Puisi-puisi Arung Wardana

Written By Unknown on Rabu, 28 November 2012 | 12.40

KAN KUTIKAM KAU DENGAN SAKITKU PELAN-PELAN
Tikam aku juga pelan-pelan Dik e!

Kalau kau maunya begitu
kan ku tikam kau
dengan sakitku
pelan-pelan

Kalau kau merayuku
kan ku tikam kau
dengan sakitku
pelan-pelan

Kalau kau menikam ku
dari rayumu
biar kau mencintaiku
pelan-pelan

Mari sayang
mendekatlah
pelan-pelan
malam sudah larut
pintu sudah tertutup
dan
matapun mau terkatup juga

Mendekaplah sayang
pada tubuh ini
melalui sebotol wine 
dan
permen karet

Tidurlah sayang

Aku tak bisa
merayu
sepertimu 
karena ku bukan perayu
maka tak kan merayumu
pelan-pelan

Apa maumu kalau begitu

Karena kau tak kan mau
maka rayumu
tlah menusuk jantungku 
biar
tubuh
segera luluh
biar
tubuh
segera lumpuh
biar
tubuh
segera rubuh
karena sakitku

Apa mau mu kalau begitu
kalau ku lihat
kata
bikin
mendekap
menderap
mengendap
menapak
merangkak
bergumul
di
depan pintu
katapun tertutup
matapun terkatup
bibirpun terkecup
kaupun telungkup
tubuhpun
rubuh
di sela shubuh
kaupun mabuk 
tubuhpun
kapuk
botolpun pecah
aku pun tolol
cintapun lelah
tanpa
janji
tanpa
isyarat
tanpa
ikat
tanpa
tirakat
tanpa
raka'at
maka shubuh
menanam air mata
trus berganti
dari
tubuh
ke
tubuh
dari
rangkak
ke
rangkak
dari
tapak
ke
tapak
dari
kata manis
ke
kata manis
berikutnya
dari
pintu
ke
pintu
melalui tujumu
maka kutanam sakit pada tubuh
maka rapuhmu
adalah rapuhku juga
mari sayang 
kita habiskan shubuh nanti
dengan menanam air mata
pada puting payudaramu
biar aku kecup pelan-pelan
dan kutikam
dengan pelan-pelan
dengan sakitku
maka
tak
kan ada cerita anak-anak
berlarian di rumahku
karena selaput yang ku beli
masih ada dalam kamar nanti
tikam aku dari sakitku
dari telungkupmu
biar
tubuh
tubuh
rubuh
luluh
kalaupun
oase
shubuh itu
memang ada
izinkan aku menikammu
pelan-pelan
dengan sakitku
tanpa alifbata
di rumah
Tuhan

Yogyakarta, 09/2012

SANDIWARA SATU BABAK DI HARI ITU
Setelah tragedi Sampang, 26 Agustus 2012

Kalau aku melihat topeng
maka haram jadah
kalau aku melihat kamuflase
maka laknat
kalau aku menonton sandiwara
maka babi yang kutonton
kalau itu reportase
maka anjing yang kureportkan
kalau itu riset
maka bangsat yang kurisetkan

Maka menjemalah
tajam meragam
menjadi budak
dari segala budak
segala raga
di zaman jahilliyah
maka merdekalah Cong
sebelum aku tebas kemerdekaanmu
maka kini kan kumerdekakan 
dengan dua kalimat syahadat
dalam tubuhmu
yang paling merdeka
tapi kan jadi ridho
buat Tuhanmu
Kalau hari itu ada sandiwara satu babak
maka babak berikutnya kau jadi budak

Bangkalan, 2012

AKU AKAN MENIKAHIMU III

Salahkah kalau aku menjemputnya
karena tak kunjung datang
waktumu
tuk kujemput
salahkah aku menemuinya
karena tak kunjung datang
waktumu
tuk kutemui
meski surat sudah kutanam kata
paling indah
baru setelahnya ku kirim kekal
tuk sepimu

Sebenarnya setelah dia datang silih berganti
seperti cahaya tenggelam
yang tak pernah ku kulihat tentang nasib
perjalananku sendiri
sampai-sampai lelah itu enggan kurangkul lagi
hingga tiba malam yang kutulis paling hangat
kau terima

Salahkah kiranya
aku menemuimu tanpa bayang
bagai sungai bersembunyi di lautan


Langkah awan dingin dan berat
kendaraku berjalan lambat
berapa lama lagi ku kan datang
ke kotamu menyambut pagi
di sekitar halaman rumahmu
yang belum ku ketahui
berapa lama lagi aku menunggu
sampai anak-anak kita tumbuh

Semestinya berapa lama lagi
ku rangkum peluh
kala itu hingga tiba di tujuannya
berapa lagi ku susun keluh kesah 
bau keringat dengan mata terkatup
melintas gelap malam
terus melaju
Purwokerto adalah awalan dari sebuah rangkuman
Tegal adalah jawaban dari sebuah pertanyaan
Brebes adalah kesimpulan dari semua muqaddimah
Cirebon adalah akhiran dari semua silsilah
Hingga akhirnya menuju kemantren
masih ku ingat kita bertemu sua
tapi tak sepatah katapun
menyambut malam
sebagaimana telah kuresahkan
sujud paling nyata dalam puisi
sebab inilah cara tubuhku sembahyang
di lesat angin saat bulan nampak padam
karena aku ingin membangun tanah surga
dari rumah kecil itu
denganmu

Entah berapa lagi melaju dan berjalan
menuju  riak gundahku di pesisr pantai 
atau berapa lama air mata meguntitmu 
menuju  tanahmu saat  kau masih  kanak-kanak

Akan ku tunggu itu melaju
sekalipun legam pada tubuhku
karena matahari menghajarku tiap pagi

Bangkalan, 2012

Arung Wardana, Lahir Di Bangkalan, 12 Januari 1981, Antologi bersama " BISIKAN KATA TERIAKAN KOTA" Dewan kesenian Jakarta, Th.2003, Antologi bersama " DUKA ACEH DUKA KITA" Koperasi Seniman Seluruh Indonesia, Th.2004, Antologi bersama " EMPAT AMANAT HUJAN "  Dewan kesenian Jakarta, Th.2010 Antologi bersama " NEGERI CINCIN API "    LESBUMI NU & BAKTI BUDAYA DJARUM PONDATION, Th.2011,  Sedang proses Antologi  tunggal " TUHAN IZINKAN AKU ONANI "


Anda sedang membaca artikel tentang

Puisi-puisi Arung Wardana

Dengan url

http://oaseseo.blogspot.com/2012/11/puisi-puisi-arung-wardana.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Puisi-puisi Arung Wardana

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Puisi-puisi Arung Wardana

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger