Tetap Kreatif Menjelang Senja

Written By Unknown on Jumat, 19 April 2013 | 12.40

oleh Efix Mulyadi

Seorang pedagang karya seni rupa pernah menyatakan masa kreatif seseorang hanya sampai usia 35 tahun. Ini membuat kesal lima orang perupa yang kemudian membuat pameran bertajuk "Expandableg" di Galeri Nasional Jakarta, 5-19 April 2013. Pameran itu menunjukkan bahwa usia tidak berkait langsung dengan kreativitas. Usia mereka paling muda 45 tahun dan tetap menghasilkan karya yang bermutu.

Lugiono (59) misalnya menekuni idiom-idiom Jawa lewat berbagai nilai yang ditularkan lewat dunia pewayangan. Terdidik di dalam sekolah formal senirupa (SSRI, disambung STSRI "ASRI" Yogyakarta 1971-1976), Lugiono memindahkan bentuk visual dan kandungan nilai wayang purwa ke kanvas.

Karakter-karakter yang sudah "final" itu dilukisnya di dalam berbagai macam situasi, di dalam konfigurasi berbagai ornamen yang terkesan akrab. Bolehlah disebut kanvas telah menjadi kelir untuk pertunjukan wayang seperti lukisannya "Dewa Amral", "Hanoman", atau "Dewa Ruci".

Karya-karya Klowor Waldiono (45), menyemburkan rasa riang, sumringah, yang menularkan semangat hidup. Beberapa kanvasnya terkesan riuh rendah bahkan berjejalan dengan berbagai citraan yang terkadang bertabrakan atau saling tindih, namun tidak membuat kita sumpeg.

Semuanya seperti dicampur aduk, namun memikat. Tarikan garis-garisnya berani dan terkadang terkesan naïf. Tokoh rekaannya kucing muncul dalam berbagai peran seperti dalam "Seri Merapi" dengan jajaran stupa, ditumpuki bentuk-bentuk pohonan, dengan bidang kosong yang diisi secara ornamentik. Demikian juga dengan lukisannya "Kerbau Jantan" atau "Kijang Kencana", "Festival Seni Borobudur", dan "Seri Borobudur".

Menatap lukisan Ipong Purnama Sidhi (58) orang akan mengalami sensasi kebebasan, bahkan keliaran, di dalam sebuah dunia yang sengaja disiapkan untuk merayakan sikap "semua boleh dilakukan".

Karya-karya lulusan STSRI "ASRI" 1981 yang sehari-hari kurator Bentara Budaya ini adalah paduan menarik antara garis-garis yang ekspresif, tegas, kadang keras, tabrakan warna yang mengagetkan, dengan semangat bermain anak-anak yang selalu segar lewat citraan yang ditimbulkan: berani, tanpa beban, dan selalu bergelora. Jejak-jejak emosinya menawarkan ironi seperti pada karyanya "Drink never Drunk", "Repulik Mabuk", "Life is a Tragedy", "Hospital", atau "Urip Mung Mampir Ngombe Bir".

Daftar panjang riwayat kerja Irawan Karseno (52) membuat orang mudah menyimpulkan satu hal: seniman ini kelebihan energi. Dia menghasilkan karya seni sebagai ungkapan pribadi, cukup untuk membuatnya hadir secara meyakinkan di medan seni rupa.

Di sisi lain ia menggarap interior (artwork) berbagai bangunan komersial seperti hotel dan resort, bar dan restaurant, serta ruang-ruang perkantoran sejak Jakarta, Medan, sampai Singapura. Karya-karya abstraknya seperti lukisan "Dialog Setengah Hati" tampaknya bonus dari pergulatan dengan kerja disain kreatif: memikat, namun simpel.

Karya-karya Abdusssalam (57) terkesan rapi, bersih, dan tertib. Karya-karya Lulusan SSRI (1974) Yogyakarta yang kini Manajer Design Development PT Texmaco Jaya ini menggambarkan posisi perempuan yang rentan seperti "Trafficking", "Smuggling People", dan "The Dragon in Power of Dance.

Dengan cara nyaman Abdussalam menawarkan paradoks nilai-nilai: keindahan, ketertiban, kerapian berendeng dengan kekerasan, kemunafikan, ketidaksetaraan. Boleh dikata dengan halus ia berhasil menyusupkan persoalan manusia yang menjadi salah satu keprihatinan dunia kita masa kini.

*) Efix Mulyadi adalah wartawan dan pecinta seni


Anda sedang membaca artikel tentang

Tetap Kreatif Menjelang Senja

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2013/04/tetap-kreatif-menjelang-senja.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Tetap Kreatif Menjelang Senja

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Tetap Kreatif Menjelang Senja

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger