Puisi-puisi M. Nurcholis

Written By Unknown on Kamis, 09 Mei 2013 | 12.40

Puisi-puisi M. Nurcholis

Dosa Pertama

aku masih ingat, ketika musim tidak ada dingin
kami berjalan dalam taman seluas semesta:
tanpa busana, tanpa kecemasan meski sebesar  udara.
betapa hidup adalah kenikmatan semata
kami memiliki kenyataan-kenyataan yang mimpi
kami ingin hidup dalam kenyataan.

sampai suatu ketika, seekor ular menyapa
desisnya begitu manis
melebihi sungai susu di ujung sana
"maukah kau hidup dalam kenyataan?", tanyanya.
kami terkesima, betapa kini kenyataan akan menjadi mimpi
dan mata ini begitu berbinar, tak hiraukan segala larangan.
sejurus kemudian, kami merasakan kenikmatan.

dan semuanya raib,
di atas rerumput taman,
tergeletak apel rumpang
yang menangis sesenggukan.

2012

Kehilangan
: interpretasi bebas dari lukisan "Burning Giraffe and Telephones" – Salvador Dali

Langit karamel abu-abu
Gurun pasir serupa daki
pada tengkuk para pasasir
Kau masih menunggu
sebuah suara
pada ujung gagang telepon tua.

Tubuhmu adalah kerinduan
yang  meminta sebuah penebusan
Tubuhmu hanya ingin bersintuhan
dengan mata sendu yang meruntuhkan
sebuah hati batu berkepanjangan.

Kau mendengar langkah kaki mulai berdebam
di kejauhan
Beberapa jerapah tunggang langgang
membawa api dan sakramen penyucian

Tapi kau masih saja keluar masuk gagang telepon
Mencoba bercinta dengan kekasihmu di sana
Sedang dirimu mulai menjelma
menjadi gelombang suara
"Aku tidak akan meninggalkanmu."
Bunyi suara di telepon yang menjerat tubuhmu
tapi kau adalah orang yang percaya
bahwa jarak, perlahan, akan membebaskan cinta.

2012

3 Sonet Tentang Iman, Cinta dan Pengorbanan

Sonet 1: Arius

Suatu petang di Nicaea akan tetap kita kenang
bahwa keinginan manusia telah merubah dunia.
Dan pemahaman iman bisa saja hilang
tergerus akal dan peradaban manusia.

Burung-burung berpulang, menembus senja
dengan riang. Di sisi bukit, segagang petunia biru
baru saja mekar. Sejenak melupakan peperangan kata
mendinginkannya seperti nyala putih salju.

Tapi keputusan telah ditetapkan.
Dan harapan telah digantungkan setinggi bubungan Yeremia.
Seorang Presbiter menyeka keringat yang melelahkan:
"Tuhan, di manakah Engkau? Aku membutuhkan mata."

Iman itu, Arius, barangkali intrusi.
Yang dirembeskan Tuhan ke dalam geletar nadi.

Sonet 2: Narcissus

Di taman itu, Ekho telah mengamatimu dalam-dalam.
Namun engkau memilih diam, sebab apa yang dibutuhkan
dari seorang wanita, jika mereka telah menyerahkan malam
kepada senyummu dan hangat pelukan?

Barangkali ketampanan adalah kutukan
yang menyebabkan seseorang menjadi lupa
bahwa ia adalah manusia ciptaan
yang kapan saja bisa menjadi tiada.

Seorang wanita tadi, adalah putri Nemesis
ia memohon agar cinta harus menjadi hukuman
bagi Pemuda di taman yang berwajah manis
namun menolak cintanya tanpa alasan.

"Bercerminlah, Narcissus, di dalamnya
akan kau temukan cinta sejati selamanya."

Sonet 3: Ikarus

Dunia ini adalah sebatas yang ada dalam pikiran
dan masa depan hanyalah sebuah tebakan takdir.
Angkasa itu, Daedalus, adalah sebuah jalan
bagimu keluar dari orang-orang pandir.

Di sebuah labirin yang dijaga Minotaurus,
seorang ksatria terkurung, menunggu harapan:
seorang pejuang Athena jenius
dan mempunyai tekad setinggi gemintang.

Kau mulai menyiapkan sayap. Katamu, langit
adalah petualangan bagi manusia berpengetahuan.
Anakmu mengangguk, di matanya terbayang perjalanan sengit
dan jalan untuk keluar dari dunia yang membosankan.

Sejengkal lagi, Ikarus, sayapmu menyentuh Matahari.
Barangkali kau memilih kebadian dengan jalan mati.

Kalibata, 2012


Anda sedang membaca artikel tentang

Puisi-puisi M. Nurcholis

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2013/05/puisi-puisi-m-nurcholis.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Puisi-puisi M. Nurcholis

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Puisi-puisi M. Nurcholis

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger