Membasuh Luka, Menggugat Lupa

Written By Unknown on Sabtu, 02 Maret 2013 | 12.40

KOMPAS.com - Sepotong kalimat ini memang menentramkan hati. "Saya telah melewati tahap kehidupan di mana saya telah berdamai dengan masa lalu. Rekonsialiasi personal telah saya capai."

Adalah Nani Nurrachman Sutojo atau dengan nama lahir Indra Ratnawati yang menuliskan pengalaman hidupnya di dalam buku bertajuk "Kenangan Tak Terucap. Saya, Ayah, dan Tragedi 1965". Nani, perempuan kelahiran Yogyakarta pada 13 Mei 1950 itu adalah anak kedua Mayor Jenderal Anumerta Sutojo Siswomihardjo, salah seorang korban Tragedi 30 September 1965.

Di dalam buku yang oleh penulisnya sendiri dikatakan sebagai memoar itu, Nani menuturkan pengalaman dan pergulatan hidupnya bersama ayah tercinta. Bagi Nani, pengalaman hidup bersama sang ayah menorehkan banyak kesan yang tak lekang sepanjang hayat. Termasuk, tentunya, peristiwa tragis yang nyata-nyata merenggut perwira tinggi Korps Polisi Militer Angkatan Darat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) kala itu.

Belum lagi, masih di dalam buku itu, Nani pernah mengalami masa transisi psikologis tatkala ditinggal ibu kandungnya Sri Rochjati menghadap yang Mahakuasa pada 1951. Memang, empat tahun kemudian, Sutojo menikah lagi. Tapi, telanjur, Nani mengalami semacam kesepian di usia emas perkembangan seorang anak. "Bagi saya kehilangan anggota keluarga untuk selamanya, terutama adalah masalah emosi, bukan masalah status atau peran."(halaman 12)

Menarik kemudian kalau Nani mampu mengolah pergolakan batinnya, pertama dari kebiasannya membaca berbagai literatur. Kepiawaian ini pun makin berkembang lantaran Nani pun mendalami ilmu psikologi. Sedikit banyak, sebagaimana termaktub dalam dua bagian besar buku ini, ilmu itu pula yang membimbing Nani menemukan "rasa damai" dalam hidupnya terhadap rangkaian peristiwa yang dialaminya.

Pada buku yang akan diluncurkan Sabtu (2/3/2013) besok di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat ini, dua bagian penting adalah Bagian Pertama bertajuk Kenangan Tak Terucap dan Bagian Kedua bertajuk Rekonsiliasi, Memaafkan, dan Tidak Melupakan. Andai pembaca menelusuri secara runtut, satu persatu pengalaman Nani yang juga dosen senior di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta akan memberi dasar bagi perjuangan untuk memuliakan para korban Tragedi 1965. Dalam hal ini, para korban berasal dari dua pihak baik dari keluarga para tokoh yang diabadikan sebagai Pahlawan Revolusi bersama dengan keluarga-keluarga mereka yang disebut sebagai PKI.

Catatan penting dari ibu dua anak ini adalah meski pengalaman hidup mampu membasuh luka-luka lantaran lindasan sejarah, pengalaman hidup pula yang mampu menggugat lupa agar peristiwa semacam Tragedi 1965 tetap menjadi pelajaran perjalanan hidup paling berharga.

Meski pengalaman hidup mampu membasuh luka-luka lantaran lindasan sejarah, pengalaman hidup pula yang mampu menggugat lupa agar peristiwa semacam Tragedi 1965 tetap menjadi pelajaran perjalanan hidup paling berharga.


Anda sedang membaca artikel tentang

Membasuh Luka, Menggugat Lupa

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2013/03/membasuh-luka-menggugat-lupa.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Membasuh Luka, Menggugat Lupa

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Membasuh Luka, Menggugat Lupa

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger