transmigrasi. Ia adalah pekerja ulet, semangatnya tinggi. Kehidupan Pak Warmadi benar-benar sarat perjuangan. Istrinya meninggal di tanah transmigrasi karena dipatuk ular saat berada di ladang. Ia lalu hanya tinggal bersama anak bungsunya yang masih SD. Ia tinggal di Maluku selama bertahun-tahun dan tak pernah berkirim surat pada kerabatnya di Jawa akibat alamatnya di Maluku sangat sulit dicari.

Penulis, yang juga berasal dari Jawa, berinisiatif untuk mempertemukan Pak Warmadi dengan kerabatnya. Jarak antara kampung Pak Warmadi dengan kampung penulis di Jawa untungnya tak terlalu jauh, hanya sekitar satu jam naik motor. Ia lantas menelepon bapaknya di Jawa, untuk mencari tahu keberadaan kerabatnya Pak Warmadi. Nah, pas lebaran dan pulang kampung, penulis dan bapaknya pergi mengunjungi kerabat Pak Warmadi yang masih hidup. Ia meminta nomor telepon yang bisa dihubungi. Dan ketika ia kembali ke tempat tugasnya di Maluku, ia mencari Pak Warmadi lantas memberikan nomor telepon kerabatnya. Setelah bertahun-tahun tak ada kabarnya, Pak Warmadi akhirnya bisa kangen-kangenan lewat telepon, bahkan beberapa waktu kemudian ia memutuskan pulang ke Jawa untuk bersilaturahmi dengan kerabatnya (halaman 64-67).

Masih banyak catatan-catatan perjalanan penulis di buku ini. Seperti, pengalaman saat mendadak didaulat jadi guru statistik di sebuah sekolah, saat dipaksa berlatih menyetir mobil hingga nyaris kecelakaan, cerita bernuansa horor mendebarkan sewaktu naik kapal fiber kecil tiba-tiba ia tersesat di laut lepas, akibat kabut tebal tiba-tiba turun dan menghalangi pandangan, dan lain-lain.
***
Diresensi Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, bermukim di Kebumen.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Putu Gede Pradipta

Puisi-puisi Putu Gede Pradipta

Jumat, 29 Maret 2013 | 00:25 WIB

Bersendiri
 
Di dalam hati. Barangkali
merampungkan doa puisi.
 
(2013)

Penyair Muda
 
Penyair yang terlalu muda
menulis puisi tentang cinta
perempuan lena dibuatnya.
 
Ia meraba-raba antara kata
dan makna yang bersilangan
dalam luapan birahi semata.
 
Penyair yang terlalu muda
wajar ia akan lupa tentang
siapa di balik sunyi dirinya.
 
(2013)

Nostalgia di Parkiran
Kampus Mahasaraswati
 
Angin mematahkan daun
cahaya. Pohon ketapang itu
menjatuh-hamburkan sepi
yang perlahan jadi ombak.
Merambat lalu mengusik
silsilah debar lama semayam
dalam gua jatung. Aku batu.
Aku yang bisu. Si pertapa
bernama rindu. Hulu beku.
Muara doa-doa membiru.
Sebagaimana aku akan berlalu
dan berakhir pada jalan waktu;
maha terang yang puisi.
 
(2013)

Warna Cinta Kita

Keluasan langit di sini begitu biru dan
belum juga cukup dalam mengisahkan
warna cinta kita yang tak sebatas kata.
 
(2012)

Mengenai yang Kucari

Apa yang kucari. Pergi dan
pergi. Menjelajahi malam sendiri.
Menampung dingin layaknya
penyair. Sampai buntu malam.
Sampai mata tak betah dalam
jaga. Dengan sanggup sebatas
ingin. Menahan puisi-puisi yang
dikandung berhembus seiring
angin. Berbatas semesta. Di
samudra kata-kata. Masih juga
kulihat. Yang kucari biru adanya.

(2013)

Kekasihku

Kekasihku menyanyi di kamar mandi.
Lagu-lagunya demikian merdu. Membenih
ribuan mawar hujan di kebun mataku.

(2013)

Biodata
Putu Gede Pradipta lahir 18 Desember. Bermukim di Denpasar. Mahasiswa program studi Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Dwijendra. Tergabung dalam kelompok menulis.


12.40 | 0 komentar | Read More

Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

Written By Unknown on Sabtu, 30 Maret 2013 | 12.40

Judul Buku: Penjelajah Gagal
Penulis : Arobi
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan : I, Februari 2013
Tebal: xiv + 182 halaman
ISBN: 978-602-9397-84-0
Peresensi: Sam Edy Yuswanto

Buku traveling ini berbeda, tidak seperti buku-buku traveling pada umumnya. Penulis (yang bekerja di sebuah instansi pemerintah di Pulau Seram, Maluku, tepatnya di ibu kota Kabupaten Bula) mengisahkan suka dukanya saat mengabdi di sana, sekaligus bertutur tentang pengalaman-pengalaman tak terlupakan ketika menjelajahi beberapa pulau yang tersebar di wilayah Maluku.

Kumpulan catatan perjalanan ini ditulis dengan bahasa ringan, gaul ala anak muda, konyol serta dibumbui banyolan-banyolan segar yang akan membuat pembaca tersenyum-senyum (bahkan tertawa ngakak) saat membaca halaman demi halaman. Meski ada juga beberapa kisah menyedihkan yang dijumpai penulis dan membuat hati kita menjadi terenyuh. Buku ini pas dijadikan sebagai bacaan ringan yang menghibur sambil duduk bersantai di rumah, ketika Anda tengah 'bete' menunggu antrian, atau sebagai bacaan pembunuh bosan saat menunggu seseorang di tempat umum.

Berapa lama kira-kira Anda bisa menahan 'pup' alias buang air besar? Bicara tentang pup (mungkin ini sedikit menjinjikkan ya, hehehe, tapi ini benar-benar nyata dialami oleh penulis, lho?) ternyata penulis termasuk orang yang 'sangat luar biasa'. Ia diberi 'kelebihan' bisa menahan pup hingga lima hari (rekor yang sangat wow!). Penyebabnya bukan karena susah buang air besar. Melainkan gara-gara 'WC terpanjang di dunia'.

Jadi ceritanya begini, selama bertugas di Maluku sebagai petugas pengumpul data, penulis mau tak mau harus menuju lokasi-lokasi yang tak lazim dikunjungi para turis. Suatu ketika, ia melakukan pendataan di sebuah pulau bernama Keffing (ujung tenggara Pulau Seram, Maluku). Di sana, ia tinggal di rumah Pak Sarif, kepala Dusun Kawi, Desa Kellu. Karena rumahnya terlalu dekat dengan pantai dan tanahnya berpasir, mereka tak memiliki sumur sendiri. Ternyata di desa itu, hanya ada beberapa sumur yang dimiliki penduduk (yang lokasi rumahnya agak jauh dari pantai). Sumur tersebut dipakai ramai-ramai oleh penduduk desa untuk mandi dan minum. Dan, masalah pun timbul ketika ia tiba-tiba kebelet pup. Ternyata oh ternyata, di sana tak ada WC khusus. Adat orang-orang di sana kalau mau buang hajat ya di pinggir pantai. Makanya kemudian ada ungkapan lelucon begini; "Di Maluku kita punya WC terpanjang di dunia."

Karena penulis tak terbiasa dan tak bisa pup di pinggir pantai, maka ia berusaha menahan diri untuk tidak pup sampai 5 hari. Hari pertama dan kedua menahan pup tidak terlalu berat dan ia masih bisa melakukan kegiatan secara normal. Hari ketiga dan keempat perutnya mulai agak bermasalah. Dan hari kelima, nyaris saja ia menyerah, namun ia masih bisa menahan pup dan berhasil pulang naik perahu ke daerah Geser. Setelah berhasil mencari penginapan, ia pun menuntaskan hajatnya di sana. Ia pun baru menyadari bahwa WC termasuk satu penemuan terhebat umat manusia, hehehe (halaman 14-20).

Berjalan berdua sambil bergandengan tangan bagi sesama wanita, mungkin termasuk pemandangan biasa. Namun, akan dianggap aneh dan bermasalah bila yang bergandengan tangan di depan umum adalah sesama lelaki. Nah, di daerah Bula, ternyata bergandengan tangan dengan teman laki-laki itu adalah hal yang sangat jamak. Bahkan termasuk budaya di sana. Dan, penulis tak kuasa menahan tawa saat melihat Topik (salah satu teman kerjanya) dalam waktu beberapa hari sudah bisa mengobrol dengan santai sambil berjalan bergandengan dengan Dino, salah satu warga Bula (halaman 31-36).

Pada halaman berikutnya pembaca akan dibuat termehek-mehek dengan cerita yang dipaparkan penulis. Suatu ketika, penulis bertemu Pak Warmadi, seorang transmigran sejati. Bertahun-tahun hidupnya dihabiskan di tanah orang, karena ikut program transmigrasi. Ia adalah pekerja ulet, semangatnya tinggi. Kehidupan Pak Warmadi benar-benar sarat perjuangan. Istrinya meninggal di tanah transmigrasi karena dipatuk ular saat berada di ladang. Ia lalu hanya tinggal bersama anak bungsunya yang masih SD. Ia tinggal di Maluku selama bertahun-tahun dan tak pernah berkirim surat pada kerabatnya di Jawa akibat alamatnya di Maluku sangat sulit dicari.

Penulis, yang juga berasal dari Jawa, berinisiatif untuk mempertemukan Pak Warmadi dengan kerabatnya. Jarak antara kampung Pak Warmadi dengan kampung penulis di Jawa untungnya tak terlalu jauh, hanya sekitar satu jam naik motor. Ia lantas menelepon bapaknya di Jawa, untuk mencari tahu keberadaan kerabatnya Pak Warmadi. Nah, pas lebaran dan pulang kampung, penulis dan bapaknya pergi mengunjungi kerabat Pak Warmadi yang masih hidup. Ia meminta nomor telepon yang bisa dihubungi. Dan ketika ia kembali ke tempat tugasnya di Maluku, ia mencari Pak Warmadi lantas memberikan nomor telepon kerabatnya. Setelah bertahun-tahun tak ada kabarnya, Pak Warmadi akhirnya bisa kangen-kangenan lewat telepon, bahkan beberapa waktu kemudian ia memutuskan pulang ke Jawa untuk bersilaturahmi dengan kerabatnya (halaman 64-67).

Masih banyak catatan-catatan perjalanan penulis di buku ini. Seperti, pengalaman saat mendadak didaulat jadi guru statistik di sebuah sekolah, saat dipaksa berlatih menyetir mobil hingga nyaris kecelakaan, cerita bernuansa horor mendebarkan sewaktu naik kapal fiber kecil tiba-tiba ia tersesat di laut lepas, akibat kabut tebal tiba-tiba turun dan menghalangi pandangan, dan lain-lain.
***
Diresensi Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, bermukim di Kebumen.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Putu Gede Pradipta

Puisi-puisi Putu Gede Pradipta

Jumat, 29 Maret 2013 | 00:25 WIB

Bersendiri
 
Di dalam hati. Barangkali
merampungkan doa puisi.
 
(2013)

Penyair Muda
 
Penyair yang terlalu muda
menulis puisi tentang cinta
perempuan lena dibuatnya.
 
Ia meraba-raba antara kata
dan makna yang bersilangan
dalam luapan birahi semata.
 
Penyair yang terlalu muda
wajar ia akan lupa tentang
siapa di balik sunyi dirinya.
 
(2013)

Nostalgia di Parkiran
Kampus Mahasaraswati
 
Angin mematahkan daun
cahaya. Pohon ketapang itu
menjatuh-hamburkan sepi
yang perlahan jadi ombak.
Merambat lalu mengusik
silsilah debar lama semayam
dalam gua jatung. Aku batu.
Aku yang bisu. Si pertapa
bernama rindu. Hulu beku.
Muara doa-doa membiru.
Sebagaimana aku akan berlalu
dan berakhir pada jalan waktu;
maha terang yang puisi.
 
(2013)

Warna Cinta Kita

Keluasan langit di sini begitu biru dan
belum juga cukup dalam mengisahkan
warna cinta kita yang tak sebatas kata.
 
(2012)

Mengenai yang Kucari

Apa yang kucari. Pergi dan
pergi. Menjelajahi malam sendiri.
Menampung dingin layaknya
penyair. Sampai buntu malam.
Sampai mata tak betah dalam
jaga. Dengan sanggup sebatas
ingin. Menahan puisi-puisi yang
dikandung berhembus seiring
angin. Berbatas semesta. Di
samudra kata-kata. Masih juga
kulihat. Yang kucari biru adanya.

(2013)

Kekasihku

Kekasihku menyanyi di kamar mandi.
Lagu-lagunya demikian merdu. Membenih
ribuan mawar hujan di kebun mataku.

(2013)

Biodata
Putu Gede Pradipta lahir 18 Desember. Bermukim di Denpasar. Mahasiswa program studi Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Dwijendra. Tergabung dalam kelompok menulis.


12.40 | 0 komentar | Read More

Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

Written By Unknown on Jumat, 29 Maret 2013 | 12.40

Judul Buku: Penjelajah Gagal
Penulis : Arobi
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan : I, Februari 2013
Tebal: xiv + 182 halaman
ISBN: 978-602-9397-84-0
Peresensi: Sam Edy Yuswanto

Buku traveling ini berbeda, tidak seperti buku-buku traveling pada umumnya. Penulis (yang bekerja di sebuah instansi pemerintah di Pulau Seram, Maluku, tepatnya di ibu kota Kabupaten Bula) mengisahkan suka dukanya saat mengabdi di sana, sekaligus bertutur tentang pengalaman-pengalaman tak terlupakan ketika menjelajahi beberapa pulau yang tersebar di wilayah Maluku.

Kumpulan catatan perjalanan ini ditulis dengan bahasa ringan, gaul ala anak muda, konyol serta dibumbui banyolan-banyolan segar yang akan membuat pembaca tersenyum-senyum (bahkan tertawa ngakak) saat membaca halaman demi halaman. Meski ada juga beberapa kisah menyedihkan yang dijumpai penulis dan membuat hati kita menjadi terenyuh. Buku ini pas dijadikan sebagai bacaan ringan yang menghibur sambil duduk bersantai di rumah, ketika Anda tengah 'bete' menunggu antrian, atau sebagai bacaan pembunuh bosan saat menunggu seseorang di tempat umum.

Berapa lama kira-kira Anda bisa menahan 'pup' alias buang air besar? Bicara tentang pup (mungkin ini sedikit menjinjikkan ya, hehehe, tapi ini benar-benar nyata dialami oleh penulis, lho?) ternyata penulis termasuk orang yang 'sangat luar biasa'. Ia diberi 'kelebihan' bisa menahan pup hingga lima hari (rekor yang sangat wow!). Penyebabnya bukan karena susah buang air besar. Melainkan gara-gara 'WC terpanjang di dunia'.

Jadi ceritanya begini, selama bertugas di Maluku sebagai petugas pengumpul data, penulis mau tak mau harus menuju lokasi-lokasi yang tak lazim dikunjungi para turis. Suatu ketika, ia melakukan pendataan di sebuah pulau bernama Keffing (ujung tenggara Pulau Seram, Maluku). Di sana, ia tinggal di rumah Pak Sarif, kepala Dusun Kawi, Desa Kellu. Karena rumahnya terlalu dekat dengan pantai dan tanahnya berpasir, mereka tak memiliki sumur sendiri. Ternyata di desa itu, hanya ada beberapa sumur yang dimiliki penduduk (yang lokasi rumahnya agak jauh dari pantai). Sumur tersebut dipakai ramai-ramai oleh penduduk desa untuk mandi dan minum. Dan, masalah pun timbul ketika ia tiba-tiba kebelet pup. Ternyata oh ternyata, di sana tak ada WC khusus. Adat orang-orang di sana kalau mau buang hajat ya di pinggir pantai. Makanya kemudian ada ungkapan lelucon begini; "Di Maluku kita punya WC terpanjang di dunia."

Karena penulis tak terbiasa dan tak bisa pup di pinggir pantai, maka ia berusaha menahan diri untuk tidak pup sampai 5 hari. Hari pertama dan kedua menahan pup tidak terlalu berat dan ia masih bisa melakukan kegiatan secara normal. Hari ketiga dan keempat perutnya mulai agak bermasalah. Dan hari kelima, nyaris saja ia menyerah, namun ia masih bisa menahan pup dan berhasil pulang naik perahu ke daerah Geser. Setelah berhasil mencari penginapan, ia pun menuntaskan hajatnya di sana. Ia pun baru menyadari bahwa WC termasuk satu penemuan terhebat umat manusia, hehehe (halaman 14-20).

Berjalan berdua sambil bergandengan tangan bagi sesama wanita, mungkin termasuk pemandangan biasa. Namun, akan dianggap aneh dan bermasalah bila yang bergandengan tangan di depan umum adalah sesama lelaki. Nah, di daerah Bula, ternyata bergandengan tangan dengan teman laki-laki itu adalah hal yang sangat jamak. Bahkan termasuk budaya di sana. Dan, penulis tak kuasa menahan tawa saat melihat Topik (salah satu teman kerjanya) dalam waktu beberapa hari sudah bisa mengobrol dengan santai sambil berjalan bergandengan dengan Dino, salah satu warga Bula (halaman 31-36).

Pada halaman berikutnya pembaca akan dibuat termehek-mehek dengan cerita yang dipaparkan penulis. Suatu ketika, penulis bertemu Pak Warmadi, seorang transmigran sejati. Bertahun-tahun hidupnya dihabiskan di tanah orang, karena ikut program transmigrasi. Ia adalah pekerja ulet, semangatnya tinggi. Kehidupan Pak Warmadi benar-benar sarat perjuangan. Istrinya meninggal di tanah transmigrasi karena dipatuk ular saat berada di ladang. Ia lalu hanya tinggal bersama anak bungsunya yang masih SD. Ia tinggal di Maluku selama bertahun-tahun dan tak pernah berkirim surat pada kerabatnya di Jawa akibat alamatnya di Maluku sangat sulit dicari.

Penulis, yang juga berasal dari Jawa, berinisiatif untuk mempertemukan Pak Warmadi dengan kerabatnya. Jarak antara kampung Pak Warmadi dengan kampung penulis di Jawa untungnya tak terlalu jauh, hanya sekitar satu jam naik motor. Ia lantas menelepon bapaknya di Jawa, untuk mencari tahu keberadaan kerabatnya Pak Warmadi. Nah, pas lebaran dan pulang kampung, penulis dan bapaknya pergi mengunjungi kerabat Pak Warmadi yang masih hidup. Ia meminta nomor telepon yang bisa dihubungi. Dan ketika ia kembali ke tempat tugasnya di Maluku, ia mencari Pak Warmadi lantas memberikan nomor telepon kerabatnya. Setelah bertahun-tahun tak ada kabarnya, Pak Warmadi akhirnya bisa kangen-kangenan lewat telepon, bahkan beberapa waktu kemudian ia memutuskan pulang ke Jawa untuk bersilaturahmi dengan kerabatnya (halaman 64-67).

Masih banyak catatan-catatan perjalanan penulis di buku ini. Seperti, pengalaman saat mendadak didaulat jadi guru statistik di sebuah sekolah, saat dipaksa berlatih menyetir mobil hingga nyaris kecelakaan, cerita bernuansa horor mendebarkan sewaktu naik kapal fiber kecil tiba-tiba ia tersesat di laut lepas, akibat kabut tebal tiba-tiba turun dan menghalangi pandangan, dan lain-lain.
***
Diresensi Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, bermukim di Kebumen.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Putu Gede Pradipta

Puisi-puisi Putu Gede Pradipta

Jumat, 29 Maret 2013 | 00:25 WIB

Bersendiri
 
Di dalam hati. Barangkali
merampungkan doa puisi.
 
(2013)

Penyair Muda
 
Penyair yang terlalu muda
menulis puisi tentang cinta
perempuan lena dibuatnya.
 
Ia meraba-raba antara kata
dan makna yang bersilangan
dalam luapan birahi semata.
 
Penyair yang terlalu muda
wajar ia akan lupa tentang
siapa di balik sunyi dirinya.
 
(2013)

Nostalgia di Parkiran
Kampus Mahasaraswati
 
Angin mematahkan daun
cahaya. Pohon ketapang itu
menjatuh-hamburkan sepi
yang perlahan jadi ombak.
Merambat lalu mengusik
silsilah debar lama semayam
dalam gua jatung. Aku batu.
Aku yang bisu. Si pertapa
bernama rindu. Hulu beku.
Muara doa-doa membiru.
Sebagaimana aku akan berlalu
dan berakhir pada jalan waktu;
maha terang yang puisi.
 
(2013)

Warna Cinta Kita

Keluasan langit di sini begitu biru dan
belum juga cukup dalam mengisahkan
warna cinta kita yang tak sebatas kata.
 
(2012)

Mengenai yang Kucari

Apa yang kucari. Pergi dan
pergi. Menjelajahi malam sendiri.
Menampung dingin layaknya
penyair. Sampai buntu malam.
Sampai mata tak betah dalam
jaga. Dengan sanggup sebatas
ingin. Menahan puisi-puisi yang
dikandung berhembus seiring
angin. Berbatas semesta. Di
samudra kata-kata. Masih juga
kulihat. Yang kucari biru adanya.

(2013)

Kekasihku

Kekasihku menyanyi di kamar mandi.
Lagu-lagunya demikian merdu. Membenih
ribuan mawar hujan di kebun mataku.

(2013)

Biodata
Putu Gede Pradipta lahir 18 Desember. Bermukim di Denpasar. Mahasiswa program studi Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Dwijendra. Tergabung dalam kelompok menulis.


12.40 | 0 komentar | Read More

Belajar Kasih dari Katak

Written By Unknown on Kamis, 28 Maret 2013 | 12.40

oleh  Efix Mulyadi

Bahkan katak juga mengenal kasih. Lihatlah seekor induk katak berwarna biru cemerlang yang tengah menyusui anaknya. Tampaknya tenang. Tentram. Damai. Tapi tunggu dulu. Apakah katak menyusui?

Memang begitulah dunia fiksi Budi Karmanto yang ia ungkap di dalam lukisannya yang berjudul "Kasih Ibu". Realitas di dalam kanvas tidak perlu sejalan dengan kenyataan di alam nyata. Yang penting inti pesannya lebih mudah tersampaikan: kasih ibu tak lekang oleh waktu.

Meskipun hanya keluarga katak yang muncul di kanvas, hal itu cukup untuk menyindir kehidupan manusia yang konon mahluk paling mulia, namun ternyata justru saling memangsa antar-sesama, rakus, dan penuh kekerasan. Kini saatnya manusia belajar dari katak.

Kisah sang katak ini menjadi salah satu tafsir yang menarik di dalam pameran seni rupa "Cinta Kasih" yang berlangsung 19-30 Maret 2013 di TIM Jakarta. Pameran ini diikuti oleh 34 pelukis dan lima perupa yang umumnya berlatar pendidikan seni formal di LPKJ/IKJ dan ISI Yogyakarta.

Kegiatan seni ini diadakan menyongsong peristiwa Paskah yang dirancang untuk melibatkan para seniman dari berbagai latar belakang kepercayaan. Pameran bersama ini diharapkan melebur batas-batas di kalangan seniman dan kemudian menjalarkan intisari semangat kasih sayang itu ke seluruh warga masyarakat.

Banyak dari karya mereka yang menerjemahkan tema pameran dengan memotret hubungan kasih antara ibu dan anak atau keluarga, di dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu tampak pada sejumlah besar karya seperti misalnya lukisan Remy Silado, RW Mulyadi, J.Tukijan, atau Jack S. Riadi.

Dengan menjajarkan sejumlah ikon cinta berupa simbol jantung hati, Jerry Tung juga mengabarkan tentang perkara serupa dalam lukisannya "Surat-surat Cintaku Dulu". Yani M.Sastranegara lewat patung-patungnya menggambarkan kompleksitas kasih tersebut.
Beberapa yang lain mengangkatnya ke tataran yang berbeda, sebagai manifestasi cinta dari sang pencipta, sejak pemujaan terhadap keindahan alam maupun mengutip tamsil-tamsil dari kitab suci.

Lukisan "Ikan dari Laut Dalam" ciptaan Tri Budi Hermawan dan "Tiga Anak Perempuan" karya Wendi Bari Anwar saya kira bagian dari cinta kasih yang sifatnya semesta. "Pohon di Tengah Kota" garapan Syahnagra Ismail memikat di dalam menerjemahkan kesemestaan tersebut. "Samadi" dari Dodo Karundeng menyodorkan renungan radikal tentang cinta kasih tersebut.
Menarik melihat Fauzan Musa'ad yang baru lulus dari IKJ merangkum topik kesemestaan ini di dalam "Satu yang Terpisahkan".

Ia membuat bulatan telur yang baru keluar dari pecahan cangkangnya, sambil melontarkan sejumlah planet ke segala penjuru. Pesannya menusuk: satu kehidupan yang baru tumbuh tak pernah lepas dari kaitan dengan seluruh semesta alam.

Beberapa perupa tampak memang berangkat dari tafsir-tafsir yang muncul dari kitab suci, sebutlah misalnya lukisan Emanuel Sulaksono bertajuk "Bunda Maria Naik ke Surga", karya Agung Swasono "Ndherek DewiMaria", atau patung Dolorosa Sinaga berjudul "Madona". Nukilan kisah-kisah populer itu antara lain tentang ikan dan roti, yang digarap Sri Warso Wahono.

Sedangkan Iwan Sulistyo mengutip kisah penyaliban dengan menampilkan hanya bagian pinggang sampai ke kaki, sementara Sri Hadhy menyorot seluruh tubuh yang tersalib namun menggarap latar dengan sapuan kuas yang melahirkan semacam cahaya. Tampaknya memang sulit menghindar dari penggunaan ikon-ikon agama untuk tema ini seperti diperlihatkan oleh Bambang BR maupun Harmasto.

Di sisi lain berbagai versi "pieta" berupa penggambaran adegan Maria dengan jenasah putranya Yesus bermunculan, memeriahkan pameran ini seperti lukisan Joseph Arismunandar dan karya Mas Padhik. Di dalam hal ini sangat menonjol garapan Mulyadi W yang mampu keluar dari penggambaran kisah tersebut secara stereotip. Ia membuat "pieta" terasa "Jawa", menyentuh, dan liris.

Kehadiran sejumlah karya-karya yang kuat dan menyentuh telah menyelamatkan pameran seni ini dari sekadar kegiatan reriungan yang penting untuk kehidupan bersama. Tujuan mulia untuk menyebarkan semangat cinta kasih memang selalu perlu didukung oleh mutu yang memadai.


*) Efix Mulyadi, wartawan, pecinta seni


12.40 | 0 komentar | Read More

Soekma Djaja, Potret Keluarga Betawi Menghadapi Modernisasi

JAKARTA, KOMPAS.com--Setelah sukses dengan tiga sandiwara Betawi "Cinta Dasima" (2009), "Doel" (2010) dan "Sangkala 9/10" (2011), Ikatan Abang None Jakarta (IANTA) kembali mempersembahkan Teater Abnon dalam pementasan sandiwara Betawi dengan lakon "Soekma Djaja". Pentas hasil kerjasama IANTA, Diatone Asia dan Djarum Apresiasi Budaya ini akan digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) pada 5 – 6 Juni 2013 bersamaan dengan perayaan ulang tahun DKI Jakarta yang ke-486.

"Kami merasa undangan dari GKJ untuk membuka Jakarta Anniversary Festival XI, adalah kesempatan yang tepat untuk Teater Abnon (Abang-None) kembali berkarya. Kami membuka kesempatan kepada wajah baru anggota Teater Abnon untuk berpartisipasi mengenalkan budaya Betawi. Kali ini dikemas dengan latar belakang kehidupan keluarga seniman Gambang Kromong yang memotret kehidupan generasi muda", jelas Maudy Koesnaedy selaku produser pementasan Soekma Djaja.

Renitasari Adrian, selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation menambahkan, "Djarum Apresiasi Budaya dengan senang hati mendukung pementasan Teater Abnon di bulan Juni nanti. Kami harap melalui Soekma Djaja, para generasi muda baik Abnon maupun masyarakat Jakarta lainnya tergerak untuk lebih memperhatikan dan merasa lebih dekat dengan kesenian daerahnya, karena kesenian dan tradisi juga merupakan bagian dari kekayaan bangsa kita".

Sementara menurut Endo Sasongko, perwakilan dari Diatone Asia, kesenian yang berbau tradisi dinilai sudah mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Oleh karena itu sebagai promotor, Diatone Asia turut berperan serta membantu Teater Abnon dalam pelaksanaan pertunjukan. "Kami yakin warna kebudayaan Betawi yang dikemas dengan sangat menarik mampu menyampaikan pesan moral dengan cara yang dapat dinikmati berbagai kalangan", ujarnya.

"Tahun ini kami mengundang Teater Abnon untuk membuka rangkaian acara tahunan kami, Jakarta Anniversary Festival XI, yang juga merayakan ulang tahun DKI Jakarta yang ke-486. Teater Abnon yang mengangkat cerita tentang Gambang Kromong, kami harap dapat menjadi sarana untuk berbicara pada masyarakat Jakarta tentang kondisi nyata yang sekarang terjadi di Betawi", ujar Bambang Subekti selaku perwakilan Gedung Kesenian Jakarta yang hadir dalam konferensi pers hari ini.

Sandiwara ini akan dimeriahkan dengan penampilan seni pertunjukan tradisional dan kontemporer, yang dikemas dalam bentuk cerita yang unik, menarik, serta modern. Sebanyak 30 Abang-None Jakarta, yang tergabung dalam IANTA dilibatkan dalam lakon "Soekma Djaja" ini. Selain itu, pementasan musikal Betawi kali ini juga akan mengkolaborasikan harmonisasi musik tradisional Betawi dan pop Indonesia, dengan dekorasi panggung dan penataan cahaya yang dikemas dengan apik.

Disamping kerja keras para pemain dan seluruh kru dalam memaksimalkan kualitas sebuah pementasan sandiwara Betawi, yang menjadi poin utama dari pertunjukan Soekma Djaja adalah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat Indonesia, khususnya di ibukota; yaitu untuk bersama-sama memberikan kontribusi positif kepada pemerintah daerah dalam memajukan kesenian Betawi, dan menyebarkan semangat kepedulian terhadap kesenian Betawi di tengah-tengah arus modernisasi.

(***)

Tentang Soekma Djaja

Sinopsis

Sandiwara Betawi, Soekma Djaja menuturkan potret kehidupan sebuah keluarga Betawi pinggiran yang masih mempertahankan tradisi musik Betawi, Gambang Kromong.

Dikisahkan keluarga seniman ini, hidupnya semakin sulit karena desakan ekonomi yang tidak dapat dipenuhi dari pemasukan sebagai penggiat Gambang Kromong. Apalagi tradisi musik ini semakin tergerus oleh arus zaman modern.

Berbagai cara pun dilakukan oleh keluarga Maman Djaja untuk bertahan hidup. Namun Jay, si sulung peraih beasiswa di kampus ternama, sama sekali tidak berminat terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan kesenian Betawi. Kesenian tradisional dianggapnya tidak bisa memenuhi kepentingan ekonomi keluarga. Sementara Yadi, si bungsu yang duduk di bangku SMA, malah bertekad untuk meneruskan usaha keluarganya tersebut.

Dunia kampus yang penuh warna dan kerasnya kehidupan jalanan, terpadu dalam kisah pencapaian cita-cita di ibukota tercinta,Jakarta. Sanggupkah keluarga Maman Djaja bertahan?

Harga Tiket

VIP: Rp 250.000,-

Kelas 1: Rp 200.000,-


12.40 | 0 komentar | Read More

Mengenal Ragam Kuliner Lewat Komik

Written By Unknown on Rabu, 27 Maret 2013 | 12.40

Oleh: Untung Wahyudi

Judul  : Cooking Princess (Edisi Masakan  Piknik)
Penulis : Haedalm Studio
Ilustrator : Kim Sook Hee 
Penerbit : Bentang Belia, Yogyakarta
Cetakan : I, Januari 2013
Tebal  : 172 halaman

Umumnya, komik berisi cerita petualangan atau pun cerita detektif seperti halnya Detektif Conan, Doraemon atau Naruto yang banyak digandrungi anak-anak dan remaja. Keberadaan komik tak bisa dipungkiri telah menjadi salah satu magnet bagi anak-anak untuk suka membaca. Karena di samping cerita-cerita seru yang ada di dalam komik, anak-anak cenderung menyukai ilustrasi-ilustrasi di dalamnya. Namun demikian, dalam hal ini para orangtua, harus selektif memilih komik untuk anak-anaknya. Karena, kadang ada komik yang tidak sesuai dengan usia anak-anak, baik yang bermuatan kekerasan ataupun komik yang mengandung unsur 'pornografi'.

Namun, Cooking Princess memberikan warna baru dalam dunia komik. Dalam komik ini pembaca akan mengetahui ragam kuliner khususnya masakan-masakan ala Jepang dan Korea lewat cerita-cerita yang disajikan dengan gambar-gambar menarik.

Komik edisi 'Makanan Piknik' yang disusun oleh Haedalm Studio dan Kim Sook Hee ini menceritakan tentang persahabatan antara Han Song-i, Pyeon Ji Ham, Baek Jang Mi, Mi Na Ri dan Ma Ga Rin. Petualangan seru di dalam komik ini dimulai ketika Ji Ham pada suatu hari mengajak teman-temannya untuk makan siang di ruang terbuka karena dia melihat cuaca waktu itu cukup bagus.

Awalnya Ji Ham hanya mengajak Song-i. Tapi, berkat usul Ma Ga Rin, teman-teman sekelas pun diajak. Song-i dan Jang Mi sebagai teman Ji Ham tentu sangat senang dengan rencana Ji Ham. Mereka akan seru-seruan dalam sebuah acara makan-makan.

Dalam acara itu Ji Ham menantang Song-i dan Jang Mi untuk membuat makanan yang enak. Tantangan Ji Ham tentu membuat Song-i dan Jang Mi harus berlomba membuat masakan yang enak demi menarik perhatian Ji Ham yang dikenal sebagai laki-laki sederhana dan lembut. Ji Ham selalu membanggakan pengetahuan memasaknya di sekolah karena ayahnya adalah seorang direktur stasiun televisi FoodTV.

Song-i dan Jang Mi segera membeli kebutuhan memasak. Mereka tidak mau mengecewakan Ji Ham yang sangat mengharapkan mereka membuat makanan yang lezat. Di tempat mereka membeli bahan-bahan untuk bahan masakan, mereka masih sempat adu mulut. Mereka saling menuding kalau mereka akan membuatkan makanan pada seorang koki yang memang jago masak. Tapi, baik Song-i maupun Jang Mi tetap yakin bahwa mereka akan membuat makanan sendiri (halaman 23).
Waktu yang ditunggu pun tiba. Sebelum acara makan-makan dimulai, Ji Ham mengumpulkan masakan hasil buatan Song-i dan Jang Mi di sebuah meja. Ji Ham mau menilai masakan siapa yang lebih enak. Tapi, Jiham sangat kecewa dengan mereka berdua. Ji Ham menemukan ada kecurangan yang telah dilakukan oleh mereka. Sebelum memasuki pintu gerbang sekolah, Ji Ham sempat melihat Song-i membuang bungkus makanan di tempat sampah. Ternyata Kimbab yang dibawa Song-i bukan buatannya sendiri, tapi dibeli di sebuah toko makanan (halaman 33).

Ji Ham pun memeriksa Sandwich yang dibawa Jang Mi. Ji Ham merasa kenal dengan masakan itu. Sandwich yang dibawa Jang Mi sama persis dengan menu yang ada di restoran milik orangtua Jang Mi. Rasanya persis dengan saus yang dibuat khusus oleh koki restoran Jang Mi (halaman 34).

Teman-teman sekelas kaget, termasuk Ma Ga Rin. Dia tidak menyangka kalau mereka akan berbuat curang. Padahal, Ji Ham sudah menyiapkan sesuatu sebagai hadiah. Jang Mi dan Song-i menyesal telah melakukan kesalahan fatal yang membuat Ji Ham kecewa. Tapi, mereka berjanji suatu saat akan membuat makanan buatan mereka sendiri. Mereka mau belajar memasak dengan baik.

Cerita dalam komik setebal 172 halaman ini tidak hanya menceritakan kisah seru dan persaingan memasak antara Song-i dan Jang Mi. Komik ini juga dilengkapi dengan aneka resep dan cara-cara membuat aneka makanan yang lezat. Misal, makanan yang dibuat Song-i untuk bekal ke sekolah sebagaimana janjinya pada Ji Ham, yaitu Yubuchobab (tahu isi nasi), Kimbab dan Kimbab Segitiga. Atau, bekal buatan Jang Mi yaitu Croissant Sandwich dan Baguette Tuna Sandwich. Pada bab 'Latihan Khusus' pembaca akan diajak melihat bagaimana cara membuat aneka makanan yang dipraktikkan oleh Song-i dan Jang Mi (halaman 54).

Komik tema kuliner yang diterjemahkan dari The Cooking Princess Volume 2 terbitan Gobooky Books ini memberikan nuansa baru buku komik. Pembaca bisa mengenal aneka macam masakan hanya dengan membaca komik unik ini. Selain menghibur, komik ini juga akan menambah wawasan pembaca dalam hal masak memasak, khususnya makanan-makanan luar negeri yang sudah tidak sulit untuk ditemui di restoran-restoran Indonesia.

Di halaman lain buku komik ini, pembaca juga akan mengenal resep aneka minuman yang cocok dengan masakan piknik. Sparkling Juice with Fruit Skewers dan Blueberry Yoghurt adalah minuman yang pas buat menemani makanan piknik. Lengkap dengan cara membuatnya, sehingga pembaca bisa langsung mempraktikkan sambil membaca buku ini (halaman 110).

Selain itu, buku ini dilengkapi bonus kartu resep makanan piknik yang bisa digunting dan disimpan untuk keperluan memasak, lengkap dengan bahan, resep mini dan beberapa catatan penting agar hasil masakan sesuai dengan resep. Membaca komik ini pembaca dijamin akan tertarik membuat aneka makanan sesuai resep yang ada. Cocok untuk panduan belajar memasak baik untuk anak-anak, remaja ataupun ibu-ibu yang hobi memasak. Ada catatan menarik yang bisa kita catat dalam pelajaran memasak dalam buku ini. "Memasak itu mendengarkan suara hati. Kalau kita hanya sekadar memasukkan bahan, tidak akan menjadi masakan hebat." [*]

*) Guru swasta dan lulusan IAIN Sunan Ampel Surabaya


12.40 | 0 komentar | Read More

"Sentuhan Tangan" di Bentara Budaya Bali

JAKARTA, KOMPAS.com--Empat seniman grafis mumpuni, Chairin Hayati, Haryadi Suadi, Ipong Purnama Sidhi, dan T Sutanto yang akan memamerkan hasil karya mereka terkini mereka dalam pameran bertajuk 'Pada Sentuhan Tangan' di Bentara Budaya Bali (BBB) hingga 9 April 2013 mendatang. Pameran yang dibuka pada Sabtu (30/3) pukul 18.30 Wita tersebut diresmikan oleh budayawan dan pendiri Museum ARMA, Agung Rai.

Keempat pegrafis yang karya-karyanya ditampilkan berupa dua dimensi dengan beragam teknik, etsa, cukil kayu dan kerborundum ini  sebelumnya berpameran pula di Bentara Budaya Jakarta (4 – 13 September 2013).

Masing-masing perupa ini telah puluhan tahun berkarier dalam bidang seni rupa, dan menjelajahi ragam medium. "Mengamati kerja seni grafis dari perupa-perupa yang telah berpengalaman puluhan tahun, bagi saya seperti mengamati kerja orang-orang yang tidak hendak lekas berpuas diri," tutur kurator pameran ini, Heru Hikayat.

Setiap perupa telah punya sejumlah citra yang khas pada dirinya. Chairin dengan citraan yang terkesan domestik: tetumbuhan, binatang, dan orang-orang terdekat. Hariyadi dan T. Sutanto dengan rujukan pada wayang. Ipong dengan garis-garis tebal serupa sulur-suluran, membuat sosok apapun di karyanya terkesan sama hidup. Kekhasan ini selalu tertoreh pada plat yang mereka garap.

Grafis sejatinya memiliki dua entitas sekaligus memadukan dua kutub berbeda, yakni seni (murni) dan teknologi. "Pameran ini memang menyajikan karya seni dalam pemahaman seni murni (fine art) bukan seni grafis yang aplikatif seperti desain grafis, " lanjut Heru Hikayat yang juga lulusan Seni Lukis, ITB.

Dalam pengerjaan seni grafis sedikitnya memerlukan beberapa proses, seperti  menyukil papan, menoreh dan menggurat plat tembaga dengan ujung jarum, mengulas permukaan tembaga dengan aspal dan mencelupkan  merendam dalam asam, atau mengoles tekstur plastik dengan perekat khusus serta menabur bubuk silika karbonat, meninggalkan jejak-jejak, tanda-tanda sebagai perpaduan pengalaman diri yang berhubungan dengan craftsmanship.

"Dengan semangat kembali ke konvensi seni grafis murni, pameran ini boleh dipandang sebagai upaya menggelorakan dan mendorong minat para pegrafis kita sebagaimana yang dilakukan Bentara Budaya melalui kompetisi Trienal Seni Grafis-nya, " ujar Putu Aryastawa, staf budaya BBB.

Ipong Purnama Sidhi lahir di Yogyakarta, 1955. Menyelesaikan studi seni rupa di Jurusan Seni Lukis, Sekolah Tinggi Seni Rupa ASRI (sekarang Institut Seni Indonesia ISI) Yogyakarta. Kemudian belajar seni grafis di Konsthogskolan (Royal University) di Stockholm, Swedia, mengerjakan litografi, etsa, dry point, karborundum, cukil kayu, dan aquatint. Sejak 1975 sampai sekarang mengikuti pameran bersama ke beberapa kota dan negara antara lain di Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Bali, Semarang , Jambi, Perancis, dan Swedia. Penghargaan: 1972 – Kompetisi Seni Lukis Remaja Internasional pada Olimpiade Munchen, Jerman Barat.

Chairin Hayati, lahir di Tasikmalaya, 11 Maret 1948. Lulus dari ITB Jurusan Seni Grafis (1973). Pernah berpameran tunggal antara lain : "Jejak Langkah" Cemara 6 Galeri Café / (1997) dan "Tentang Wanita" Galeri Bandung (2001), serta pameran bersama di antaranya: The 17th Asian International Art Exhibition Drejeon Municipal Museum (2002) CP Open Bienalle Galeri Nasional Jakarta; The 18th Asian International Art Exhibition, Hongkong Heritage Museum(2003), Bienalle Jakarta 2006 "Milestone"( 2006), "Dunia Benda" Red Point Gallery di Bandung (2007). Pernah meraih pengghargaan Karya Mahasiswa Terbaik (1972).

Drs. Haryadi Suadi, lahir di Cirebon 20 Mei 1939. Lulus FSRD ITB, jurusan Seni Murni Studio Seni Grafis (1969). Pameran tunggalnya antara lain: Graphic Art Exhibition (wood Cut), Chase Manhattan, Jakarta (1972), Pameran Lukisan Kaca Galeri "Lontar" Jakarta (1996), serta pameran bersama:  Pameran "Pelukis Angkatan 1960-n" Taman Ismail Marzuki Jakarta (2005),  Pameran "Biennal Jakarta 2006" Taman Ismail Marzuki Jakarta  (2006),  Pameran "AIAE" Selasar Seni Soenaryo, Bandung (2007). Pernah meraih penghargaan Best woodcut ITB Annual Exhibition, Bandung (1967), Best woodcut "23rd Sozo Bijutu" Exhibition Tenoji Museum, Osaka, Japan (1970) dan Best painting (glass painting) Painting Exhibition of the Jakarta Painting Biennale TIM, Jakarta (1982).

T. Sutanto, lahir di Klaten, 2 Mei 1941. Sarjana Seni Rupa ITB (Jurusan Seni Grafis); PRATT Institute New York (Communication Design). Pengalaman Pameran di dalam dan luar negeri. Pernah menjadi pemenang Biennale Seni Lukis Indonesia IV (1980); 10 Besar dalam Indonesian Art Awards 1996.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Lauh Sutan Kusnandar

Written By Unknown on Selasa, 26 Maret 2013 | 12.40

Miyabi

Aku tunaq tubuhmu
Peluka rahim kekasihku

18-21 Februari 2013

Fragmen Tubuh

Wanita-wanita Lombok juga, membuka ketiaknya, payudaranya, pahanya. Ada getar rambut-rambut halus menggelitik mata. Di bawahnya, geliat urat-urat begitu menggemaskan, meliuk ke lekuk tubuh. Dengan sedikit zoom, percabangan pembuluh-pembuluh darah yang seperti akar serabut, jelas terbaca, indah warnanya. "Malam ini, tubuh perempuan telah keluar dari kamar," kata seorang kawan. "Ia datang padaku, digiring pucat wajah kota."

Februari 2013

Suasana

Orang-orang datang dan berangkat. Menjinjing gelisahnya sendiri-sendiri. Sesekali berpapasan. Sedikit basa-basi, atau sekadar berbalas senyum. "Aku dipepet deadline," katanya yang berlangkah buru-buru. "Terlebih aku, dari kemarin tak kunjung rampung," sahut yang lain. Demikianlah, mereka dituntut berbicara singkat, padat, dan kurang jelas. Ada yang diklaim sebagai raja. Yang lain menyembah-nyembah dengan bingungnya, seakan berucap, "Kau seperti menemukan tuhan baru, kawan."

22 Februari 2013

Tamu Lelaki Insomnia

Lelaki malam. Lelaki insomnia. Lagi-lagi menyendiri. Di atas mejanya yang tidak dicat dengan warna apapun dan sedikit ditempeli debu, ada kopi hitam sepekat malam dalam gelas, tinggal 2 cm tingginya dari dasar gelas. Juga beberapa batang kretek yang siap menjadi abu sebelum malam usai.

Lelaki malam. Lelaki insomnia. Merambah ruang-ruang malam. Meneguhkan diri. Memasuki puncak sunyi. Hingga akhirnya pada pukul 02:04, ada yang mengetuk pintu. Lelaki insomnia tak beranjak. Ketukan makin keras. Lelaki insomnia tetap diam. Pintu pun digedor-gedor.  Jam dinding yang tergantung dekat pintu, jatuh, kacanya remuk.lelaki insomnia bangkit. Dibukanya pintu lebar-lebar.
 "Selamat malam tuan, aku telah keluar dari suatu ruang, dan kini kumasuki juga ruangmu."

Februari 2013

Fragmen Monolog Jillan di Ruang NICU

"Ketika garis merah saga itu mencapai usiaku, kau menghadap pagi, mencemasi tubuhku," ucapmu terbata. "Doa-doa berulang kau putar, dan kau amini sendiri. Cemas agungmu mengganda di atas hamparan tanda-tanda lukaku. Sedang usiamu jadi gigil digedor degup jantungku yang makin melemah. Dalam gerimis airmatamu, garis merah saga itu benar-benar menjadi alif, tegak menghadap langit. Dan ketika sayap malaikat benar-benar membawaku ke arasy, kulihat kau menemukan keteguhan iftitah di atas bentangan sajadah."

Lauh Sutan Kusnandar lahir di Lombok Barat, NTB, 09 Januari 1988. Karya-karyanya telah dibukukan dalam sejumlah antologi bersama, antara lain: TigaBiruSegi (Desember 2010), Munajat Sesayat Doa (Januari 2011), Sketsa Angin di Atas Pasir (Maret 2011), Rumah Air (Juli 2011), Kepadamu, Pahlawanku (2011), Atas Nama Bulan yang Dicemburui Engkau (2011), Bingkai Kata Sajak September (Februari 2012), Dari Takhalli Sampai Temaram: antologi puisi 22 penyair NTB (2012), Sajak Pohon Bakau (2012), Indonesia Dalam Naungan Doa Kami (2012), Ayat-ayat Ramadhan (2012), Selayang Pesan Penghambaan (2012), Guci Berdarah (Agustus 2012), Suara 5 Negara: antologi puisi 5 negara –Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand- (Agustus 2012), poetry poetry 226 Indonesian poets: Flows into The Sink into The Gutter –antologi dua bahasa- (September 2012), Bulan Sembilan (September 2012), Galau Antariksa (Oktober 2012), Sepanjang Masa (Oktober 2012), Antologi 250 Puisi Cinta Indonesia (November 2012), Permata Kasih (2012), Ayat-ayat Rindu (2012), Selayang Mimpi (2012), Wonder Woman (2012), Igau Danau: antologi puisi Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci XII 2012 (2013), bersama M. Zainul Kirom menulis antologi puisi Jemari Tinta di Pulau Lombok (2012), Lukisan Ibu Pertiwi: antologi puisi tinta emas 3 (2013), Korean Idol (2013), Mekanika Kuantum (2013), Sweet Pain of Love (2013), Simfoni Serdadu Gigi (2013), Titian Rindu (2013), Untuk Indonesia (2013), Amarah (Januari 2013), Indonesia dalam Titik 13: antologi penyair lintas daerah Indonesia (2013), dan beberapa judul lagi yang segera terbit. Juga telah dipublikasikan di sejumlah media cetak dan online.


12.40 | 0 komentar | Read More

Serangga yang Menggiring Tarian Topeng Saujana

Oleh M. Hari Atmoko

Tingkah polah serangga yang beberapa jenis di antaranya dianggap selalu merusak tanaman pertanian, tak semata-mata demikian di sudut mata seniman desa di antara Gunung Merapi dengan Merbabu, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sujono (43) dan kawan-kawannya.

Mereka juga tak bermaksud secara khusus menjalani riset terlebih dahulu terhadap serangga untuk melahirkan karya baru yang kemudian diberi nama tarian "Topeng Saujana", sebagai pengayaan atas kesenian yang digeluti sebelumnya, terutama kriya topeng dan beberapa tarian tradisional setempat.

Kehidupan sehari-hari pedesaan dengan alam pertanian yang subur untuk aneka sayuran itu, antara lain tak lepas dari amatan mereka yang warga Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang itu, terhadap gerak-gerik dan karakter serangga.

"Sejak kecil kami melihat kehidupan serangga-serangga di sawah dan pekarangan," kata Jono panggilan akrab pemimpin kelompok seniman petani setempat itu.

Jono sebelumnya menjalani kehidupan bersama keluarganya sebagai petani dan pembuat topeng secara autodidak. Hasil kerajinan topengnya yang antara lain bentuk-bentuk serangga, menjadi langganan pasar di Bali hingga tragedi Bom Bali I pada 2002. "Setelah Bom Bali itu, setoran ke sana jadi sepi," katanya.

Pergulatan Jono dengan komunitasnya berkesenian rakyat sebagai bagian holistis dari kehidupan pertanian desanya, sampai di satu tonggak penting pada 2007 melalui pentas uji coba tarian baru grup tersebut, di Studio Mendut, Kabupaten Magelang, sekitar 3,5 kilometer timur Candi Borobudur.

Berbagai kesempatan pementasan sebelum itu, mereka biasa mengusung sejumlah tarian tradisional desanya, seperti kuda lumping dan topeng ireng.

Dalam pergelaran kesenian di Studio Mendut pada era 2007 itu, mereka belum memberi nama atas tarian baru dengan properti utama topeng kayu berbentuk aneka serangga.

Pementasan tarian serangga menuangkan ciri khas spesias tersebut. Dukungan seni lukis tubuh para penarinya dengan komposisi pewarnaan yang ekstrem dan motif serangga secara detail, barangkali membuat penonton menjadi terperangah.

Setelah pementasan perdana itu, katanya, beberapa penonton yang antara lain kalangan seniman, penikmat seni, dan pemerhati budaya memberikan masukan untuk nama tarian tersebut, antara lain "Tari Keron" dan "Tari Pewalangan" (dunia serangga, red.).

Saujana

Seorang pengajar yang juga peneliti Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Laretna T. Adhisakti menyampaikan pentingnya tarian itu diberi nama "Topeng Saujana".

"Kata 'saujana' sama sekali tidak kami mengerti. Asing ketika itu. Saya sendiri sempat 'mengira-ira' (menduga, red.), apa karena nama saya 'Sujono' lalu ini ada kata 'Saujana'. Kami tanyakan kepada beliau, yang ternyata artinya sejauh mata memandang," katanya.

Komunitas itu kemudian sepakat memberi nama karya baru mereka yang  mengusung tingkah polah berbagai serangga itu sebagai tarian "Topeng Saujana".

Bahkan, kelompok mereka yang dirintis dengan nama "Ngesti Budaya", kemudian berganti julukan menjadi "Sanggar Saujana". Hingga saat ini, komunitas tersebut beranggota sekitar 70 orang, khususnya kalangan pemuda dusun setempat.

Tarian "Topeng Saujana" dimainkan oleh 10 penari dengan mengenakan topeng yang masing-masing menggambarkan berbagai serangga yang oleh masyarakat lokal desa setempat disebut "wawung", "walang", "dheye", "orong-orong", "gasir", "tongkeret", "ogok-ogok", "capung", "coro", dan "laler".

Alat musik pengiring tarian itu, masing-masing satu truntung, kendang, dan bedug, serta 10 bende, sedangkan tarian tersebut pada umumnya mereka pentaskan berdurasi 15 menit, terdiri atas lima komposisi (I-V).

Jika penonton menyimak dan menikmati secara saksama rangkaian gerakan penari, tarian "Topeng Saujana" menyerupai gerak-gerik berbagai serangga, antara lain meloncat  mirip dengan loncatan "gasir", gerakan tangan mirip dengan "deye", langkah kaki dan adegan pertarungan mirip dengan "wawung", sedangkan  gerakan terbang mirip dengan "capung". "Dasar gerakannya memang mengikuti polah tingkah dan karakter serangga," katanya.

Tarian "Topeng Sujana" dengan "Sanggar Saujana", saat ini menjadi ikon komunitas tersebut, dengan pementasan di berbagai kota yang tak mampu mereka hitung lagi.

Hingga saat ini, mereka telah mengusung karya tarian itu, antara lain di Candi Borobudur dengan kawasannya dan Studio Mendut (Magelang), Museum Ronggowarsito (Semarang), Rumah Pintar (Yogyakarta), dan Tugu Proklamasi (Jakarta).

Mereka juga mengusung tarian "Topeng Saujana" saat pergelaran Solo International Performing Arts (SIPA), di Kota Solo pada 2010.

Selain itu, mereka mementaskannya pada agenda seni dan budaya tahunan secara mandiri, diselenggarakan oleh para seniman petani Magelang yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh), yakni Festival Lima Gunung. Kelompok mereka juga menjadi bagian dari Komunitas Lima Gunung.

Ketika tarian "Topeng Saujana" dipentaskan, komunitas seniman petani itu bukan hanya ingin menunjukkan keragaman serangga dengan karakternya masing-masing, kepada siapa saja yang menyaksikan. Apalagi sekadar menunjukkan diri bahwa orang desa juga mampu membuat karya tari baru.

Akan tetapi, melalui pementasan tersebut, mereka ingin mengajak penonton sampai kepada tataran pemantapan kesadaran batin bahwa perjalanan hidup tidak mulus-mulus saja.

Perjalanan hidup selalu ada hama, sebagaimana beberapa jenis serangga sering dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman sayuran dan mengakibatkan petani di kawasan antara Gunung Merapi dengan Merbabu itu gelisah.

"Biarpun petani selalu memberantas serangga yang mengganggu tanaman pertaniannya, serangga akan tetap ada. Itu kodrat. Dalam hidup juga begitu, selalu ada hambatan. Tinggal kita mau bagaimana bersikap," katanya.

Tarian "Topeng Saujana" karya komunitas petani "Sanggar Saujana" rupanya telah menjadi jalan mereka mengantarkan siapa saja, untuk sejauh mata hati memandang pernik kehidupan dengan lingkungannya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Legu Gam Targetkan Catat Dua Rekor MURI

Written By Unknown on Senin, 25 Maret 2013 | 12.40

BUDAYA

Legu Gam Targetkan Catat Dua Rekor MURI

Penulis: Antonius Ponco A. | Minggu, 24 Maret 2013 | 15:07 WIB

AMBON, KOMPAS.com - Gelaran budaya Legu Gam di Ternate, Maluku Utara tahun ini menargetkan untuk bisa mencatatkan dua rekor di Museum Rekor Indonesia (MURI).

Sekretaris Umum Panitia Pelaksana Legu Gam Tahun 2013 Rahmat Hayat, di Ternate, Minggu (24/3/2013), menyebutkan kedua acara yang ditargetkan masuk di MURI itu adalah pembuatan nasi jaha, makanan khas Maluku Utara, terpanjang sepanjang sepuluh kilometer. Sementara satu acara lainnya adalah tarian Soya-Soya, tarian tradisional Maluku Utara, di bawah laut.

Kedua acara itu rencananya digelar tanggal 12 April. Jika berhasil, berarti kian banyak acara di Legu Gam yang dicatatkan di MURI. Pada Legu Gam Tahun 2012, permainan bambu gila yang melibatkan ratusan orang pun dicatatkan di MURI. Sementara pada Legu Gam Tahun 2011, sebanyak 8.125 orang menarikan soya-soya, dan tercatat sebagai satu rekor di MURI.

Menurut Rahmat, pencatatan rekor MURI menjadi target setiap Legu Gam. Pasalnya ini menjadi daya tarik wisatawan untuk datang sekaligus melestarikan budaya Maluku Utara.

Sama seperti Legu Gam sebelumnya, Legu Gam kali ini yang akan diselenggarakan sejak tanggal 25 Maret hingga 13 April pun akan mempertunjukkan keanekaragaman budaya Maluku Utara.

Sejumlah ritual Kesultanan Ternate di antaranya, seperti fere kie, ritual adat mendaki Gunung Gamalama di tengah Pulau Ternate untuk meminta perlindungan dari bencana. Selain itu, kololi kie, ritual mengelilingi Ternate dengan perahu yang maksudnya pun agar masyarakat dijauhkan dari bencana.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puluhan Sastrawan Hadiri Maklumat Hari Sastra Indonesia

Puluhan Sastrawan Hadiri Maklumat Hari Sastra Indonesia

Penulis: Ingki Rinaldi | Minggu, 24 Maret 2013 | 19:50 WIB

BUKITTINGGI, KOMPAS.com - Puluhan sastrawan, Minggu (24/3/2013) menghadiri Maklumat Hari Sastra Indonesia di SMAN 2, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Beberapa di antaranya Taufiq Ismail selaku penggagas serta Rusli Marzuki Saria, Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, dan Prof. Dr. Puti Reno Raudhatuljannah Thaib.

Selain itu tampak pula D. Zawawi Imron, Yusrizal KW, serta penyair muda Esha Tegar Putra. Maklumat Sastra Indonesia dibacakan oleh Puti Reno Raudhatuljannah Thaib sebelum penetapan Hari Sastra Indonesia setiap tanggal 3 Juli pada tiap-tiap tahunnya.

Penetapan Haris Sastra Indonesia setiap tanggal 3 Juli itu dilakukan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti. Tanggal 3 Juli dipilih berdasarkan hari kelahiran sastrawan terkemuka Indonesia, Abdoel Moeis pada 3 Juli 1883 silam.    


12.40 | 0 komentar | Read More

Kisah-kisah Seru Petualangan Geng Lotria

Written By Unknown on Minggu, 24 Maret 2013 | 12.40

Judul Buku     : Kumpulan Cerita Detektif Geng LOTRIA: Penaklukan Sinar Laser
Penulis            : Aliny Alexandra L.Y
Penerbit          : PT. Penerbitan Sarana Bobo
Tahun              : I,  2013
Tebal               : 144 halaman.
ISBN               : 978-979-231-748-0

Cerita-cerita detektif memang selalu asyik dan seru untuk dibaca. Selain membuat penasaran disetiap halamannya, juga dapat membuat kita belajar agar lebih peka akan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita.

Buku ini merupakan kumpulan 11 cerita detektif Geng LOTRIA dalam menyelesaikan kasus-kasus yang mereka hadapi. Dengan cerita-cerita ringan, seru, bahkan menegangkan. Geng LOTRIA terdiri dari empat anak yang suka memecahkan misteri. Mereka cerdik, pandai mengamati dan menganalisis, serta berani. Mereka adalah Luna, Ota, Taras dan Kiria (LOTRIA).

Terbentuknya kelompok ini pun sangat tak biasa. Taras anak berkacamata yang mengumpulkan mereka dengan caranya yang unik dan seru. Kamu bisa mengetahui kisahnya lewat cerita "Penyobek Kertas Misterius" (hal.7-18).

Pada cerita "Penaklukan Sinar Laser" Geng LOTRIA harus memasuki sebuah rumah tua untuk membebaskan Binbon, anjing kesayangan Taras, yang di kurang di rumah tua itu. Walau tak ada penjaga di luar rumah, ternyata rumah itu di lengkapi laser yang selalu berbunyi bila terputus kalau dilewati. Merekapun memikirkan cara bagaimana bisa menembus laser itu tanpa ketahuan? Dan ending di cerita ini pun benar-benar tak terduga. (hal.19-31)

Dalam "Piano dalam Api" Geng LOTRIA harus menyelamatkan Melody, teman mereka yang jago melukis, diculik dan dimintai tebusan yang besar. Orang tuanya tak punya uang sebanyak yang penculik minta. Sebagai bukti, penculik mengirim lukisan yang dibuat Melody untuk memastikan bahwa anak itu benar-benar berada pada mereka. Beruntung, penculik tak menyadari kalau lukisan itu mengandung sebuah petunjuk. Geng LOTRIA akhirnya menyadari itu, mereka berusaha memecahkan kode yang disisipkan Melody untuk mengungkap dimana ia di kurung. (hal. 81-92).

Cerita-cerita dalam buku ini bukan hanya sekedar hiburan belaka buat anak-anak, tapi ada juga ilmu-ilmu yang di dapat dari membacanya. Juga, nilai yang terkandung di dalam cerita itulah yang bisa di petik untuk menanamkan sifat-sifat baik pada diri anak.

Anak-anak di ajarkan untuk saling bersimpati membantu satu sama lain, dan tolong menolong. Mereka juga bisa mengambil pelajaran agar terus selalu berusaha tanpa kenal lelah dan putus asa.

Dalam kumpulan cerita detektif Geng LOTRIA ini, kita bisa membaca kisah-kisah seru petualangan Geng LOTRIA dalam memecahkan setiap misteri. Memecahkan misteri dalam lukisan, kasus penculikan, pencurian, dan misteri-misteri lain. Seru, tegang, dan bikin deg-degan.  Penasaran? Ayo buruan beli bukunya.

Selamat membaca. 

***
 Diresensi oleh: Muhammad Saleh*
*Penulis lepas dan penikmat buku, tinggal di Barabai, Kalimantan Selatan.


12.40 | 0 komentar | Read More

Gaun Putri Diana Dilelang 850.000 Euro

LONDON, KOMPAS.com--Tokohnya telah tiada, namun paling tidak sepuluh gaun milik Putri Diana --termasuk yang dikenakan saat dia berdansa dengan aktor Holywood, John Travolta, dalam jamuan kenegaraan di Gedung Putih pada 1985-- terjual senilai 862.800 euro dalam lelang di London, Selasa.

Busana paling ikonik --gaun strapless beludru biru gelap, dikenakan dalam jamuan kenegaraan pada 1985 saat dijamu Presiden Amerika Serikat, (almarhum) Ronald Reagan-- untuk menghormati Pangeran dan Putri Wales - meraup 240.000 euro.

Hal ini diabadikan melalui foto-foto Diana dalam balutan adibusana itu tengah berdansa sangat fasih dengan Travolta untuk lagu You Should be Dancing dari film Saturday Night Fever. Dalam foto-foto itu, senyum Diana mengembang begitu sumringah dan menarik.

Gaun itu dibeli seorang pria Inggris yang mengatakan, "Ia ingin membelinya sebagai kejutan untuk menghibur istrinya," jelas pengusaha lelang, Kerry Taylor. Jika benar gaun itu bisa dikenakan sang istri pembeli, maka seharusnya perempuan itu setinggi 180 sentimeter dengan proporsi tubuh nyaris seimbang.

Pakaian-pakaian, yang dibuat beberapa desainer favorit Diana, termasuk Zandra Rhodes, Catherine Walker, Bruce Oldfield, dan Victor Edelstein, berbagi sejarah yang luar biasa.

Beberapa dikenakan Diana selama perjalanan resmi ke Austria, Australia, Brazil, India, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, kata rumah lelang.

Mereka kemudian diakuisisi pengusaha Florida, Maureen Rorech, pada penjualan 1997 untuk mengumpulkan uang guna amal kemanusiaan yang didukung Putri Diana, dua bulan sebelum dia tewas dalam kecelakaan mobil di jembatan Pond d'Alma, Paris.

Rorech menempatkan 14 dari gaun untuk dijual pada lelang di Kanada pada 2011 setelah menyatakan kebangkrutan, tetapi hanya empat dijual saat mencapai harga yang cukup tinggi, kata Taylor.

Semua item yang tersisa dijual pada Selasa dengan harga mulai dari 24.000 euro sampai 240.000 euro. Dua dibeli museum penting Inggris, ungkap Taylor.

"Ini sangat penting bagi generasi yang akan datang," tambahnya. "Karena Diana adalah putri rakyat, sehingga rakyat harus dapat melihat gaun ini. Ini adalah warisan kita, sejarah kita."


12.40 | 0 komentar | Read More

Bentara Gelar Karya Anyaman Tercanggih di Dunia

Written By Unknown on Sabtu, 23 Maret 2013 | 12.40

JAKARTA, KOMPAS.com--Yayasan Lontar dan Yayasan Bhakti Total Bagi Indonesia punya hajat besar minggu depan dengan menggelar peristiwa seni dan budaya berjudul "Seni Anyam; Adi Kriya Kalimantan" di Bentara Budaya Jakarta tanggal 27 Maret hingga 7 April 2013.

Seperti diketahui, Pulau Borneo termasuk Kalimantan memiliki tradisi seni anyaman yang terkaya, terindah, tercanggih, dan paling beragam di dunia, yang timbul baik dari sejarah budaya yang rumit di pulau itu, maupun dari kreativitas dan keahlian masyarakatnya. Hampir semua teknik anyam yang terdapat di seluruh dunia, diketahui ada di wilayah ini karena tradisi menganyam adalah ekspresi kreatif utama Kalimantan. Banyak daerah di pulau ini telah mengembangkan kesempurnaan yang khas, baik dalam mutu teknik maupun kepiawaian desain.

Nah, beragam karya adiluhung itu akan digelar untuk penikmat seni. Tak cuma itu, para seniman dan juga budayawan yang berkait dengan seni anyaman juga akan memberikan workshop sepanjang pameran berlangsung. Beberapa di antaranya adalah:
1. Valerie Mashman, datang dari Inggris  ke  daerah pedalaman Serawak pada tahun 1980 dan menetap disana sampai sekarang. Valerie akan menjelaskan tentang keunikan dan kegunaan kerajinan anyaman dari Penan.
2. Junita Arneld Maiullari, seorang collaborator ilmiah untuk Museum Kebudayaan Lugano di Swiss. Junita akan berbicara mengenai kisah topi upacara 'Ngaju', sesuatu yang sudah sangat langka sekarang.
3. William Wongso, pakar kuliner Indonesia, juga pemilik restoran ternama, konsultan makanan, kritikus dan pebawa acara serial televisi populer. William akan berbicara mengenai ke-khas-an kuliner Kalimantan, sekaligus demo memasak makanan unik ini.
4. Dr. Pindi Setiawan, Penjelajah gua-gua prehistoric Kalimantan, yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung di dunia gambar illiteratepeople, seperti gambar-prasejarah, gambar anak, gambar tradisional, gambar sukupedalaman.
5. Korrie Layun Rampan, sastrawan kawakan yang telah memenangkan lebih dari 16  gelar, yang akan berbicara tentang 'Warna-warni Sastra Kalimantan' yang beragam, berdasarkan budaya kepercayaan yang berbeda-beda.
6. Yori Antar, arsitek ternama yang akan membicarakan Arsitektur Kalimantan, rumah-rumah tradisional dan kegiatan preservasi dalam melestarikan rumah tradisional Kalimantan.
7. Adhi Nugraha, desainer dan pengajar ITB lulusan Finlandia. Bekerja dengan banyak pihak termasuk di Jerman dalam pengembangan proyek untuk industri kecil. Adhi akan memberikan ceramah menarik tentang 'Transforming Tradition'.

Selain pameran, dalam acara ini juga akan diluncurkan buku "Plaited Arts from the Borneo Rainforest" yang dieditori oleh Bernard Sellato. Buku ini merupakan hasil riset mendalam lebih dari 20 tahun, dan merupakan buku yang paling komprehensif tentang hal itu. Dengan lebih dari 1.250 ilustrasi, termasuk foto-foto berwarna, foto-foto lama, serta peta dlsb., buku ini wajib dimiliki setiap orang yang mempunyai perhatian terhadap sektor kreatif seni anyam.

Menurut Edi Muryadi dari Yayasan Bhakti Total yang fokus pada bidang kebudayaan, pihaknya memiliki program penyelamatan anyaman atau Craft Coservation Program. Menurut Edi, anyaman khas Kalimantan sudah hampir punah, "Kami menyadari dan ingin melestarikannya. Kenapa punah? Karena kerajinan mereka dipakai untuk keperluan sehari-hari. Seiring waktu, muncul barang-barang dari plastik yang membuat kerajinan mereka tersingkir, sementara generasi muda sudah malas. Akhirnya kami melestarikannya dengan jalan mencari pengrajin dan menyelenggarakan workshop. Sekarang mereka mulai memproduksi kembali barang anyaman itu. Produksinya kami beli dan pasarkan.

Tentang tersingkirnya kerajinan anyaman, Ika dari Bentara Budaya menambahkan, "Sekarang ini rotan sudah banyak yang terbakar, jauh dan susah didapat. Inilah yang menjadi penyebab menghilangnya karya anyaman kalimantan. Disamping penganyamnya yang telah berusia lanjut dan jarangnya generasi muda yang tertarik pada seni anyaman.

Sementara John Mc Glynn, pendiri Yayasan Lontar yang terlibat dalam penyiapan buku yang akan dirilis bersama pameran tersebut mengatakan,  buku tersebut merupakan contoh riil kepada pemerintah dan lembaga-lembaga swasta untuk mengerjakan hal yang sama dengan apa yang telah dikerjakan oleh Yayasan Lontar."Masih banyak karya budaya yang belum didokumentasikan. ke dalam buku."

John menambahkan, "Di dalam buku tersebut tidak ada satu foto karya fotografer profesional pun, melainkan hasil karya peneliti sejak awal abad 20. Sehingga foto-fotonya sudah berjamur dan terpaksa kami perbaiki dengan cermat."

John mengungkap, buku ini ditulis oleh 20 dan 3 pakar. "Esay yg ditulis hanya 60 persen dari isi buku, editornya yang melengkapi kekurangannya."

Menurut John, secara tidak resmi, buku ini sudah diluncurkan di Kuching dan Paris. Sayangnya, menurut Widiantoro yang menjadi kurator acara ini, tidak ada satu pun penulis senirupa yang terlibat di dalam buku tersebut. Padahal, imbuh Widiantoro, banyak karya senirupa pada karya anyam Kalimantan.


12.40 | 0 komentar | Read More

Indosat Sponsori Artis Korea Lee Min Ho

Indosat Sponsori Artis Korea Lee Min Ho

Penulis: Haryo Damardono | Jumat, 22 Maret 2013 | 19:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Melihat perkembangan arus budaya K-Pop dan jumlah fan base artis Korea terkenal Lee Min Ho yang besar di Indonesia, Indosat mendukung dan mensponsori acara Lee Min Ho Global Fans Meeting di Plenary Hall - Jakarta Convention Center pada hari Sabtu ( 23/3/2013) besok.

Indosat IM3 sebagai salah satu Sponsor Utama acara tersebut memberikan apresiasi kepada pelanggan khususnya penggemar Lee Min Ho sebagai artis Korea yang memiliki fan base terbesar di Indonesia dengan nama Minoz dengan memberikan lebih dari 150 tiket GRATIS termasuk juga foto bareng dan tandatangan langsung Lee Min Ho.

Tiket GRATIS tersebut didapat hanya dengan melakukan isi ulang pulsa nominal Rp 50.000 dan melakukan registrasi melalui www.murahituim3.com/leeminho .

"Dengan mendukung dan mensponsori acara ini, diharapkan pelanggan Indosat khususnya para fan base Lee Min Ho dapat berbagi pengalaman terhadap industri hiburan Korea di Indonesia dan juga memberikan user experience terbaik dalam menggunakan produk Indosat yaitu Indosat IM3," kata Andrini Novie Hastuti, Group Head Marketing Communication Indosat, Jumat (22/3/2013) dalam siaran persnya.

Lee Min Ho adalah aktor Korea Selatan yang terkenal karena peran utamanya dalam Boys Before Flowers sebagai Gu Jun-Pyo, pemimpin sekelompok mahasiswa yang dikenal sebagai F4, dan aksi drama City Hunter yang berdasarkan AC Nilsen menduduki peringkat pertama serial drama dengan rating 20 persen.

Melalui brand Indosat IM3 yang merupakan layanan prabayar yang ditujukan bagi anak muda dan memiliki komunitas selalu menghadirkan inovasi layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan segmen ini.

Acara Lee Min Ho Global Fans Meeting ini menjadi rangkaian dari apresiasi kepada pelanggan IM3, setelah sebelumnya Indosat meluncurkan Program terbaru IM3 SMS SUKASUKA pada tanggal 18 Maret 2013 lalu.

Indosat sendiri pun adalah operator penyelenggara telekomunikasi dan informasi terkemuka di Indonesia yang memberikan layanan jasa selular , fixed line, komunikasi data dan internet. Di akhir tahun 2012, perusahaan memiliki 58,5 juta pelanggan seluler.


12.40 | 0 komentar | Read More

Angklung Meriahkan Pasar Malam Den Haag

Written By Unknown on Jumat, 22 Maret 2013 | 12.40

DEN HAAG, KOMPAS.com--Kegiatan pelatihan angklung dan tari poco-poco memeriahkan acara Pasar Malam Indonesia (PMI) hari kedua yang diselenggarakan di Lapangan Malieveld, Den Haag, Belanda, Kamis (21/3).

Sekitar seratus pelajar, mahasiswa, serta warga setempat berbaur bersama warga Indonesia mengikuti pelajaran singkat memainkan angklung, alat musik khas tanah Parahyangan, dengan panduan ibu-ibu Dharma Wanita KBRI Den Haag.

Tidak kurang 120 alat angklung yang terbagi dalam beragam nada dipegang masing-masing peserta dan dibunyikan sesuai dengan komando dirijen di atas panggung.

Tidak kurang dari 10 lagu berhasil dimainkan, termasuk lagu Bengawan Solo yang membuat kagum peserta dari warga Belanda yang baru memainkan angklung, alat musik yang diakui PBB tahun 2010 sebagai alat musik asli Indonesia itu.

Utami Wicaksono, dari Dharma Wanita KBRI Den Haag yang mengelola kursus, mengaku cukup puas dengan latihan singkat setengah jam, namun bisa membawakan banyak lagu dengan iringan angklung yang harmonis sampai satu setengah jam.

"Cukup puas saya, ini ada 10 lagu lebih yang berhasil dibawakan, dan mereka cukup antusias," katanya.

Hans Hijkman (80), mantan tentara Belanda, sengaja datang untuk ikut memainkan musik angklung dan bermain poco-poco.

"Saya pernah di Bandung dan pernah main angklung. Saya rasa ini musik yang eksotik dan tidak ada di negara lain," katanya yang pernah dua tahun menjalani dinas militer di Indonesia.

Sekelompok pelajar SD Vuurvlinder Den Haag juga antusias mengikuti kursus singkat angklung yang dilanjutkan dengan kursus tarian poco-poco.

Namun saat bermain poco-poco yang cukup sulit akhirnya mereka menari-nari dengan gerakan yang bebas dan tidak mengikuti peserta dari kalangan mahasiswa dan orang tua yang tampak lebih kompak.

Dubes Indonesia untuk Belanda Retno Marsudi yang hadir pada acara itu mengaku bahwa dua pelatihan itu merupakan hal yang baru dalam Pasar Malam Indonesia, selain rencana diskusi yang menghadirkan sejumlah politikus dari Indonesia yang menggambarkan kekuatan demokrasi di Indonesia.

"Kita ingin memberikan nuansa lain bahwa di balik promosi wisata, produk Indonesia dan investasi, juga ada pelatihan dan seminar tentang perkembangan demokrasi di Indonesia," katanya.

Pasar Malam Indonesia 2013 merupakan penyelenggaraan yang ke empat kali dan menjadi ajang promosi terpadu dan komprehensif Indonesia di bidang perdagangan, pariwisata, investasi (TTI), promosi kekayaan seni budaya dan kuliner Indonesia kepada publik Belanda dan Eropa secara luas.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Belanda Frans Timmermans dalam sambutan pembukaan, Rabu (20/3) malam menyatakan kekagumannya atas penyelenggaraan Pasar Malam Indonesia.


12.40 | 0 komentar | Read More

Festival Seni Anyam di Bentara Budaya

JAKARTA, KOMPAS.com--Pulau Borneo termasuk Kalimantan memiliki tradisi seni anyaman yang terkaya, terindah, tercanggih, dan paling beragam di dunia, yang timbul baik dari sejarah budaya yang rumit di pulau itu, maupun dari kreativitas dan keahlian masyarakatnya. Hampir semua teknik anyam yang terdapat di seluruh dunia, diketahui ada di wilayah ini karena tradisi menganyam adalah ekspresi kreatif utama Kalimantan. Banyak daerah di pulau ini telah mengembangkan kesempurnaan yang khas, baik dalam mutu teknik maupun kepiawaian desain.

Sayangnya, sektor kreatif ini belum cukup mendapatkan perhatian. Banyak macam anyaman, hasil karya orang asli Kalimantan—tudung, tikar, bakul, dlsb—luar biasa cantiknya dan hasil dari penjualan barang tersebut dapat membantu melestarikan seni anyam yang eksistensinya terancam oleh tekanan perubahan zaman. Parahnya, dokumentasi mengenai seni anyam Kalimantan pun jarang ditemui.

Menyikapi situasi itu, beberapa pihak yang peduli terhadap perkembangan seni dan budaya bangsa, menyelenggarakan sebuah pagelaran seni dan budaya dengan Tema "Seni Anyam: Adi Kriya Kalimantan", tanggal 27 Maret 2013 – 7 April 2013 di Bentara Budaya, Jakarta. Pada ajang festival itu juga akan diluncurkan sebuah buku unik berjudul Plaited Arts from the Borneo Rainforest (Bernard Sellato, editor).  Buku ini merupakan hasil riset mendalam lebih dari 20 tahun, dan merupakan buku yang paling komprehensif tentang hal itu. Dengan lebih dari 1.250 ilustrasi, termasuk foto-foto berwarna, foto-foto lama, serta peta dlsb., buku ini wajib dimiliki setiap orang yang mempunyai perhatian terhadap sektor kreatif seni anyam.

Plaited Arts from the Borneo Rainforest menerangkan bagaimana cara orang Kalimantan menggunakan benda anyaman, baik dalam penggunaan sehari-hari maupun dalam kegiatan upacara, selain juga menampilan desain,motif, ikon yang terdapat dalam anyaman. Buku ini memuat sumbangan ilmiah oleh 20 kontributor yang berasal dari 10 bangsa berbeda yang kesemuanya termasuk pakar di dalam bidang seni Kalimantan.

Yayasan Lontar, sebuah organisasi independen dan nirlaba yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia, yang mempunyai tujuan untuk mempromosikan sastra dan budaya Indonesia melalui penerjemahan karya-karya sastra Indonesia, memprakarsai acara ini dengan dukungan penuh Yayasan Bhakti Total Bagi Indonesia Lestari, yayasan yang didirikan oleh Total E&P Indonesie yang berperan aktif dalam Konservasi Kerajinan Kalimantan yang berfokus pada penelitian, pengenalan kembali, pelestarian, pengembangan dan promosi kerajinan tangan masyarakat adat di pedalaman Provinsi Kalimantan Timur.

Dalam penyelenggaraan perhelatan seni dan budaya ini,  mereka didukung pula pihak Bentara Budaya yang terlibat dalam proses kuratorial dan pencarian materi pameran serta menyediakan tempat serta fasilitasnya untuk acara ini, dimana sebagaimana diketahui, Bentara Budaya telah menjadi lembaga seni budaya nasional dan secara reguler mengadakan berbagai macam kegiatan budaya yang menarik.

Selain peluncuran buku dan pameran seni anyam,  acara Kalimantan terbesar ini juga dilengkapi oleh sejumlah acara lain yang diisi oleh para pakar seni dan budaya Kalimantan di berbagai bidang.  Beberapa di antaranya adalah:
1. Valerie Mashman, datang dari Inggris  ke  daerah pedalaman Serawak pada tahun 1980 dan menetap disana sampai sekarang. Valerie akan menjelaskan tentang keunikan dan kegunaan kerajinan anyaman dari Penan.
2. Junita Arneld Maiullari, seorang collaborator ilmiah untuk Museum Kebudayaan Lugano di Swiss. Junita akan berbicara mengenai kisah topi upacara 'Ngaju', sesuatu yang sudah sangat langka sekarang.
3. William Wongso, pakar kuliner Indonesia, juga pemilik restoran ternama, konsultan makanan, kritikus dan pebawa acara serial televisi populer. William akan berbicara mengenai ke-khas-an kuliner Kalimantan, sekaligus demo memasak makanan unik ini.
4. Dr. Pindi Setiawan, Penjelajah gua-gua prehistoric Kalimantan, yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung di dunia gambar illiteratepeople, seperti gambar-prasejarah, gambar anak, gambar tradisional, gambar sukupedalaman. 
5. Korrie Layun Rampan, sastrawan kawakan yang telah memenangkan lebih dari 16  gelar, yang akan berbicara tentang 'Warna-warni Sastra Kalimantan' yang beragam, berdasarkan budaya kepercayaan yang berbeda-beda.
6. Yori Antar, arsitek ternama yang akan membicarakan Arsitektur Kalimantan, rumah-rumah tradisional dan kegiatan preservasi dalam melestarikan rumah tradisional Kalimantan.
7. Adhi Nugraha, desainer dan pengajar ITB lulusan Finlandia. Bekerja dengan banyak pihak termasuk di Jerman dalam pengembangan proyek untuk industri kecil. Adhi akan memberikan ceramah menarik tentang 'Transforming Tradition'.

Sebuah pameran foto  yang menampilkan Kalimantan tahun 1920-1925 oleh fotografer Jerman ternama Gregor Krause juga melengkapi acara pemeran ini.

Acara ini diharapkan dapat membangkitkan minat  masyarakat luas tentang Kalimantan,  dari usia muda sampai tua; anak-anak sekolah hingga mahasiswa; desainer, peneliti, dan bahkan wisatawan dan pecinta seni dan juga kuliner.

Gratis dan terbuka untuk umum setiap hari:
Tanggal 27 Maret 2013 – 7 April 2013, pukul 10.00-18.00 (kecuali jika ada pertunjukan malam hari)

Lokasi Pameran dan seluruh rangkaian acara:
Bentara Budaya Jakarta
Jl. PalmerahSelatan 17, Jakarta 10270
Tel : 021 5483008 ext 7910, 7911

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
The Lontar Foundation
Jl. Danau Laut Tawar No. 53
Pejompongan
Jakarta 10210, Indonesia
Tlp. +6221 5746880 atau 08126630696
Ridwan : assistant1@lontar.org

Untuk keterangan lebih lanjut:  www.anyaman.weebly.com


12.40 | 0 komentar | Read More

Para Pahlawan Pembawa Harapan

Written By Unknown on Rabu, 20 Maret 2013 | 12.40

Judul Buku: Hope
Penulis   : Endah Sulwesi dan Kurnia Efendi
Penerbit  : Bentang Pustaka, Yogyakarta.
Tahun     : I,  Februari 2013.
Tebal     : x + 178 halaman.
ISBN      : 978-602-7888-14-2

Pernahkan kita merasa kasihan ketika melihat orang sakit jiwa terlantar di jalanan? Pernahkan juga hati kita terenyuh ketika melihat anak-anak miskin menjadi pemulung dan kehilangan kesempatan untuk bersekolah? Atau pernahkah juga kita berempati pada para penderita ODHA? Dan pernahkah terbersit di hati kita untuk menolong orang-orang yang tak beruntung itu? Atau malah kita mencibir dan tak peduli?

Melalui buku berjudul Hope ini, penulis ingin berbagi inspirasi dengan mengulas kisah-kisah perjuangan tujuh orang pahlawan pilihan Kick Andy. Mereka adalah orang-orang hebat yang peduli dengan sesama dan rela mengorbankan apa yang mereka miliki demi memberikan harapan pada orang lain. Jalan yang mereka tempuh penuh rintangan, gelap, dan terjal. Tapi, misi yang mereka emban berhasil mengubah semangat mereka layaknya cahaya penunjuk jalan ketika gelap tiba, sehingga mereka tak pernah putus asa demi tujuan mulia yang mereka emban.

Dadang Hariadi misalnya, lelaki yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil di Perusahaan Listrik Negara (PLN) ini rela meninggalkan jabatannnya hanya untuk merawat orang-orang sakit jiwa yang menggelandang di jalanan. Ia merasa kasihan ketika pada  suatu hari ia melihat seorang penyandang sakit jiwa yang mengais-ngais makanan di tong sampah. Seperti mendapat bisikan dari Tuhan, Dadang tersentuh oleh pemandangan itu. Panggilan jiwanya muncul untuk menolong sesama.

Ketika misi kemanusiaan itu mulai dirintis, Dadang ditentang dan dihina oleh sanak saudaranya. Mereka menganggap itu sebagai tindakan bodoh, membuang waktu, dan sia-sia. Hanya istrinya yang mendukung misi mulia Dadang. Namun, Dadang tidak gentar. Ia sudah bulat dengan keputusannya menolong para penyandang gangguan jiwa. Terlebih saat mereka berhasil menyembuhkan sejumlah pasien. Keseriusan dan ketulusan telah memberikan manfaat yang tidak kecil, apalagi menyangkut jiwa seseorang. Semenjak berhenti dari pekerjaan formal, Dadang menghidupi keluarganya dari hasil kebun milik mereka, tetapi itu tak menyurutkan niat mulianya hingga kini. (hal.27-52).
Panggilan jiwa untuk membantu sesama juga dirasakan oleh Irina Among Pradja. Perempuan yang berprofesi sebagai dokter ini rela melipat jas dokternya demi menjadi ibu sekaligus guru bagi 150 anak yang sehari-harinya mengais rezeki di tempat sampah.

Hati lembutnya tersentuh ketika melihat puluhan keluarga hidup dengan kondisi yang sangat sederhana di barak-barak pengungsian. Rasa terenyuh di hati muncul karena melihat kenyataan bahwa di tempat tersebut ada banyak sekali anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena keterbatasan kemampuan ekonomi orangtua mereka.

Dengan cepat, Irina segera menghubungi beberapa temannya dan mengumpulkan dukungan. Bersama sahabat-sahabat baiknya, Irina kemudian mendirikan sekolah darurat yang bernama"Sekolah Kami" bagi anak-anak tersebut. Usahanya tidaklah mudah, beberapa kali sekolahnya digusur oleh pihak-pihak lain, tetapi itu tak menyurutkan langkah dan semangatnya. Pada akhirnya, Irina berhasil menemukan sebuah tempat yang cocok. Irina menyulap tempat pembuangan sampah menjadi sepotong "surga" bagi 150 anak pemulung yang kurang beruntung. (hal. 105-125).

Lain lagi dengan perjuangan lelaki bernama Deradjat Ginandjar Koesmayadi. Masa remajanya sangat suram, pecandu narkoba sampai tingkat paling parah. Sehingga menyebabkan ia tertular HIV (ODHA) karena bergantian jarum suntik sesama pengguna narkoba. Walaupun terpuruk, ia coba bangkit dan menata hidupnya kembali. Pada tahun 2003, Ginan, begitu ia dipanggil, mendirikan Rumah Cemara.

Rumah ini menjadi tempat berkumpul para mantan pecandu narkoba dan penyandang HIV/AIDS). Melalui Rumah Cemara ini Ginan dan kawan-kawan menyosialisasikan HIV/AIDS kepada masyarakat awan melalui sepak bola. Tim sepak bolanya penuh prestasi dan sampai bermain keluar negeri serta mendapat berbagai macam penghargaan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia.

Ada pula kisah Chanee Brule, seorang bule yang mendedikasikan hidupnya untuk melindungi Owa-owa, Irma Suryati, seorang wanita cacat yang menciptkan lapangan pekerjaan bagi ratusan orang, Sinda Ridwan yang mengidap Lupus menjalani hidupnya dengan menyingkap dan melestarikan naskah-naskah kuno. Dan Fauzanah seorang wanita pensiunan guru yang mendirikan Puskesmas Matematika untuk anak-anak yang kurang pandai dalam mata pelajaran berhitung ini.

Selain inspiratif, buku ini juga akan menyentuh hati terdalam kita. Bahwa, di luar sana masih banyak orang yang memerlukan uluran tangan kita. Memberikan harapan pada mereka bukanlah hal mustahil. Harapan itu pasti terwujud, selama kita mau membuka mata dan mengasah kepekaan nurani pada sesama.
Selamat membaca. 

***
 Diresensi oleh: Muhammad Saleh*
*GURU HONORER SD IT TARBIATUL AULAD Barabai.


12.40 | 0 komentar | Read More

Puisi-puisi Pemppy Ceissar. S

Puisi-puisi Pemppy Ceissar. S

Selasa, 19 Maret 2013 | 20:14 WIB

JANGAN BIARKAN HILANG
Pemikiran- pemikiran berperang
Lembah kayu meruncing dimata lawan
Entah siapa yang dapat meyakinkan hati
Maka ia dapat membeli sepatu baru di tengah kota
Bergabung dengan pemain senapan angin
Yang berlarian menerobos hukum-hukum rimba
Membawa beban aroma kertas merah yang langka
Lantas dedaunan menangis, mata-mata primata menjerit
Mereka berkata, baru mati tadi

RUANG 1
Ruang, ruang berulang
Kesamaran bagai bidadari yang berjanji
Sang pemikul datang berjudi dengan nasib
Dinginpun terbagi tak terasa angin
Dihadapan, badut-badut berdasi membawa buku 
Aku tak percaya mereka paham isinya
Dan telinga pintulah tempat mengadu
Meminta waktu memberi celah meski sedetik
Aku ingin keluar, mengamuk, dan teriak
Pikirku ruang itu terlalu rumit seperti kancil

CARIKAN HATI, WAKTU
Aroma rumput dan tanah menyatu
Terang berwarna sedikit pucat
Aku tahu siapa yangkan datang
Sekumpulan riuh dengan angin menggigil
Ia berikan redup begitu dingin
Aku coba diam, tapi hati bicara
Ternyata waktu sebelum hujan
Sayang tak dapat sering ia datang
Hanya jika awan bermusuhan dan saling menghantam 

Andai aku kenal hujan, ku pinta ia tetap gelap
Aku ingin berbincang dengan hati, sungguh

RUANG 5
Disana di seberang jalan itu,
Kegagalan menyaru tuhan, penakdir berita 
Disana dibalik pintu utama
Nilai-nilai tak bernilai menggantung di dinding
Sang abdi hanya diberi nama kabut
Ingin protes, tapi ia hanya kabut
Ingin tunjukkan lirih, tapi takut dipecut
Sedang sebentar lagi tahun menutup
Keasingan kan datang membalaskan dendamnya
Abdi, tuan dan bangunan habis dikutuknya

TAK
Aku tlah kabarimu beberapa hari yang lalu
Tentang takut yang berkepanjangan
Sempit yang tak temukan waktu
Tapi hatimu memaksa tak mau tau
Kini ku coba ulangi berikan kabar
Kau menghilang di keempat jenis waktu
Demi kabar yang ku bawa,
Sumpah ku kan temukan suaramu
Menebus kata akhir untuk benar-benar pergi
Maka tentang ku, kau tak pernah tau


12.40 | 0 komentar | Read More

Kesenian Ludruk di Bumi Majapahit Nyaris Hilang

Written By Unknown on Selasa, 19 Maret 2013 | 12.40

Oleh Musyawir

"Dulu, banyak kelompok ludruk di Bumi Majapahit (Mojokerto, Jawa Timur), jumlahnya belasan, tapi sekarang di wilayah Kota Mojokerto hanya tinggal tiga kelompok," ucap ketua kelompok ludruk Baru Budi, Isbandi Wibowo.

Ya, kesenian ludruk Mojokerto kini nyaris hilang, karena terpinggirkan dalam dunia hiburan modern di televisi, sehingga tinggal tiga kelompok yang tersisa, yakni Baru Budi di Empunala, Putra Madya di Bancang dan Sekar Budaya di Balong Cangkring.

"Hilangnya ludruk juga disebabkan karena perhatian pemerintah yang sangat kurang dalam upaya melestarikan kesenian asli Surabaya itu," tutur pria paruh baya yang akrab disapa Cak Bowo itu, 7 Maret.

Melengkapi penjelasan Cak Bowo, ketua kelompok ludruk Putra Madya, Ibnu Sulkan mengatakan nasib ludruk Mojokerto sangat memprihatinkan.

"Ada dua kendala yang harus dihadapi oleh seniman ludruk," ujar pensiunan Satpol PP itu sambil menunjukkan foto-foto pentasnya.

Kendala internal yaitu tuntutan ekonomi yang tidak bisa dipenuhi dari penghasilan ludruk, sehingga banyak seniman ludruk terpaksa berhenti dan memilih pekerjaan lain.

Sementara kendala eksternal yaitu bahasa ludruk yang tidak dimengerti anak muda, sehingga tidak ada generasi yang berminat meneruskan.

Apalagi, penampilan pemain ludruk yang dianggap kuno dan tidak menarik dan rendahnya SDM seniman yang tidak membuatnya mampu mengelola organisasi dengan baik.

"Kendala eksternal yang juga fatal adalah tidak adanya perhatian pemerintah. Selama pemerintahan dipegang oleh orang yang tidak memiliki 'basic' seni, maka akan sangat sulit mengembangkan kesenian di suatu daerah," ungkapnya.

Untuk jumlah pementasan, kedua seniman ludruk tersebut kompak mengatakan rata-rata mendapat satu kali panggilan pentas per bulan dengan patokan harga antara Rp9 juta hingga Rp15 juta, tergantung dari jaraknya.

"Honor itu dibagi dengan semua anggota menurut peran masing-masing. Dengan penghasilan sekecil itu, kami harus mencari usaha lain untuk memenuhi kebutuhan hidup," timpalnya.

Usaha lain itu antara lain kelompok ludruk mereka bekerja sama dengan rumah produksi di Surabaya untuk memasarkan ludruk mereka dalam bentuk CD. "Untuk dua keping CD berdurasi 60 menit, kami mendapat bayaran Rp15 juta," papar Cak Bowo.

Lain halnya dengan Sulkan. Ia mencari tambahan penghasilan dengan menjadi "Master of Ceremony" (MC) di pesta-pesta pernikahan adat Jawa dengan honor Rp1 juta per acara.

Cak Bowo maupun Sulkan mengaku tidak ingin berhenti menekuni profesi sebagai seniman ludruk, karena rasa cinta dan bangga terhadap budaya Jawa Timur itu.

Cak Durasim
Meskipun tak sebanyak dulu, agaknya masih ada beberapa orang di Mojokerto yang bertahan melestarikan ludruk sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Timur.

Rasa cinta dan bangga membuat para pelaku seni ludruk ini memilih untuk tetap setia menjalani profesinya.

"Sedih rasanya melihat tak ada generasi muda yang tertarik untuk meneruskan perjuangan kami dalam mempertahankan ludruk di Mojokerto dan saya yakin para seniman ludruk di kota lain pun merasakan hal yang sama," ujar seniman ludruk dari Bancang, Mojokerto, Ibnu Sulkan.

Hal senada juga diungkapkan oleh seniman ludruk lainnya, Isbandi Wibowo. Baginya sangat sulit menumbuhkan minat generasi muda untuk melestarikan kesenian ini, karena perkembangan budaya telah menggeser selera masyarakat dari budaya tradisional ke budaya modern yang didukung dengan segala kemudahan iptek.

"Awalnya, ludruk berasal dari kesenian lerok di Jombang yaitu 'tandak lanang macak wedok lerak-lerok' yang artinya penari laki-laki berdandan menor mirip perempuan. Lerok dibawakan oleh para pengamen yang berkeliling desa," kupas Cak Bowo.

Sekitar tahun 1920, nama lerok diganti menjadi besutan, berasal dari kata "besut" yang dalam Bahasa Jawa berarti "bebet sing duwe maksud" atau pakaian yang memiliki arti. Besutan merupakan lawak mini yang terdiri dari 3-4 orang.

Para pelaku seni besutan memakai baju merah dengan selendang putih yang dililitkan di bagian perut atau topi beludru merah dengan kemben putih sebagai simbol munculnya bendera merah putih. Hal ini dilakukan karena tidak berani terang-terangan melawan Belanda.

Pada masa penjajahan Jepang, seorang seniman asli Surabaya, Cak Durasim, memperkenalkan lawak yang mirip dengan besutan ke Surabaya, tepatnya di daerah Genteng Kali. Kesenian itu disebut dengan nama ludruk.

Cak Durasim terkenal dengan "parikan" atau pantunnya yang berani, yaitu "bekupon omahe doro, melok Nippon tambah sengsoro" yang berarti Bekupon adalah rumah burung dara, bangsaku ikut (dijajah) Jepang semakin sengsara.

Pantun inilah yang kemudian dilaporkan oleh seorang penduduk pribumi yang menjadi mata-mata Jepang, sehingga Cak Durasim ditangkap dan dipenjara oleh Jepang di Genteng Kali hingga menemui ajalnya.

Filosofi Kehidupan
Sepeninggal Cak Durasim, generasi penerus ludruk terus bermunculan, bukan hanya di Surabaya tetapi juga di Jombang dan salah satu yang terkenal adalah ludruk Baru Budi Jombang. Ketika itu ludruk menjadi pelipur lara bagi penduduk pribumi yang sedang dijajah.

Pada tahun 1965, terjadi pergolakan partai-partai di Indonesia yang disebut dengan Gestapu. Hal ini menyebabkan ludruk kalang kabut dan banyak yang tidak bisa bertahan karena kondisi ekonomi negara yang tidak stabil.

Namun ada juga beberapa kelompok ludruk yang bernaung di bawah bendera partai, salah satunya Baru Budi yang kemudian berganti nama menjadi Marhen Muda, lalu berganti nama lagi menjadi Nusantara karena ada larangan memakai nama partai.

Awal tahun 1970, Cak Bowo memunculkan nama ludruk Baru Budi di Surabaya dan menjadi satu-satunya kelompok ludruk yang bergerak di industri periklanan.

Kala itu, Baru Budi menangani acara panggung dan produksi kaset-kaset lawak mini untuk radio dan kaset untuk iklan, terutama jamu dan obat.

Setelah meledak di Surabaya pada tahun 1977, awal tahun 1980, Cak Bowo membawa ludruk Baru Budi masuk ke Mojokerto dan mendapat penerimaan yang sangat baik dari masyarakat.

Langkah itu mendorong munculnya belasan kelompok ludruk lain di Mojokerto yang mengikuti kesuksesan Baru Budi.

Ludruk Mojokerto mengalami kejayaan sampai tahun 1995, lalu perlahan-lahan surut, karena munculnya televisi-televisi swasta yang menawarkan hiburan modern.

Keadaan tersebut semakin parah pada tahun 1997 karena terjadinya krisis moneter di Indonesia.

"Sepinya permintaan manggung dan tuntutan ekonomi yang besar membuat seniman ludruk memilih untuk mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan," paparnya.

Akhirnya, satu per satu kelompok ludruk Mojokerto "gulung tikar" dari belasan kini hanya tinggal tiga kelompok saja yang tersisa.

"Padahal, ada banyak filosofi tentang kehidupan yang terselip dalam cerita-cerita ludruk, seperti sindiran korupsi, pendidikan, masalah kenegaraan, sejarah, dongeng rakyat tentang kebaikan dan keburukan," tukasnya.

Bahkan, anak muda juga bisa mengetahui perbedaan kisah cinta zaman dulu dan sekarang. "Jadi, anak muda bisa belajar dari sana," ulasnya.

Oleh karena itu, ia berharap pemerintah setempat segera mengambil langkah untuk menyelamatkan ludruk agar tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman.

"Misalnya, pemerintah bisa memasukkan ludruk ke dalam ekstra kurikuler di sekolah atau mata pelajaran lokal di Mojokerto, Surabaya, dan Jombang. Juga, pemerintah perlu mengadakan pementasan ludruk secara rutin untuk umum, misalnya pada HUT daerah," pungkasnya.


12.40 | 0 komentar | Read More

Menari Bonet Sambil Menebar Pesan

NUSA TENGGARA TIMUR, KOMPAS.com—Sore itu Albertus Fai memimpin tokoh masyarakat Desa Laob, Kecamatan Polen, Kabupaten Timor Tengah Selatan, menari Bonet.

Sekitar 20 orang berkumpul di lapangan rumput di depan Kantor Desa Laob. Sambil berpegangan tangan, mereka membentuk lingkaran dan mengikuti Fai bersyair dalam bahasa Dawan, bahasa lokal masyarakat Nusa Tenggara Timur.

Setelah beberapa kali mengucap syair, mereka menggerakkan kaki ke depan, belakang, kiri, kanan; berputar dalam lingkaran sambil terus bernyanyi.

Rombongan Tari Bonet pun bertambah, beberapa warga dan tamu yang tertarik ikut bergabung tanpa mengubah irama tarian. Tanpa iringan musik, mereka berpegangan tangan, menari, menyanyi selama tiga putaran.

"Ini tarian persatuan, untuk mencapai sesuatu, kalau kita bergandengan tangan, akan tercapai tujuan itu," kata Fai.

Tari Bonet biasanya ditampilkan masyarakat Laob saat bersuka cita, seperti dalam pesta pernikahan atau ulang tahun. Namun, kali ini tarian itu juga digunakan untuk menyampaikan pesan.

Agar pesan kebersihan dan kesehatan lebih mudah sampai ke masyarakat, Fai memilih menggabungkan tradisi lama dengan hal baru melalui Tari Bonet —kata bonet dalam Bahasa Dawan artinya mengepung—.

"Kalau tarian ini biasanya menggunakan metafora. Untuk keperluan kampanye kesehatan, kami menggunakan bahasa yang mudah dimengerti," jelas Fai.

Syair gubahan Fai sore itu berisi lima hal yang harus dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan seperti tidak boleh membuang air besar sembarangan, serta harus mencuci tangan dengan sabun, mengelola air minum, mengelola limbah rumah tangga, dan mengumpulkan sampah.

"Kalu hit nekak an malin, hit pules uis neno," kata Fai, yang kurang lebih berarti "Bila hati kita bersuka cita, kita memuliakan Tuhan."


Mengubah pola

Menurut Fai, yang menjabat sebagai camat Polem selama 2006-2011, sebelumnya desa itu punya banyak masalah sanitasi dan kesehatan lingkungan. Akses air yang sulit membuat warga tidak menganggap penting masalah tersebut.

Benyamin Mauboi mengatakan, sumber air terdekat di desanya berjarak sekitar satu kilometer dari permukiman penduduk. "Dari Sungai Bijeli," tutur pria berusia 53 tahun itu.

Kondisi yang demikian membuat kesadaran warga untuk membuat jamban di rumah masing-masing rendah, orang-orang masih buang air besar sembarangan.

Menurut Simon Jami, relawan di Desa Laob, saat itu 40 persen warga Desa Laob belum memiliki kakus dan belum ada yang mengelola air minum, sampah, dan limbah rumah tangga. Mencuci tangan menggunakan sabun juga belum jadi kebiasaan.

Organisasi nirlaba Plan Indonesia kemudian datang dengan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Mereka mengajak warga menjaga kesehatan dengan berhenti buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, mengelola air minum, mengelola sampah rumah tangga, dan mengolah limbah cair.

Irsyad Hadi, Communication Specialist Plan Indonesia, mengatakan, upaya untuk mengubah perilaku masyarakat desa tidak hanya dilakukan dengan membangun fasilitas karena dalam hal ini perubahan pola pikir lebih penting.

Mereka pun perlahan berusaha mengubah pola pikir warga.

"Misalnya, sambil ngumpul ramai-ramai kami memasukkan sehelai rambut yang tercemar kotoran ke dalam air bening. Ketika masyarakat jijik, mereka jadi sadar sendiri untuk punya jamban," katanya.

Sementara itu, Simon berusaha mengubah pola pikir warga dengan memicu rasa takut akan sakit dan menularkan budaya malu bila tidak hidup bersih.

Camat Polen Nim Tauho juga berusaha memberikan pemahamam kepada warga tentang pentingnya menjaga kesehatan.

Kepada warga antara lain dia bilang bahwa bila seseorang sakit, akan banyak waktu yang terbuang, perekonomian keluarga pun jadi terganggu.

Aparat desa juga bekerja sama dengan gereja untuk memantau kemajuan kampanye kebersihan dan kesehatan.

"Kami monitoring dengan relawan cilik per tiga bulan," kata Octavia Koilher, Ketua Majlis Jemaat Gereja GMIT Ora et Labora di Laob.

Upaya itu membuahkan hasil. Sekarang 485 keluarga di Desa Laob sudah menjalankan lima pilar kesehatan, buang air di jamban, cuci tangan pakai sabun, mengelola air minum, mengolah sampah, dan mengelola limbah.

Angka penyakit berbasis lingkungan seperti diare pun, menurut Kepala Puskemas Polen, Karolus Niron, sudah turun.

Tahun 2010 Puskesmas menangani 500 kasus diare, tapi tahun berikutnya hanya menangani 254 kasus. Tahun lalu, kasus diare yang ditangani Puskesmas sekitar 257 kasus.


12.40 | 0 komentar | Read More

Nyonya Rumah Abu

Written By Unknown on Senin, 18 Maret 2013 | 12.40

Cerpen Vika Kurniawati

"Lagipula siapa yang akan memperkosa dan membunuh lelaki yang sudah renta ini?" Dan anak bungsu yang kena pulung ini hanya bisa menghela nafas mendengarnya.

Tak ada gunanya membangkitkan argumen dengan Papa, ikatan batin dengan rumah abu sudah terlalu mendarah dagingnya. Sebenarnya tak mengherankan Papa sangat berkeras memintaku menggantikannya.

Dari lima bersaudara, hanya tinggal aku yang ada di Indonesia. Sejak kerusuhan Mei yang dialami sepupu, membuat Cece Olivia dan suaminya mengungsikan keluarga kecil mereka ke Singapura. Papa bersikukuh tak turut serta karena rasa tanggungjawab kepada ribuan abu yang tersimpan rapi. Sebuah loyalitas yang aneh.

"Kamu ingat saat masih usia 30, Papa pernah mencari rumah baru dan mempekerjakan pegawai menggantikan Papa namun hasilnya nihil. Tak pernah ada rumah yang cocok, dan lima karyawan baru sering jatuh sakit, sejak itu Papa berhenti mencari." Cerita usang itu meluncur lagi di sela-sela gigi ompong Papa.

Mendengar cerita dan kenyataan di depanku, membuatku berpikir apakah itu memang tandanya aku harus menggantikan Papa. Sungguh pekerjaan yang akan dipertimbangkan ratusan kali oleh setiap orang.

"Kamu itu ditahan arwah-arwah itu supaya tetap keluarga kalian yang mengurus mereka!" pernyataan polos Yeyen yang sekarang mantan kekasihku, saat aku memberitahu kegagalan wawancara pekerjaan kesekian kali terngiang terus menerus. Berkat atau kutuk? Entahlah!

"Cece Wenny hidup lagi Papah!" teriakan ketakutan membuyarkan lamunanku. Lengan lelaki setengah abad di sampingku terlihat memerah dicengkeram seorang anak kecil yang gemetaran menunjuk peti kayu kuning emas di dalam tungku. Memang tidak tepat kalau anak seusianya sudah menjadi saksi perubahan tubuh kakaknya menjadi abu. Tapi apa daya, orang tuanya bersikeras. 

Melihat lelaki yang dipanggil Papa tak bereaksi, anak berkacamata tipis dengan mata segaris itu mulai menangis. Kakiku serta merta hendak beranjak menghampirinya, namun terlambat. Suara lembut ramah bagaikan Dewi Kwan Im mengalun di telingaku, sebuah pelukan terlihat hangat menyentuh anak kecil itu. Terasa sedikit kecemburuan mengalir dalam hatiku. Bukan, bukan cemburu birahi namun iri tepatnya. 

Wanita bergincu dan beroles bedak tipis itu memang luar biasa. Entah tangisan keberapa puluh kali sudah dia redakan dengan sejumput elusan dan kalimat menenangkan. Tentu saja tangis kekesalanku juga berhasil ditaklukannya, dengan bisikan merayu ataupun desahan memabukkan serta menyita waktuku di peraduan. Hangat dadanya selalu bisa melelapkan serta membuka pagiku dengan senyum.

Kesedihan pemilik rambut hitam bagai bintang iklan shampoo itu baru tersibak saat aku menengoknya saat tungkai jenjangnya tak terlihat berjinjit menyentuh foto penghuni guci merah tak mewah dua minggu ini. Dia begitu terkejut hingga mata segarisnya menjadi membulat seperti ikan koki, namun bagiku dia tetap cantik walaupun terbaring dengan infus menempel manis di lengannya. Memang dia tak lagi muda bahkan melebihi usia kepala tigaku, namun aku menemukan keremajaan di hati polosnya. Trauma masih saja melekat di ingatannya, sejak saat itu hanya mau berbicara dengan bahasa Mandarin saja, dan jarang keluar kecuali ke rumah abu. Dia juga akan tetap melajang sejak Fredrik menjadi abu, kalau saja kami tidak pernah bertemu.

Namanya Cecilia Bong, calon istri dari penghuni guci yang selalu disembayanginya seminggu sekali. Di depan mata minusnya, lelaki pasangan jiwanya dipukuli seperti anjing saat Glodok bergejolak tepat dua hari sebelum hari pernikahan mereka. Dengan rok tersingkap dan kaos sobek dia berhasil melarikan diri, dan disembunyikan oleh seorang Haji.

Dengan lincah aku membuka tungku dan mulai mengumpulkan abu Wenny Sugiarto. Bau daging terbakar tak menyengat lagi di hidungku. Bau yang nyaris membuatku muntah pada bulan pertama. Aku sampai berpuasa karena tak tahan tiap kali mengingatnya. Belasan sabun batangan sia-sia kugunakan, tubuhku tak beranjak harum oleh mereka.

"Riasan makeup Wenny tadi sempurna."

"Tentu saja, lagipula Wenny sangat pendiam dan tak rewel walaupun aku salah menggambar alis."

Lenganku merengkuh bahu dan mencium cepat keningnya, dia sudah banyak berubah. Sejak pertama kali tangan kami saling bertaut dan menghabiskan senja di rumah sakit dengan tawa dua tahun yang lalu, maka hari demi hari berlalu dengan kisah cinta yang menyesakkan dada. Bagaimana tidak, aku harus menemaninya melewati berbagai terapi untuk mengembalikan kepercayaannya kepada dunia yang dianggapnya selalu kejam, memegang tangan pucatnya saat memberanikan diri berbelanja di pasar tradisional yang penuh dengan logat Jawa dan Betawi. Tak jarang linangan berlian melewati dua matanya. "Aku hanya ingin segera menikah denganmu Kavin."

Dan sepertinya penghuni krematorium juga menyambut Cecilia dengan sukacita. Tak ada guci abu kosong yang jatuh sendiri ataupun hembusan angin panas saat Cecilia resmi menjadi nyonya rumah abu kami.


12.40 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger