Ke Mana Arah Kebudayaan Kita

Written By Unknown on Kamis, 27 Desember 2012 | 12.40

Dunia internasional sebenarnya mengakui hebatnya Indonesia, baik dari segi warisan alam, situs, maupun budaya. Berbagai pengakuan diberikan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).

Sedikitnya ada 13 warisan milik Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia (The World Heritage). Ke-13 warisan itu dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu warisan alam, situs, dan warisan budaya tak benda.

Perihal warisan alam, UNESCO pada 1991 mengakui keunikan dan kehebatan Taman Nasional Ujung Kulon di Banten serta Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur. Tahun 1999 UNESCO mengakui Taman Nasional Lorentz di Papua serta pada 2004 mengakui hutan tropis Sumatera yang mencakup Taman Nasional Gunung Leuser, Kerinci Seblat, dan Bukit Barisan.

Pengakuan dunia tidak berhenti di situ. UNESCO tahun 1991 juga mengakui Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai Warisan Budaya Dunia. Tahun 2004, Situs Manusia Purba Sangiran di sekitar perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur juga diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia dan Subak (2012) di Bali.

UNESCO juga mengakui beberapa warisan budaya tak benda milik Indonesia seperti wayang yang diakui tahun 2003, keris (2005), batik (2009), angklung (2010), dan tari saman (2011).

Pengakuan ini jadi modal promosi ke tataran internasional, sedangkan ke dalam negeri menjadi tantangan untuk melestarikan dan mengembangkannya.

Namun, di sinilah persoalannya. Pengakuan dunia terhadap wayang, keris, batik, angklung, dan tari saman sebatas pengakuan. Pemerintah terkesan hanya puas terhadap pengakuan dunia. Setelah itu, nyaris tak ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkannya.

Kalaupun pemerintah mengklaim sudah banyak melakukan langkah, hingga kini publik tak banyak tahu apa program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang akan dilakukan pemerintah untuk mengembangkan wayang, batik, keris, dan tari saman?

Publik tak tahu target yang akan dicapai dalam pengembangan wayang, batik, keris, dan tari saman untuk 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun ke depan. Tidak ada langkah konkret, misalnya membuat 100.000 unit angklung dan disebarkan ke sekolah-sekolah untuk diajarkan kepada siswa. Kabar yang muncul justru Korea Selatan memesan 1.000 unit angklung buat dikembangkan di negeri ginseng itu.

Meski program yang akan dilakukan tak jelas, pemerintah masih getol mencari pengakuan dunia terhadap warisan budaya tak benda seperti kain noken, tenun, dan berbagai warisan budaya tak benda lainnya.

Pandai mengemas

Indonesia bukan cuma tak pandai memanfaatkan potensi, melainkan juga tak pandai mengemas keluhuran budayanya. Itulah sebabnya di kawasan Asia Tenggara yang diperhitungkan dalam pengembangan budaya adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Ketiga negara itu kini gencar mempromosikan dirinya sebagai zamrud di Asia Tenggara melalui bidang kebudayaannya.

Meski di dalam negeri perhatian pemerintah terhadap bidang kebudayaan sangat minim, dengan dalih anggaran bidang kebudayaan hanya sekitar Rp 2 triliun per tahun, pemerintah tetap gencar membangun citra ke dunia internasional. Tahun depan, misalnya, Indonesia menjadi tuan rumah World Culture Forum (WCF) di Bali.

WCF menjadi salah satu alat bagi pemerintah untuk menaikkan citra Indonesia sebagai negara yang "berbudaya" di mata internasional.

Padahal, tanpa forum semecam itu pun pemerintah sebenarnya bisa mengembangkan keluhuran budaya bangsa dengan langkah-langkah yang lebih cerdas dan elegan. Korsel, misalnya, selama puluhan tahun merintis seni budaya baru K-Pop yang kini mendunia. Musik yang menggabungkan tarian kontemporer, musik elektronik, hip hop, rock, dan R&B ini dengan jeli dimanfaatkan Korsel sebagai alat diplomasi budaya.

Melalui film, Pemerintah Korsel juga mempromosikan budaya bangsanya ke seluruh dunia. Gelombang seni budaya yang digencarkan Pemerintah Korsel dan didukung sektor industrinya terbukti mampu memberi kontribusi ekonomi bagi negara itu.

Lalu, ke mana arah kebudayaan kita? Kebudayaan sejatinya bukan sekadar seni pertunjukan, film, ataupun musik. Kesenian hanyalah salah satu unsur kebudayaan. Yang lainnya masih ada sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, sistem perekonomian, sistem komunikasi, sistem organisasi sosial, dan masih banyak lagi. Namun, hingga kini arah pengembangannya juga tak jelas.

Jadi, mau dibawa ke mana arah kebudayaan kita?(Lusiana Indriasari)


Anda sedang membaca artikel tentang

Ke Mana Arah Kebudayaan Kita

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2012/12/ke-mana-arah-kebudayaan-kita.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Ke Mana Arah Kebudayaan Kita

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Ke Mana Arah Kebudayaan Kita

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger