Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

Written By Unknown on Minggu, 31 Maret 2013 | 12.40

Judul Buku: Penjelajah Gagal
Penulis : Arobi
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan : I, Februari 2013
Tebal: xiv + 182 halaman
ISBN: 978-602-9397-84-0
Peresensi: Sam Edy Yuswanto

Buku traveling ini berbeda, tidak seperti buku-buku traveling pada umumnya. Penulis (yang bekerja di sebuah instansi pemerintah di Pulau Seram, Maluku, tepatnya di ibu kota Kabupaten Bula) mengisahkan suka dukanya saat mengabdi di sana, sekaligus bertutur tentang pengalaman-pengalaman tak terlupakan ketika menjelajahi beberapa pulau yang tersebar di wilayah Maluku.

Kumpulan catatan perjalanan ini ditulis dengan bahasa ringan, gaul ala anak muda, konyol serta dibumbui banyolan-banyolan segar yang akan membuat pembaca tersenyum-senyum (bahkan tertawa ngakak) saat membaca halaman demi halaman. Meski ada juga beberapa kisah menyedihkan yang dijumpai penulis dan membuat hati kita menjadi terenyuh. Buku ini pas dijadikan sebagai bacaan ringan yang menghibur sambil duduk bersantai di rumah, ketika Anda tengah 'bete' menunggu antrian, atau sebagai bacaan pembunuh bosan saat menunggu seseorang di tempat umum.

Berapa lama kira-kira Anda bisa menahan 'pup' alias buang air besar? Bicara tentang pup (mungkin ini sedikit menjinjikkan ya, hehehe, tapi ini benar-benar nyata dialami oleh penulis, lho?) ternyata penulis termasuk orang yang 'sangat luar biasa'. Ia diberi 'kelebihan' bisa menahan pup hingga lima hari (rekor yang sangat wow!). Penyebabnya bukan karena susah buang air besar. Melainkan gara-gara 'WC terpanjang di dunia'.

Jadi ceritanya begini, selama bertugas di Maluku sebagai petugas pengumpul data, penulis mau tak mau harus menuju lokasi-lokasi yang tak lazim dikunjungi para turis. Suatu ketika, ia melakukan pendataan di sebuah pulau bernama Keffing (ujung tenggara Pulau Seram, Maluku). Di sana, ia tinggal di rumah Pak Sarif, kepala Dusun Kawi, Desa Kellu. Karena rumahnya terlalu dekat dengan pantai dan tanahnya berpasir, mereka tak memiliki sumur sendiri. Ternyata di desa itu, hanya ada beberapa sumur yang dimiliki penduduk (yang lokasi rumahnya agak jauh dari pantai). Sumur tersebut dipakai ramai-ramai oleh penduduk desa untuk mandi dan minum. Dan, masalah pun timbul ketika ia tiba-tiba kebelet pup. Ternyata oh ternyata, di sana tak ada WC khusus. Adat orang-orang di sana kalau mau buang hajat ya di pinggir pantai. Makanya kemudian ada ungkapan lelucon begini; "Di Maluku kita punya WC terpanjang di dunia."

Karena penulis tak terbiasa dan tak bisa pup di pinggir pantai, maka ia berusaha menahan diri untuk tidak pup sampai 5 hari. Hari pertama dan kedua menahan pup tidak terlalu berat dan ia masih bisa melakukan kegiatan secara normal. Hari ketiga dan keempat perutnya mulai agak bermasalah. Dan hari kelima, nyaris saja ia menyerah, namun ia masih bisa menahan pup dan berhasil pulang naik perahu ke daerah Geser. Setelah berhasil mencari penginapan, ia pun menuntaskan hajatnya di sana. Ia pun baru menyadari bahwa WC termasuk satu penemuan terhebat umat manusia, hehehe (halaman 14-20).

Berjalan berdua sambil bergandengan tangan bagi sesama wanita, mungkin termasuk pemandangan biasa. Namun, akan dianggap aneh dan bermasalah bila yang bergandengan tangan di depan umum adalah sesama lelaki. Nah, di daerah Bula, ternyata bergandengan tangan dengan teman laki-laki itu adalah hal yang sangat jamak. Bahkan termasuk budaya di sana. Dan, penulis tak kuasa menahan tawa saat melihat Topik (salah satu teman kerjanya) dalam waktu beberapa hari sudah bisa mengobrol dengan santai sambil berjalan bergandengan dengan Dino, salah satu warga Bula (halaman 31-36).

Pada halaman berikutnya pembaca akan dibuat termehek-mehek dengan cerita yang dipaparkan penulis. Suatu ketika, penulis bertemu Pak Warmadi, seorang transmigran sejati. Bertahun-tahun hidupnya dihabiskan di tanah orang, karena ikut program transmigrasi. Ia adalah pekerja ulet, semangatnya tinggi. Kehidupan Pak Warmadi benar-benar sarat perjuangan. Istrinya meninggal di tanah transmigrasi karena dipatuk ular saat berada di ladang. Ia lalu hanya tinggal bersama anak bungsunya yang masih SD. Ia tinggal di Maluku selama bertahun-tahun dan tak pernah berkirim surat pada kerabatnya di Jawa akibat alamatnya di Maluku sangat sulit dicari.

Penulis, yang juga berasal dari Jawa, berinisiatif untuk mempertemukan Pak Warmadi dengan kerabatnya. Jarak antara kampung Pak Warmadi dengan kampung penulis di Jawa untungnya tak terlalu jauh, hanya sekitar satu jam naik motor. Ia lantas menelepon bapaknya di Jawa, untuk mencari tahu keberadaan kerabatnya Pak Warmadi. Nah, pas lebaran dan pulang kampung, penulis dan bapaknya pergi mengunjungi kerabat Pak Warmadi yang masih hidup. Ia meminta nomor telepon yang bisa dihubungi. Dan ketika ia kembali ke tempat tugasnya di Maluku, ia mencari Pak Warmadi lantas memberikan nomor telepon kerabatnya. Setelah bertahun-tahun tak ada kabarnya, Pak Warmadi akhirnya bisa kangen-kangenan lewat telepon, bahkan beberapa waktu kemudian ia memutuskan pulang ke Jawa untuk bersilaturahmi dengan kerabatnya (halaman 64-67).

Masih banyak catatan-catatan perjalanan penulis di buku ini. Seperti, pengalaman saat mendadak didaulat jadi guru statistik di sebuah sekolah, saat dipaksa berlatih menyetir mobil hingga nyaris kecelakaan, cerita bernuansa horor mendebarkan sewaktu naik kapal fiber kecil tiba-tiba ia tersesat di laut lepas, akibat kabut tebal tiba-tiba turun dan menghalangi pandangan, dan lain-lain.
***
Diresensi Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, bermukim di Kebumen.


Anda sedang membaca artikel tentang

Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2013/03/catatan-perjalanan-tak-terlupakan_31.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Catatan Perjalanan Tak Terlupakan

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger