Prospek Baru Perfilman Indonesia

Written By Unknown on Selasa, 04 Desember 2012 | 12.40

JAKARTA, KOMPAS.com - Jika digarap serius, film pendek bisa menjadi prospek baru perfilman Indonesia. Film pendek karya sineas Indonesia terbukti mulai banyak dikenal melalui berbagai festival film internasional di luar negeri.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tercatat lebih dari 60 karya film pendek masuk ke festival film internasional, mulai dari kawasan Asia Pasifik hingga Eropa dan Amerika.

Sebagian film pendek dari Indonesia bahkan beberapa kali masuk dalam ajang Oberhausen International Shortfilm Festival di Jerman dan Claremont Ferrand Shortfilm Festival di Perancis.

Ratusan film pendek dari berbagai negara berebut masuk seleksi ke festival paling bergengsi di tingkat dunia tersebut.

"Prospek film pendek di Indonesia sangat bagus. Pembuat film pendek bukan hanya di kota-kota besar tetapi juga di pelosok daerah," kata Gotot Prakosa, dekan Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta, Senin (3/12), di sela-sela acara penyerahan penghargaan Apresiasi Insan Film Pendek Indonesia 2012 di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Film pendek di Indonesia banyak diproduksi secara independen. Daerah kecil seperti Purbalingga, Banyumas, Madiun dan lain-lain memiliki komunitas pembuat film pendek. Para sineas film pendek ini kemudian menyatukan film-film mereka (biasa disebut omnibus) agar bisa diputar di bioskop komersial.

Sebagian lagi diputar di tempat pemutaran film alternatif seperti di Kineforum Jakarta dan Kineruku Bandung. Apresiasi Insan Film Pendek Indonesia 2012 memberikan penghargaan kepada 15 sineas yang 10 tahun belakangan ini terus aktif memroduksi film-film pendek. Menurut Lalu Roisamri, ketua penyelenggara, 15 sineas itu diseleksi dari 30 sineas yang aktif mengikuti festival film pendek di luar negeri. Kriteria pemilihan tidak hanya dilihat dari teknik dan cerita film, tetapi juga peran serta sineas dalam mengembangkan komunitas serta memajukan perfilman lokal di daerahnya masing-masing. Apresiasi juga diberikan kepada Gotot Prakosa berupa Anugerah Pengabdian Seumur Hidup. Gotot adalah pelopor film pendek eksperimental di Indonesia dan sudah membuat film pendek sejak tahun 1970-an hingga sekarang. Menurut Gotot, industri film pendek di luar negeri telah memberikan kontribusi ekonomi pada sineas Indonesia termasuk dirinya.

Dari film-filmnya yang dijual di luar negeri, Gotot bisa mendapat royalti sekitar Rp 6 juta per bulan untuk satu film. Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Sulistyo Tirtokusumo, mengatakan, selama ini film pendek di Indonesia memang belum mendapat perhatian pemerintah. Namun para sineas tetap bersemangat untuk terus memroduksi dengan daya kemampuan mereka sendiri.

"Saya salut kepada mereka yang tidak hanya bergantung pada pemerintah, namun mampu menciptakan kreasi sendiri," kata Sulistyo.

Sebagai penghargaan, untuk menstimulasi para sineas agar terus meningkatkan kualitas dan kuantitas film pendek, pemerintah memberikan insentif uang tunai sebesar Rp 50 juta kepada masing-masing sineas yang terpilih.

Uang itu dipotong pajak 10 persen. Gotot mengatakan, film pendek memiliki "bahasa" sendiri yang berbeda dengan film panjang. Kekuatan film pendek adalah dia mampu menyampaikan pesan kuat dalam waktu singkat. Oleh karena itu biasanya film pendek banyak bicara dengan simbol dan metafora yang perlu dipelajari khusus oleh para sineas.

Di IKJ sendiri mata kuliah film pendek dipelajari selama masa perkuliahan dari semester satu hingga akhir. Jenis film pendek yang diproduksi adalah animasi, fiksi dan dokumenter. 


Anda sedang membaca artikel tentang

Prospek Baru Perfilman Indonesia

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2012/12/prospek-baru-perfilman-indonesia.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Prospek Baru Perfilman Indonesia

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Prospek Baru Perfilman Indonesia

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger