Belajar Kasih dari Katak

Written By Unknown on Kamis, 28 Maret 2013 | 12.40

oleh  Efix Mulyadi

Bahkan katak juga mengenal kasih. Lihatlah seekor induk katak berwarna biru cemerlang yang tengah menyusui anaknya. Tampaknya tenang. Tentram. Damai. Tapi tunggu dulu. Apakah katak menyusui?

Memang begitulah dunia fiksi Budi Karmanto yang ia ungkap di dalam lukisannya yang berjudul "Kasih Ibu". Realitas di dalam kanvas tidak perlu sejalan dengan kenyataan di alam nyata. Yang penting inti pesannya lebih mudah tersampaikan: kasih ibu tak lekang oleh waktu.

Meskipun hanya keluarga katak yang muncul di kanvas, hal itu cukup untuk menyindir kehidupan manusia yang konon mahluk paling mulia, namun ternyata justru saling memangsa antar-sesama, rakus, dan penuh kekerasan. Kini saatnya manusia belajar dari katak.

Kisah sang katak ini menjadi salah satu tafsir yang menarik di dalam pameran seni rupa "Cinta Kasih" yang berlangsung 19-30 Maret 2013 di TIM Jakarta. Pameran ini diikuti oleh 34 pelukis dan lima perupa yang umumnya berlatar pendidikan seni formal di LPKJ/IKJ dan ISI Yogyakarta.

Kegiatan seni ini diadakan menyongsong peristiwa Paskah yang dirancang untuk melibatkan para seniman dari berbagai latar belakang kepercayaan. Pameran bersama ini diharapkan melebur batas-batas di kalangan seniman dan kemudian menjalarkan intisari semangat kasih sayang itu ke seluruh warga masyarakat.

Banyak dari karya mereka yang menerjemahkan tema pameran dengan memotret hubungan kasih antara ibu dan anak atau keluarga, di dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu tampak pada sejumlah besar karya seperti misalnya lukisan Remy Silado, RW Mulyadi, J.Tukijan, atau Jack S. Riadi.

Dengan menjajarkan sejumlah ikon cinta berupa simbol jantung hati, Jerry Tung juga mengabarkan tentang perkara serupa dalam lukisannya "Surat-surat Cintaku Dulu". Yani M.Sastranegara lewat patung-patungnya menggambarkan kompleksitas kasih tersebut.
Beberapa yang lain mengangkatnya ke tataran yang berbeda, sebagai manifestasi cinta dari sang pencipta, sejak pemujaan terhadap keindahan alam maupun mengutip tamsil-tamsil dari kitab suci.

Lukisan "Ikan dari Laut Dalam" ciptaan Tri Budi Hermawan dan "Tiga Anak Perempuan" karya Wendi Bari Anwar saya kira bagian dari cinta kasih yang sifatnya semesta. "Pohon di Tengah Kota" garapan Syahnagra Ismail memikat di dalam menerjemahkan kesemestaan tersebut. "Samadi" dari Dodo Karundeng menyodorkan renungan radikal tentang cinta kasih tersebut.
Menarik melihat Fauzan Musa'ad yang baru lulus dari IKJ merangkum topik kesemestaan ini di dalam "Satu yang Terpisahkan".

Ia membuat bulatan telur yang baru keluar dari pecahan cangkangnya, sambil melontarkan sejumlah planet ke segala penjuru. Pesannya menusuk: satu kehidupan yang baru tumbuh tak pernah lepas dari kaitan dengan seluruh semesta alam.

Beberapa perupa tampak memang berangkat dari tafsir-tafsir yang muncul dari kitab suci, sebutlah misalnya lukisan Emanuel Sulaksono bertajuk "Bunda Maria Naik ke Surga", karya Agung Swasono "Ndherek DewiMaria", atau patung Dolorosa Sinaga berjudul "Madona". Nukilan kisah-kisah populer itu antara lain tentang ikan dan roti, yang digarap Sri Warso Wahono.

Sedangkan Iwan Sulistyo mengutip kisah penyaliban dengan menampilkan hanya bagian pinggang sampai ke kaki, sementara Sri Hadhy menyorot seluruh tubuh yang tersalib namun menggarap latar dengan sapuan kuas yang melahirkan semacam cahaya. Tampaknya memang sulit menghindar dari penggunaan ikon-ikon agama untuk tema ini seperti diperlihatkan oleh Bambang BR maupun Harmasto.

Di sisi lain berbagai versi "pieta" berupa penggambaran adegan Maria dengan jenasah putranya Yesus bermunculan, memeriahkan pameran ini seperti lukisan Joseph Arismunandar dan karya Mas Padhik. Di dalam hal ini sangat menonjol garapan Mulyadi W yang mampu keluar dari penggambaran kisah tersebut secara stereotip. Ia membuat "pieta" terasa "Jawa", menyentuh, dan liris.

Kehadiran sejumlah karya-karya yang kuat dan menyentuh telah menyelamatkan pameran seni ini dari sekadar kegiatan reriungan yang penting untuk kehidupan bersama. Tujuan mulia untuk menyebarkan semangat cinta kasih memang selalu perlu didukung oleh mutu yang memadai.


*) Efix Mulyadi, wartawan, pecinta seni


Anda sedang membaca artikel tentang

Belajar Kasih dari Katak

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2013/03/belajar-kasih-dari-katak.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Belajar Kasih dari Katak

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Belajar Kasih dari Katak

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger