Ron dan Rose

Written By Unknown on Jumat, 03 Mei 2013 | 12.40

Cerpen Lely Dz Nouha

Rose mematut-matut di depan cermin. Sesekali dia memutar pinggangnya, menunjukkan pada sang cermin strecth mark yang memenuhi permukaan perut bagian bawahnya. Dia menepuk-nepuk pelan bagian itu. Mukanya sedikit cemberut.

"Sayang, apa kau merasa perut ini semakin jelek? Apa sebaiknya aku ke Skin Care untuk membenahi cacat ini?"

Lelaki yang dipanggilnya sayang meletakkan laptop yang dipangkunya di atas kasur. Dia berdiri de balaknya sambil mengelus-elus perut Rose.

"Strechtmark ini membuatmu tampak lebih wanita, sayang. Tapi kalau itu membuatmu merasa nyaman, aku akan menemanimu ke sana," tangan si lelaki melingkar ke perut Rose.

Rose mengembangkan senyum kelegaan. Tangan kanannya meraih tengkuk sang lelaki.
"Oh, Ron, aku tahu kau begitu mencintaiku seperti aku mencintaimu, "
Kemudian mereka berciuman disaksikan cermin yang memantulkan bayangan keduanya.
* * *
Alunan musik jazz mengiringi suasana pesta di sebuah ruang pesta. Ron duduk di sebuah bar dengan segelas vodka yang sudah di sodorkan bartender sepuluh menit yang lalu. Pesta para pebisnis yang selalu diciptakan untuk mengikat dan memberi ruang eksklusif kepada para eksekutif untuk mengelegankan segala transaksi dan kemitraan yang dibangun.

Seorang wanita berbadan ramping bergaun merah marun datang dan duduk di samping Ron.
"Satu buatku seperti yang dipesannya, ya," wanita itu berkata pada sang bartender. Segera, satu gelas vodka di depannya. Ron menoleh ke arah sang wanita.
"Hai Ron. Sendirian?" sapa sang wanita.
Ron melemparkan senyum. Senyum itu ditangkap sang wanita sebagai sinyal bahwa umpan telah termakan.
"Aku ingin tahu dari mulutmu tentang apa yang kau inginkan meski aku sebenarnya sudah membaca umpan apa yang sedang kau lempar," Ujar Ron santai.
Sang wanita tersentak. Tawanya tak mampu menyembunyikan keterkejutan jawaban Ron.
"Aku sekarang yakin tentang kebenaran gosip yang beredar tentangmu, Ron. Kau memang misterius. Tapi, semakin misterius seorang lelaki, semakin besar daya tarik yang dia hembuskan,"
"Aku tak perduli dengan gosip itu. Tapi aku lebih perduli pada keingintahunanku tentangmu. Jadi, kau termasuk diantara wanita yang menangkap hembusan itu, hah?"
"Hahaha, tidak semudah itu, Ron. Aku takkan semudah itu terjerat."
Ron menggeser duduknya, mendekatkan mukanya ke rambut sang wanita.
"Coba saja," bisik ron diikuti hirupan dalam Ron menembus rimbunan rambut ang wanita yang tergerai.
Sang wanita menenggak vodka di depannya sekali teguk dan berdiri segera.
"Mari kita buktikan. Aku tak sabar untuk meruntuhkan gosip yang terlalu dilebih-lebihkan itu," Sang wanita menyelipkan secarik kertas di tangan Ron. Ron membacanya.
* * *
Gaun merah marun itu tersia-siakan di sebuah sofa di sebuah kamar hotel. Wanita itu tergeletak lemas dengan selimut abu-abu menutupi punggungnya. Ron merapikaan pakainnya, mengancingkan kemejanya, memasukkannya ke dalam celana.
Wanita itu menggeliat. Memandang Ron penuh gairah.
"Apa hanya semalam ini saja kita nikmati keindahan ini, Ron?"
"Aku bukan tipe lelaki yang suka terikat dengan wanita yang ditidurinya karna libido. Lagipula, kau tak lebih menarik dari istriku,"
"Jadi benar kata orang. Kau selalu mengatakan istrimu lebih menarik setelah kau tidur dengan wanita lain," gerutu wanita itu.
"Apa itu menjawab ketidak-sabaranmu tadi? Aku harap kau tak menyesal menghabiskan satu jam yang sia-sia," Ron menyambar dompet dan meninggalkan sang wanita yang baru saja tercampakkan.
* * *
"Rose...," panggil Ron pelan. Tubuhnya begitu gemetar. Tangan Ron memeluk erat pinggang Rose. Kepalanya memendam di bawah ketiak  Rose. Rose mengelus-elus rambut ikal Ron penuh kelembutan.
"Aku... baru saja tidur bersama seorang wanita bergaun merah marun,"
Rose diam sejenak. Tangannya masih memainkan kepala Ron.
"Aku tahu, Ron. Aku tahu sayang," Rose mendekatkan wajahnya ke kepala Ron dan mencium keningnya. Ron menatapnya dalam. Kemudian mereka saling mematut mesra.
* * *
Pesta para pebisnis selalu diadakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan mereka. Beberapa kepentingan di luar bisnis pun ikut mnungganginya. Bukan hal yang baru.
Tiga orang wanita duduk memutar dan membicarakan kepentingan lain yang menunggangi. Topik yang paling menggemaskan mereka adalah PRIA. Hal selalu panas dibicarakan selain membicarakan soal belanja.

"Kalian tahu, seminggu yang lalu Sal tidur dengan Ron. Dia benar-benar membuktikan gosip yang beredar tentang Ron," seorang wanita berambut pendek membuka topik.
"Kau tahu dari mana Sal tidur dengannya. Sal wanita yang sulit ditebak dan bukan wanita yang mengumbar gairahnya. Dia tidak mungkin semudah itu ditaklukkan," sahut wanita lain yang berambut keriting.
"Kau lupa, Ron juga bukan lelaki yang mudah ditaklukkan?" si wanita berambut pendek menimpali.
"Lalu bagaimana kau tahu Sal tidur dengannya?"
"Aku melihat mereka keluar bersama malam itu. Dan keesokan harinya Sal datang ke kantor dengan tatapan kosong. Seperti gadis yang telah dicampakkan pemuda," si wanita berambut pendek menejelaskan penuh semangat.
"Aku jadi penasaran dengan istrinya. Kalau memang tidak ada wanita yang lebih menarik dari istrinya, lalu untuk apa dia repot-repot meniduri wanita lain?" wanita berambut keriting melempar tema yang lebih spesifik.
"Mungkin dia semacam psikopat," kata seorang wanita bermuka oriental yang sedari tadi diam saja.
"Ah, kalau dia psikopat, siapa yang telah dibantainya? Semua yang pernah tidur dengannya sampai sekarang masih hidup dengan sempurna," sanggah wanita berambut pendek.
"Yang jelas dia punya kelainan," sahut wanita berambut keriting.
"Yang jelas dan pasti dia pria ranjang yang hebat," wanita berambut pendek mengatakan dengan pasti.
"Lihat dia datang,"
Ketiga wanita itu menatapnya tanpa menoleh.
"Aku bertaruh, dia belum pernah tidur dengan wanita asia. Paling tidak, wanita berwajah oriental," wanita berwajah oriental berdiri.
"Liza Shu, jangan bermain-main dengan tantangan. Apalagi medannya adalah Ron!" Wanita berambut keriting menyahut.
"Biarkan saja, Anne. Kau bisa tahu kebenaran pria bernama Ron dari mulut sahabatmu sendiri, kan?"
"Gabby, bagaimana kalau Ron memang psikopat, atau mungkin kan dia tiba-tiba berubah jadi psikopat?"
"Tenang saja, Anne, aku tahu harus melakukan apa padanya," Ujar Liza sambil melangkah mendekati Ron.
* * *
"Ron, aku kira kau akan bilang bahwa istrimu lebih menarik dariku,"
"Kau sudah tahu, tidak perlu aku katakan, kan?"
"Lalu untuk apa kau tidur denganku kalau memang itu istrimu lebih menarik?"
"Jadi kau tidur denganku hanya untuk menjawab pertanyaan itu? Kasihan sekali kau, Liza,"
"Ahahaha...,"
"Apa yang lucu?"
"Istrimu. Yang kasian justru istrimu, Ron. Dia harus hidup dengan lelaki yang tidur dengan wanita-wanita lain di belakangnya. Pasti dia wanita yang rapuh,"
"Sebaiknya kau diam kalau kau tak tahu apa-apa,"
"Waw, kau bisa mengatakannya dengan tenang. Hah, tentu saja istrimu terkelabui. Kau begitu mudah menyembunyikan kebenaran dirimu sendiri. Sekali-kali, ajaklah istrimu ke kantor. Atau... kau takut dia akan tahu dengan perilakumu?"
"Kau tidak tahu arti kata peringatan, Liza. Kuharap kau tak meneruskannya."
"Jadi kau benar takut? Ah, menyenangkan sekali. Aku harap kita bisa melakukan hal ini setiap malam. Kau benar-benar hebat di atas sini. Tapi aku jauh lebih berharap untuk melihat raut menyedihkan istrimu yang hatinya hancur. Dia pasti akan jadi gila mendadak,"
Ron tiba-tiba melompat ke atas tubuh Liza. Tangannya mencengkeram lehernya.
"Kau benar-benar tak tahu arti kata peringatan, ya? Aku harap kau akan menyesal. Haha. Tenang saja, rasa menyesalmu hanya akan kau rasakan sekejap. Besok, orang-orang terdekatmu yang merasa menyesali dirimu."
Ron meninggalkan Liza yang terbujur.
* * *
"Rose...," panggil Ron pelan. Tubuhnya begitu gemetar. Jauh lebih gemetar dari malam-malam sebelumnya. Tangan Ron memeluk erat pinggang Rose. Kepalanya dipendamnya  di bawah ketiak  Rose. Rose mengelus-elus rambut ikal Ron penuh kelembutan.
"Aku... baru saja tidur bersama seorang wanita bernama Liza," Rose diam sejenak. Tangannya tak berhenti memainkan rambut ikal Ron.
"Aku tahu, Ron. Aku tahu sayang," Rose mendekatkan wajahnya ke wajah Ron.
"Aku... juga membunuhnya. Kau tahu aku mencintaimu, dan hanya mencintaimu,"
"Tenangkan dirimu, sayang. Aku yang akan membersihkan semuanya."
Ron menatapnya dalam. Kemudian mereka saling mematut mesra.

26.06.2011
~Violet Angel~


Anda sedang membaca artikel tentang

Ron dan Rose

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2013/05/ron-dan-rose.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Ron dan Rose

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Ron dan Rose

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger